Rabu, 31 Oktober 2018

SAFINDA, KELOMPOK IBU-IBU YANG NGAJI DI KERETA API

Misi Kami Agar Membaca Alquran Seperti Baca Koran

mengaji bisa dilakukan dimana saja dan kapan saja. Inilah yang dilakukan kelompok Ngaji di Kereta (Ngaret). Mereka memaksimalkan waktu untuk mengaji dalam perjalanan banyuwangi-Jember di kereta Api (KA)Pandanwangi.

WAWAN DWI SISWANTO

IDE beribadah kreatif tersebut dilakukan kelompok program pelatihan Terjemahan Alquran (PPTQ) Safinatul Huda (Safinda) di Banyuwangi Ahmad Zakaria, salah seorang ustad yang menjadi instruktur PPTQ Safinda Banyuwangi mengatakan, perjalanan mengaji di kereta adalah langkah agar umat muslim bisa mengaji di mana saja dan kapan saja.

Dia mengaku, ada persepsi di masyarakat mangaji itu harus di dalam ruangan seperti masjid dan rumah. padahal, setiap perjalanan seperti dikereta juga bisa melakukan aktifitas mengaji.

Misi pengajian di Safinda, menurut Zakaria, adalah mendapatkan masyarakat dengan ALquran. karena itu, para jamaah berasal dari berbagai latar belakang usia, profesi, dan ormas. Mereka mengembangkan metode untuk orang dewasa yang belum bisa membaca Alquran agar lebih cepat menguasai. Selain itu, bagi yang sudah mampu membaca, mereka diajak memahami arti Alquran. "Misi kami adalah membaca Alquran bisa seperti baca koran," ujarnya.

Dengan menyasar masyarakat secara luas, kegiatan di Safinda diisi dengan konsultasi atau tanya jawab masalah fiqih di kalangan jamaah. selain beragam latar belakang profesi, anggota kelompok itu terdiri atas berbagai macam ormas. mulai NU, Muhammadiyah, persis, hingga Al-Irsyad. keragaman tersebut mendorong kajian figh dilakukan secara terbuka.

"Ketika ada jamaah yang bertanya pertanyaan figh, kami berikan berbagai macam alternatif pendapat figh. Jadi, jamaah bisa lebih leluasa memilih dan dewasa dalam beragama," ujar alumnus Pondok Pesantren Langitan, Tuban, itu.

Setelah sampai di stasiun Jember, para jamaah PPTQ Safinda Banyuwangi langsung bertolak ke Masjid Baitul Amien, Jember, yang hanya berjarak beberapa ratus meter dari stasiun. (wah)

SUMBER : JP-RJ 30 APRIL 2018

Selasa, 30 Oktober 2018

IDA SAIDA, YATIM PIATU YANG JADI WISUDAWAN TERBAIK FEBI IAIN JEMBER

Banyak DIbantu Dosen, Kuliah Sambil Dagang dan Ngajar

Semula, Ida Saida sempat terpukul ketika sang ayah wafat. Dukungan motivasi dari dekan dan para dosen membuatnya bangkit hingga bisa meraih gelar wisudawan terbaik Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam (FEBI) IAIN Jember, kemarin. Untaian kalimat penuh makna dalam karya sufistik Jalaluddin Rumi, turut memberi suntikan semangat hidupnya.

ADI FAIZIN, Kaliwates.

RONA muka gembira terpancar dari wajah Ida Saida . Di sela-sela profesi yudisium yang digelar Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam (FEBI) IAIN Jember kemarin, Ida menyempatkan diri untuk menemui Jawa Pos Radar Jember. "Alhamdulillah, senang sekali. Meski Ayah-ibu tidak ada di sini," tutur Ida.

Dalam wisuda yang digelar IAIN Jember pada sabtu (28/04) pagi kemarin, Ida mendapatkan posisi yang cukup spesial. Tidak sekedar lulus, Ida juga meraih gelar sebagai wisudawan terbaik dari FEBI.

Dengan masa studi 3 tahun 7 bulan, Ida juga memperoleh gelar wisudawan tercepat di fakultas tersebut. Torehan indeks prestasi kumulatif (IPK) 3,89 juga menempatkannya menjadi salah satu kandidat lulusan terbaik dalam wisuda IAIN Jember kali ini.

Di balik capaian tersebut, bukan yang mudah bagi Ida untuk meraih gelar terbaik itu. Pada tahun keduanya kuliah, sang ayah, yakni Solehan, wafat karena sakit. Kepergian sang ayah ini begitu terasa, karena sebelumnya, sang ibu, yakni Jar'ah juga sudah meninggal dunia. Sang bunda meninggal ketika Ia duduk di kelas 1 madrasah aliah. "Waktu itu sangat terpukul. Tidak terpikir bisa menyelesaikan kuliah," ujar gadis asal banyuwangi ini.
Setelah menunggu proses penyembuhan sang ayah selama tujuh hari, Ida harus membatalkan kepulangannya ke Jember karena ayahanda meninggal dunia. Setelah lewat tujuh hari, barulah Ida kembali dari rumahnya di Banyuwangi ke Jember. "Karena waktu itu sudah UTS. Untungnya dibantu catatan dari teman-teman," ujar Ida.
Beruntung, di saat kondisi sedang berduka, ada banyak tangan yang membantu Ida untuk bangkit kembali. Ida merasa banyak diberi motivasi dan dorongan semangat dari dosen-dosennya di FEBI.

"Salah satu yang paling terkenang selama kuliah adalah ketika saya sedang berduka, dosen-dosennya banyak memberi semangat. Terutama pak Dekan (Moch Chotib, Red) ketika itu menasihati saya agar tetap sabar, banyak berdoa dan tahajud. Beliau memotivasi saya untuk percaya pada janji Allah jika kita berusaha, sabar, dan berdoa," ujar gadis kelahiran 8 Februari 1996.

Selain motivasi dari dosen, gubahan kalimat-kalimat indah dari salah satu sufi terbesar sepanjang masa, Jalaluddin Rumi, juga menjadi energi tersendiri bagai Ida ketika ia berduka setelah ditinggal ayah tercinta. penggalan-penggalan syair penuh makna yang terkandung dalam kitab Matsnawi karya Rumi, seolah membiusnya untuk terus semangat menjalani hidup.

"Syair-syairnya itu selain mengajarkan cinta, juga membuat saya lebih sabar. Karena tidak gampang bagi saya ketika tidak ada orang tua, sedangkan saya masih ada adik. Saya tersadar, bahwa hidup itu harus diperjuangkan," ujar Ida.

Ikhtiar spiritual juga menjadi salah satu kiat Ida selama menuntut ilmu di FEBI IAIN Jember. Seperti puasa senin-kamis yang kerap dianjurkan para dosennya kepada Ida. "Selain ibadah, juga lumayan untuk ngirit ongkos," ujar Ida sembari tersenyum manis.

Faktor ekonomi memang menjadi tantangan lain bagi Ida selama menempuh studi di IAIN Jember. Setelah kepergian sang ayah, Ida memang dituntut mandiri. Karena itu, untuk membiayai kuliahnya, Ida menempuh berbagai cara. Mulai dari mengajar hingga berdagang.

"Aku pernah jualan keripik pare khas Banyuwangi, karena di Jember jarang yang jual. Pare iitu kan makanan pahit, tapi bisa diolah menjadi cemilan yang renyah. Para dosen dan pak Dekan juga suka loh," tutur Ida setengah berpromosi.

Selain itu, Ida hingga kini juga berjualan makaroni. polanya cukup sederhana, yakni dengan sistem reseller. "Awalnya itu aku beli makaroni, iseng aku posting ukuran dan harganya serta testimoni rasanya. Ternyata banyak yang respons. Jadi sekalian aja aku jual," tutur gadis yang aktif di UKM Korps Sukarelawan PMI semasa kuliah. "Seperti yang aku serap dari kuliah marketing. Jadi aku kemas dengan desain kemasan yang menarik, kasih label dan strategi promosi khusus. Respons pasar lumayan juga,: jelas Ida.

Selain berjualan, Ida juga dengan mengajar. Setiap habis salat magrib, Ida mengajar privat di rumah Ani Budiastutie, yang merupakan Kasubag Keuangan FEBI. "Alhamdulillah secara keuangan aku juga banyak dibantu para dosen untuk SPP," tutur Ida.

Dengan seabrek aktivitasnya itu, Ida memang harus pandai-pandai mengatur waktu agar bisa merampungkan studi dengan optimal. Tidak ada kiat khusus yang dilakukan Ida. "Aku biasanya belajar setelah salat subuh sampai pagi menjelang kuliah. Selain karena suasananya tenang, itu juga tradisi para ulama dulu," ujar sulung dari dua bersaudara ini.

Ada banyak kenangan yang dirasakan Ida selama kuliah di FEBI IAIN Jember. Salah satunya adalah hubungan antara mahasiswa dengan dosen yang terbangun layaknya keluarga. "Dosennya humble, jadi dengan dosen itu kita bisa akrab seperti teman. Meski tetap ada sopan santunnya. Sering juga kita diteraktir makan atau dikasih uang saku sama pak Dekan atau dosen lainnya," pungkas Ida. (ad/cI/hdi)

SUMBER : JP-RJ 29 APRIL 2018

Senin, 29 Oktober 2018

PERTUKARAN PELAJAR DI NURIS JADIKAN SANTRI BERWAWASAN GLOBAL

Buka Peluang Baru, Siapkan Santri Jadi Duta Besar dan Diplomat

sebanyak 12 pelajar Thailand belajar di Ponpes Nuris, sejak 1 April 2018. Sedangkan 12 santri Nuris sudah ke Thailand pada 10 Februari hingga 10 Maret lalu. Pertukaran pelajar antar-negara itu menjadikan para santri lebih percaya diri meraih mimpi.

BAGUS SUPRIADI, Sumbersari

SEBANYAK 12 pelajar sedang berkumpul di  Ponpes Nuris Antirogo kemarin (25/4). Selama sebulan, mereka menghabiskan waktunya untuk belajar disana. Tak hanya mengasah kemampuan di bidang keagamaan, tetapi juga ilmu bahasa Arab dan Inggris.

Mereka mengikuti Thailand student Exchage Programe yang di selenggarakan setiap tahun. Begitu juga dengan santri Nuris, mengikuti Nuris student Exchage programe.

Bedanya, santri Nuris tak hanya belajar, tetapi juga mengajar di Thailand.

Pertukaran pelajar itu menjadi semangat baru bagi para santri untuk meraih cita-citanya. Mualai dari menjadi duta besar hingga diplomat. Mereka belajar menguasai banyak hal, bahasa, budaya serta kemampuan di setiap negara.

"Kami ingin belajar banyak hal di Nuris terutama akhlak santri," kata Nurul Amani Wateh, pelajar dari Darawithaya School Narathiwat.

Dia tak sendiri, tetapi teman-teman lainnya juga ingin melakukan hal yang sama. mengembangkan wawasan dan memperbanyak pengalaman.

Mereka berasal dari kabupaten yang berbeda di Thailand, seperti Ya'la, Pattani dan Narathiwat. Mereka saling kenal setelah berada di Ponpes Nuris. "Kami baru kenal disini, karena berasal sari sekolah dan daerah yang berbeda," tambah Husna Leache.

Para pelajar mulai dari tingkat SMP hingga SMA itu berasal dari satri Islam Vitya Mulniti School, Tarbiyatun Mulniti School, Rusmeesthapana School, Tokdamiyah School, Thamvitya Mulniti dan Arunsat Vitaya School.
Di Nuris mereka sama seperti para santri lainnya. Belajar bahasa, mengikuti pengajian kitab kuning dan berbagai kegiatan lainnya sesuai aturan. "Budaya indonesia dengann Thailand berbeda, itu juga kami pelajari," imbuhnya.

Paling penting, lanjut dia, adalah menambah wawasan tentang perkembangan di berbagai negara. Sebab, program pertukaran pelajar itu tak hanya ke Indonesia, tetapi juga negara lain. Seperti ke China. "Saya pernah ke China ," aku Nurul Amani.

Santri Nuris sendiri yang pernah ke luar negeri mengikuti kegiatan tersebut memiliki motivasi yang berbeda. Mimpi mereka semakin tinggi untuk dicapai. Ada yang ingin menjadi duta besar dan diplomat. Tak heran. Ketika lulus, mereka melanjutkan studi ke perguruan tinggi ternama.

Misal, santri lulusan tahun ajaran 2016/2017 menempuh kuliah di jurusan hubungan internasional. Yakni Marthania Rizqy Amalia dan Alfiatul Rizqiyah di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Kemudian, M.Roqib Alhabib kuliah di hubungan Internasional Universitas Jember.

Mereka semua Santri SMA nuris yang pernah mengikuti Nuris Student Exchange Program (NSEP). Belajar ke Thailand, Malaysia dan Singapura. "Hasilnya mereka ingin mengembangkan wawasan internasional dengan kuliah di jurusan hubungan internasional," kata Gus Robith Qosidi, pengasuh Ponpes Nuris.

Menurut dia, para santri semakin mengetahui dunia luar dengan program NSEP. Hal itu menjadi peluang bagi untuk mempelajari perkembangan dan kemajuan negara lain. Ketika pulang, mereka semakin memiliki rasa percaya diri karena memiliki banyak pengalaman.

Setelah satu bulan di Thailand, mereka masih studi banding di Malaysia. Disana juga belajar tentang banyak hal, terutama tentang perkembangan negara. Bahkan, juga belajar tentang astronomi." Di Malaysia tiga hari," akunya.
Tak puas disitu, mereka melanjutkan perjalanan studi tour ke Singapore. Belajar tentang kemajuan negara tetangga di asia tenggara. Kelak ketika menjadi pemimpin, bisa memajukan daerahnya sendiri.

"Kami ingin memperluas wawasan santri hingga tingkat internasional," ucapnya. Kedatangan para pelajar dari Thailand itu membuat Nuris dikenal oleh dunia internasional. Seperti dengan keinginan besarnya, menjadi pesantren yang go internasional.

Para santri memiliki pengalaman yang positif. Mereka semakin percaya diri untuk meraih cita-citanya. Ada yang ingin menjadi diplomat hingga duta besar. Selain itu, kemampuan bahasa inggris mereka semakin terlatih.

Nuris ingin membuktikan bahwa lulusan pesantren siap bersaing di dunia global. Pesantren bukan lembaga pendidikan yang tertinggal. Tak hanya menguasai ilmu agama dan kitab kuning. Tetapi kemampuan ilmu lainnya juga diperoleh.

"Lulusan pesantren sudah bisa kemana-mana," tambahnya. Untuk itu, pesantren terus mengembangkan santrinya agar menjadi generasi yang siap memimpin bangsa. Mereka dilatih untuk memiliki kemampuan sains, teknologi, bahasa dan agama. (kl/gus/hdi)

SUMBER : JP-RJ 27 APRIL 2018

Minggu, 28 Oktober 2018

DUA TAHUN SABET SAKIP A, BANYUWANGI BAWA INOVASI INTEGRASI PEMBANGUNAN

Bikin Terobosan Baru dalam Pengelolaan Kinerja Pemerintah

Pembkab Banyuwangi dalam dua tahun berturut-turut, 2016 dan 2017, menyabet nilai A dalam penilaian Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (SAKIP). Kabupaten berjuluk The Sunrise of java itu menjadi satu-satunya kabupaten se-Indonesia yang mendapat nilai A.

TAHUN ini, dalam penilaian tertinggi kinerja akuntabilitas yang dihelat pemerintah pusat tersebut, Banyuwangi menyajikan inovasi baru dalam pengelolaan kinerja pemerintah. Di antaranya soal kian terintegrasinya pelaksanaan pembangunan.

"Dalam beberapa tahun ini, kita jalin kolaborasi antarorgansasi perangkat daerah. Ego sektoral dihapus. Yang jadi fokus adalah target kinerja, bukan siapa pelaksananya.

Karena satu target itu dikeroyok banyak dinas, banyak badan," ujar bupati Banyuwangi Abdullah Azwar Anas di sela-sela penyiapan penilaian di hadapan Kementrian PAN-RB di Surabaya, senin (23/4/2018).
Anas mencontohkan, upaya memuliakan warga lanjut usia (lansia) lewat program "Rantang Kasih" yang mendistribusikan makanan bergizi gratis tiap hari ke ribuan lansia. Dalam program itu, pelaksananya tidak hanya dinas sosial, melainkan lintas dinas.

Dinas komunikasi informatika dan persandian, misalnya, mengolah data penerima dan calon penerima ke dalam data digital yang kemudian mengajak publik untuk terlibat membantu warga lansia yang belum terjangkau pemerintah daerah. Dinas kesehatan terlibat menyupervisi gizi dan higienitas makanan yang disediakan oleh warung-warung rakyat yang menjadi rekanan. Bahkan, dinas pendidikan juga dilibatkan untuk mengajak para pelajar secara berkala mengunjungi warga lansia, guna memupuk rasa kepekaan sosial sejak dini.

"Jadi, satu program seperti untuk warga lansia dikeroyok banyak pihak. Dengan skema ini, yang jadi fokus adalah target, yaitu lansia. Nggak peduli siapa yang mendukung program ini, yang terpenting target sasaran dibantu maksimal. Itu proses bisnis yang kita kembangkan di pemerintahan Banyuwangi," papar Anas.
Kepala Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah (Bakpeda) Suyanto Waspotondo menambahkan, konsep integrasi pembangunan itulah yang terus coba diterapkan.

"Kalau dulu, empat atau lima tahun lalu, kita bergerak sendiri-sendiri. Sekarang kolaborasi dengan model kerja ini, birokrasi semakin kompak, ego sektoral sudah keritis," ujarnya.

Dia menggarisbawahi, skema kerja pemerintahan seperti itu membuat tim fokus ke tujuan, bukan ke sarana/kendaraan untuk mencapai tujuan.

"Maka, indikator kita jelas. Kalau kemiskinan turun, berarti pembangunan berhasil. Jadi, ukuran keberhasilan bukan terlaksananya program, tapi terwujudnya tujuan, output, dan outcome-nya. Alhamdulillah, kemiskinan melorot drastis ke level 8,6 persen dari sebelumnya selalu di atas dua digit. Pendapatan per kapita melonjak menjadi RP 41 juta per orang pertahun, dibanding awalnya Rp 20,8 juta," ujarnya. (kl/mgc/hdi)

SUMBER : JP-RJ 25 APRIL 2018

Kamis, 25 Oktober 2018

HERU SUJONO, KEPALA DUSUN YANG HOBI OLAHRAGA PACUAN KUDA

Makin Pede Setelah Dikenal Oleh Para Tokoh Nasional

Mencintai sebuah hewan peliharaan bagi siapapun adalah bentuk rasa cinta. Begitu juga dengan Heru Sujono, Kepala Dusun Krajan Desa/ Kecamatan Jenggawah yang tergila-gila dengan kuda. Kuda bukan hanya sekedar hobi namun malah menjadi pembuka jaringan rezeki hingga nasional. Bahkan kini menjadi bentuk pengabdian pada masyarakat.

RANGGA-JUMAI, Jember

PERINGATAN Isra Mi'raj di Kecamatan Jenggawah sepekan lalu, berbeda dengan biasanya. Dimana biasanya peringatan hari besar Islam dilakukan dengan berbagai kegiatan agama. Namun, di lapangan Jenggawah ini malah diisi dengan pameran dan pacuan kuda. Berbagai jenis kuda pun tumplek blek di lapangan ini.

Bahkan, bukan hanya dari Jember dan sekitarnya saja, namun juga berbagai kuda dari luar kota pun ikut hadir dalam perayaan ini. Hal ini lepas dari keberadaan Heru Sujono, Kepala Dusun Krajan Desa/ Kecamatan Jenggawah yang juga dikenal sebagai pecinta kuda.

Dirinyalah yang mendatangkan berbagai macam kuda beserta dengan pemiliknya. "Jadi ini semacam arisan, memang sengaja saya minta di daerah saya sekalian untuk peringatan Isra Mi'raj," jelas jon, panggilan akrabnya.

Dimana kegiatan ini diselenggarakan oleh Komunitas Pecinta Olahraga Berkuda Jember. Memang dimalam hari tetap ada pengajian. Namun, kehadiran kuda-kuda ini menjadi hiburan tersendiri bagi masyarakat.

Menurut pria kelahiran Jember 11 Juli 1969 ini, dirinya sudah menyukai kuda sejak 2007 lalu. "Sebenarnya saat itu tidak punya niat suka dengan kuda," ucap suami Kuala Ratna Dewi ini.

Kebetulan saat itu, kerabatnya yakni Syamsul Hadi Merdeka yang anggotanya DPRD Bondowoso hendak menjual kuda dengan usia 3 Tahunan. "Saat itu nekat saya tukar dengan mobil talf saya. Harganya sekitar Rp 27 jutaan," terang ayah dari Mariska, Febri dan Ivon ini. Dirinya mengaku saat itu sama sekali tidak memiliki pengalaman dengan kuda. Namun, Pak Jon tetap nekat membawa pulang kuda tersebut dan memberikan nama Mantra. "Awalnya takut mau ngasih makan saja takut," jelasnya.

Namun, lama kelamaan dirinya menemukan kesamaan antara kuda dengan anjing. Yakni akan jinak dengan orang yang sayang merawat mereka dengan kasih sayang. Dirinya pun mengaku baru menemukan chemistry ketika sudah merawat selama 2-3bulan.

Akhirnya, pada 2010 Hru Sujono diajak berlatih paacuan kuda oleh Kyai Fadil Khobir, pengasuh pondok Pesantren Mambaul Ulum Rambipuji. "Untuk latihan pacuan ini di Kraksaan Probolinggo," terangnya.

Dari pacuan inilah dirinya memiliki banyak pengalaman ke sejumlah daerah untuk berkuda. "Hikmahnya  dari semula takut menjadi ajang hiburan bahkan bisa kemamana-mana dan banyak kenalan dengan pecinta kuda dari berbagai daerah," jelasnya.

Dirinya pun kini memiliki lima ekor kuda yakni 2 jenis kuda poni Australia, kuda besar balap, kuda bima dan kuda lokal Bondowoso.

Dirinya menuturkan, meskipun kecil namun ternyata kuda lokal Jember Bondowoso ini memiliki banyak keunikan. "Kudanya ukuran kurang dari 120 cm, tapi sangat kuat," jelasnya. Dirinya mengatakan kuda Bondowoso ini juga bnayak memiliki peminat di luar daerah, terutama di ibukota.

"Malah yang suka orang-orang terkenal.  Tapi memang mintanya unik-unik," jelasnya. Misalnya minta yang belang-belang, putih mulus dan sebagainya. Asalkan bisa memenuhi maka akan disayang oleh mereka.

Dirinya mengatakan selain banyak kenal orang penting juga menjadi sangat dekat dengan Kyai alim ulama. Karena memang cukup banyak Kyai suka kuda karena merupakan salah satu hewan yang disayang Nabi Muhammad. Dirinya mengatakan, meskipun memiliki hobi kuda, dirinya tidak melupakan tugasnya sebagai kasun. Alumnus SMA Pancasila Ambulu ini tetap melayani masyarakat. Bahkan dirinya mengajak masyarakat untuk juga mencintai kuda seperti dirinya. "Banyak anak-anak muda yang belajar kuda dirumah," ucap Jon.

Mereka diajak cara merawat kuda-kuda itu dirumahnya. Termasuk cara merawat kuda tidak sesulit yang dibayangkan, bahkan lebih mudah dan bersih dibandingkan dengan merawat sapi. Contohnya di rumah Jon, antara dapur dan kandang kuda sebenarnya kumpul jadi satu tetapi tidak bau dan jorok.

Dirinya mengatakan banyak juga anak-anak sekitar yang kini merasakan manfaat dari belajar kuda kepada dirinya. "Jika sudah mahir, biasanya diambil dipekerjakan stable (peternak kuda) besar atau merawat sendiri," terangnya. Yang penting, menurutnya memang masyarakat dan anak-anak suka dengan kuda terlebih dahulu.

Dirinya pun berharap hobinya merawat  kuda ini nantinya juga terus menular. Dirinya pun berharap nantinya kuda Jember Bondowoso ini bisa terus dikenal di pecinta kuda bahkan hingga ke tingkat nasional. (ram/hdi)

SUMBER : JP-RJ 20 APRIL 2018

Rabu, 24 Oktober 2018

KEDONO-KEDINI, KOMUNITAS LANSIA SEHAT NAN PRODUKTIF DI JEMBER

Rame-Rame Bikin Koperasi Untuk Jaga Daya Ingat

Kedono-Kedini (bahasa jawa), yang artinya laki-laki dan perempuan, ingin membuktikan lansia sekalipun masih produktif dengan kegiatan-kegiatan yang positif. Inilah yang digalakkan komunitas Lansia Jember ini.



ADI FAIZIN, Jember

'KAMI para usia lanjut - seluruh Indonesia - mau tetap berdaya guna - bagi diri dan keluarga. Tingkatkan hubungan sosial - Di dalam masyarakat. Bertaqwa kepada tuhan, yang melimpahkan rahmat. Periksa kesehatan, sebelum penyakit datang'.

Itulah sebagian bait lagu berjudul "Masa Tua Bahagia" atau yang kerap disebut Mars Lansia. Lagu ini kerap dinyanyikan di beberapa perkumpulan komunitas lanjut usia (Lansia) atau di panti Wreda. Seperti yang dilakukan di komunitas Kedono-Kediri.

Berdiri sejak 10 Juni 2009, komunitas ini sengaja dibentuk untuk mewadahi kebersamaan para lansia.

"kedono-Kedini ini berasal dari bahasa jawa. Artinya, laki-laki dan perempuan," tutur Musratin, salah satu pendiri komunitas Kedono-Kedini. Musratin merupakan perempuan pensiunan guru asal Bondowoso yang kini berusia 78 tahun.

Saat awal berdiri, Musratin sampai harus mengetuk satu persatu rumah tetangganya di kawasan Mangli. Dengan telaten dan bertahap, Musratin yang saat itu masih cukup bugar mengumpulkan para lansia untuk diajak berkegiatan bersama. "Ibu sat itu diminta menjadi ketua karena sebagai perintis. Ibu saya semangatnya luar biasa. Cuma setahun terakhir, sedikit berkurang karena terkena stroke," tutur Erwidati, salah seorang anak Musratin yang banyak menemani sang ibu berkegiatan di Kedono-Kediri. Musratin memang tinggal bersama Erwidati di rumah mereka yang ada di Perumahan Pesona Surya Milenia, Mangli.

Berbeda dengan organisasi lainnya, pemilihan ketua di komunitas Kedono-Kedini dilakukan berdasarkan senioritas. Sebagai perintis, Musratin semula diminta menjadi ketua. Kursi pemimpin kemudian dialihkan ke Nyonya Sumiati Saimun, lalu sekarang ketuanya adalah ibu Rofita Solichin.

Adapun sebagai pembina, dipercayakan kepada Bapak Bambang Sumarjono. "Kalau sudah sepuh memang tidak ada ambisi lagi. Perkumpulan ini memang dibentuk agar para lansia merasa masih berarti. Sedangkan kita yang masih muda, banyak membantu kegiatan mereka," tutur perempuan yang akrab disapa Eeng ini.

Diawal berdirinya, Kedono-Kedini hanya diisi dengan kegiatan -kegiatan sederhana. Seperti senam lansia bersama. "Kita punya visi dan misi yang sama, yakni agar lansia tetap sehat. Berikutnya, kegiatan ini lalu berkembang seperti saling sambang ke masing-masing anggota, terutama jika ada yang sakit atau sudah tidak bisa," tutur Erwidati.

Hampir setiap bulan, selalu saja ada kegiatan yang dilakukan komunitas Kedono-Kedini. Kegiatan Kodono-Kedini lantas berkembang hingga mendirikan semacam koperasi bersama. Mereka menyisihkan sebagian uang secara rutin untuk waktu tertentu. "Setelah berkumpul, uangnya digunakan untuk kegiatan bersama, seperti rekreasi atau jika ada yang ulang tahun . Seneng deh pokoknya ngeliatnya," tutur perempuan yang juga pendiri dan ketua Pusat Perlindungan Anak, perempuan dan Lansia (PPAL) Takawida ini.

kegiatan berkoperasi ini, menurut Erwidati tidak sekadar untuk mengisi kegiatan bersama. "Mereka mengumpulkan, menghitung, dan mencatat uang sendiri. Itu juga menjadi salah satu cara atau terapi untuk menjaga daya ingat. Mencegah kepikunan jadi menurut saya, para orang tua kita sebaiknya jangan dibatasi  kegiatannya, agar mereka tetap sehat dan produktif," jelas perempuan yang sehari-hari berprofesi sebagai pengacara ini.

Kini, anggota komunitas Kedono-Kedini mencapai sekitar 35 orang. Meski belum memasuki usia lansia atau masih pralansia, Erwidati mengaku sangat senang bisa menemani sang ibu berkegiatan di komunitas ini. "Rata-rata anggotanya itu lansia yang sudah tidak serumah dengan anaknya. Jadi, mereka sering merasa sepi kalau anaknya sibuk dengan kegiatannya masing-masing," tutur perempuan kelahiran Bondowoso 17 Mei 1966 ini.

Di setiap kegiatannya, Kedono-Kedini selalu menyisipkan hiburan yang memberikan motivasi bagi sesamanya, agar bisa mengisi hari tua dengan bahagia dan sehat. Jika ada anggota yang karena kesehatannya sudah tidak memungkinkan untuk datang, maka secara periodik akan disambangi oleh komunitas ini. "Intinya agar tetap bahagia walau sudah lanjut usia . Kalaupun sakit, itu hanya bagian dari perjalanan hidup. Yang penting kita tetap berarti," jelas Erwidati.

Acara gembira yang dilakukan Kedono-Kedini, menurut Erwidati tidak sekedar untuk bersenang-senang saja. Upaya itu juga menjadi bagian dari cara mereka untuk mengingat akhirat. Oleh karenanya, secara berkala komunitas ini juga mengunjungi Panti Wreda, sekadar menjalin silaturahmi dengan para lansia yang mungkin nasibnya berbeda dengan mereka.

"Kegiatan silaturahmi ke panti wreda ini juga menjadi pengingat agar kami senantiasa bersyukur atas segala yang diberikan Allah SWT. Sesekali, kita juga ada ziarah kubur, untuk mengingat bahwa itu adalah rumah masa depan kita" tutur istri advokat senior yang juga Ketua IKADIN Jember, Jani Takarianto ini.

Tak hanya itu. Acara sosial juga sesekali dilakukan oleh Kedono-Kedini dengan menyantuni pemulung, saat mereka mengadakan acara bersama. Kekompakan anggota Kedono-Kedini juga ditunjang oleh meleknya mereka terhadap perkembangan teknologi. Mereka saling berkomunikasi melalui grup WhatsAp. "Meski ngetiknya masih sering typo (saltik,red)," tutur Erwidati sembari tersenyum.

Adanya grup WA menurut Erwidati sangat efektif dalam menunjang komunikasi di antara mereka. Setiap ada hajatan atau kabar dari masing-masing anggota, bisa mudah tersampaikan dengan segera di antara para lansia tersebut. "Misalnya ada kabar anggota sakit, langsung dijenguk, tidak menunggu besok. Sudah seperti keluarga baru. Di situ, saya merasa haru dengan kekompakan mereka," tutur advokad alumnus Magister Ilmu Hukum Unej ini. (ad/mgc/hdi)

SUMBER : JP-RJ 19 APRIL 2018

Selasa, 23 Oktober 2018

RUDY JOELIJANTO, DOSEN YANG GETOL TEKUNI LARI MARATON

Gelorakan Semangat Lari Lewat Dentistry Runner dan Caniners Run

Kesadaran tentang hidup sehat dengan olahraga lari muncul saat tubuhnya mulai melemah. Tak kuat mengayuh sepeda dalam waktu yang lama dan jarak yang jauh. Untuk itulah, Rudy bangkit menjadi pelari maraton hingga sekarang.

BAGUS SUPRIADI, Tegalboto

BEKERJA sebagai dosen di Fakultas Kedokteran Gigi (FKG) Universitas Jember membuat Rudy cukup sibuk. Kegiatan olahraga tak sempat dilakukan. Tubuhnya molor hingga 81 kilogram. Kondisi kesehatan tubuh juga mulai berkurang.

Tak hanya itu, kekurangan olahraga membuat tubuhnya tak segar. Bangun tidur, justru merasa tidak enak. Hal itu membuat dirinya tak nyaman dengan keadaan itu. Padahal sejak kecil, olahraga lari sudah menjadi kegemarannya di Surabaya.

Suatu hari, dia membelikan sepeda anaknya. Iseng-iseng, dia mencoba mengayuh sepeda itu. Namun jalan tak begitu jauh, napasnya sudah tersengal-sengal. "Saat itu saya mulai sadar sudah tidak bergelut dengan olahraga," katanya ketika ditemui di ruang ortodonsia lantai 2 RSGM FKG Unej.

Rudy, sapaan akrabnya, pun mencoba mengubah pola hidupnya. Dia mulai menata niatnya untuk melakukan lari pagi rutin. Lari sekitar empat kilometer setiap dua hari sekali. "Dua kilo jalan, dua kilonya lari di sekitar rumah," akunya.

Lari kecil itu dilakukan selama empat tahun, saat dirinya berumur 40 tahun. Hasilnya dirasakan, tubuhnya semakin sehat. Kegemaran olahraga mulai menjadi bagian dari hidupnya. "Akhirnya saya mencari informasi tentang event lari," ucapnya.

Pria kelahiran 15 Juli 1972 tersebut mulai menghubungi teman kuliahnya waktu di FKG Universitas Airlangga Surabaya. Dari sana, dia mendapatkan informasi tentang berbagai event lari maraton. Pertama ikut race

Jawa Pos di Suramadu sejauh 10 kilometer.
"Awalnya khawatir tidak kuat, namun karena banyak pesertanya semakin termotivasi," papaenya. Ada banyak peserta yang bergabung dalam event tersebut. Saat suami dari Yani Corvianindya itu semakin

memiliki semangat untuk menjadikan olahraga lari sebagai hobi yang tak bisa dilepaskan.
Lari maraton sejauh 5 kilometer, 10, half maraton hingga 50 kilometer dilakukannya. Bahkan seminggu sekali selalu ikut event lari maraton di luar kota. "Ikut berbagai event saya mulai sejak tahun 2016 lalu," aku pria 46 tahun tersebut.

Event lari kedua dilakukan dalam Borobudur Maraton sejauh 10 kilometer. Ayah dua anak itu mampu menyelesaikannya.

Tak hanya itu event yang terus diikuti dari berbagai kota, mulai dari Malang, Semarang, Bandung, Batu, Lombok, Pasuruan, Bondowoso, Banyuwangi, Depok, Bromo, Kelud Maraton, dan lainnya. Semua itu dilakukan hampir seminggu sekali di hari libur.

Ketika mengikuti Bromo Tengger Semeru Ultra 100 Maraton, dia harus menaklukkan jarak sepanjang 50 kilometer. Tentunya tak mudah, karena harus melewati jalan yang terjal, bahkan melewati jalan yang pasir. "Itu lebih sulit dibandingkan event yang lain," ungkapnya.

Namun dirinya berhasil menemouh jarak tersebut. Sebab, sebelum pelaksanaan harus mempersiapkan mental dan fisik terlebih dahulu sehingga ketika lari tidak mengalami kendala. "Perlu survey dulu lokasi lari, dan latihan," ucapnya.

Dia menambahkan untuk memilih lari Virgin Maraton di Kuala Lumpur Malaysia. Dia ingin membuat kenangan bahwa dirinya bisa menuntaskan jarak sejauh 42,195 kilometer di luar negeri. "Saya mampu
mencapainya selama 6 jam 30 menit, lebih cepat dari ketentuan," tuturnya.

Kegemaran lari yang menyehatkan itu tak ingin dilakukannya sendiri. sebab, dia merasakan manfaatnya yang begitu luar biasa. "Akhirnya saya ajak keluarga dan teman-teman untuk ikut lari," tuturnya.

Tak hanya itu, alumnus pascasarjana Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia lari di Jember itu membentuk komunitas lari di Jember, yakni Dentistry Runner. Mayoritas masih mahasiswa, namun semua orang bisa bergabung.

Di tingkat Jawa Timur, membentuk Komunitas Caniners Run yang diisi oleh teman-teman kuliahnya dulu. Mereka rutin berbagi informasi tentang event lari maraton. Kemudian bertemu dalam satu kegiatan.

Banyak orang ingin olahraga, tapi selalu merasa sibuk. Padahal, kuncinya hanya ada pada niat, kemudian melakukan. "Kalau sudah niat dan melakukan, siapa pun pasti bisa olahraga rutin," paparnya.

Di Jember, minat warga untuk lari maraton masih belum banyak. Ditambah dengan dukungan yang kurang memadai, seperti penyelenggara event. Padahal, beberapa warganya suah ada yang menjadi pelari maraton. "Ini perluterus digelorakan agar olahraga menjadi budaya warga," pungkasnya. (ci/hdi)

SUMBER : JP-RJ 18 APRIL 2018

Senin, 22 Oktober 2018

BANGKITNYA PENGGEMAR LOUHAN DI JEMBER, SETELAH TENGGELAM BELASAN TAHUN LALU

Penggemar Bermunculan Setelah Foto si Nonong Ramai di Medsos

Belasan tahun silam, ikan berkepala nonong ini jadi booming. Namun kondisi itu tak berlangsung lama. Kini, lewat sentuhan Komunitas Louhan Jember (KLJ), ikan yang sempat ngetren itu mulai 'hidup' lagi.

WAWAN DWI SISWANTO-Sukorambi

KENTAL nostalgia. Inilah  nuansa dalam lomba ikan di Rest Area, Jubung, Sukorambi, akhir pekan ini. Ada lomba ikan cupang juga lomba aquascape. Dari beberapa rangkaian acara tersebut, ada sesuatu yang berkesan , seperti masuk kembali ke area tahun 2000 an.

Lomba ikan louhan. Bagi pelajar yang masih duduk di bangku TK hingga SMA, tak banyak tahu tentang ikan mirip ikan mmujair tersebut. Tapi bagi tingkatan mahasiswa, orang dewasa hingga lanjut usia, layaknya masih berkesan dengan ikan ini.

Louhan memang sempat booming di awal tahun milenium tersebut. Dan kini seperti hilang begitu saja (sekitar 15 tahun lalu).

Dalam lomba di Rest Area tersebut, ada puluhan aquarium. Satu aquarium diisi satu ikan louhan. Untuk ukuran ikan juga bervariasi ada yang panjang hanya 5 cm hingga telapak orang dewasa. Ikan air tawar tersebut tidak hanya menawarkan berkepala nonong saja. sama seperti awal tahun 2000-an, daya tarik ikan louhan juga terdapat mutiara dan marking.

"Untuk penilaian lomba ini tidak hanya besar-besaran kepala, tapi juga mutiaranya, serta proposional bentuk ikan," ujar Fredy Mulyanto selaku ketua KLJ.

Berkat Komunitas Louhan Jember (klj) itulah louhan kembali hadir di tengah-tengah masyarakat Jember. Fredy waktu masih SMA memang penyuka jenis ikan ini. "Sekitar tahun 2002-2003 louhan ini sangat booming jadi banyak anak kecil sampai dewasa suka ikan louhan," ungkapnya.

Popularitas louhan cepat meredup, bahkan hilang begitu saja. Sekitar 15 tahun lamanya warga Jember jarang melihat ikan nonong itu. Awal mula Fredy kembali memelihara louhan adalah saat berkunjung ke Bandung, tahun 2011 lalu. "Waktu itu jalan-jalan ke Dago, Bandung, tidak sengaja ada lomba ikan louhan," katanya.

Berangkat dari sana, pria asal Sumbersari tersebut langsung membeli dengan harga cukup merogok kocek sekitar Rp 500 ribu. Dipelihara sebagai pajangan di ruang tamu, banyak temannya tertarik.

Getok tular dari mulut ke mulut semakin banyak pula teman Fredy ingin melihat louhan di kediamannya. "Dari sana banyak yang minat sampai membeli," tambahnya.

Semakin banyak yang pelihara louhan, juga makin tinggi uploud foto di medsos. Berangkat sana pecinta ikan louhan kembali bermunculan tapi juga tak sedikit anak muda yang baru tahu louhan ikut. Sehingga, kata Fredy, akhir tahun 2016 mendirikan komunitas.

Anggotanya kini 31 orang dan tidak hanya mereka yang ingin bernostalgia, tapi juga yang baru kenal ikan louhan. Satu tahun berdiri, komunitas ini pernah menyabet juara di Tulungagung 2017 kemarin. "Juara di kelas klasik," paparnya.

Kini harga ikan ini terus menanjak. Sepengetahuan Fredy ada yang capai Rp 50 juta. Untuk louhan di Jember, tambah dia, belum mencapai harga puluhan juta. "Pernah sih ikan dari Jember ini di tawar Rp 10 juta perekor. Tapi sama pemiliknya tidak dikasih," katanya.

Komunitas ini setiap pertemuan tidak melulu membahas jenis dan perawatan seperti apa. Tapi bagaimana caranya louhan ini tetap bertahan, agar tidak seperti 15 tahun sebelumnya. Jika dulu louhan hanya dilihat dari
keindahan, tapi kini juga dilihat kesehatannya. Salah satu caranya, adalah ikan itu agresif.

Dia menjelaskan, untuk saat ini indukan ikan louhan yang bagus adalah dari Thailand. "Dulu ikan ini memang dari Malaysia. Tapi kini Malaysia tidak lagi , dan dikembangkan di Thailand," paparnya.

Wilayah Jatim, tambah dia, menjadi daerah ketinggalan dalam masalah louhan. Sebab, daerah lain sudah bergeliat di Jatim baru-baru saja. "Memang paling parah louhan ini hilang dari peredaran  di Jatim," jelasnya. Sepengetahuan Fredy, se Eks Karisidenan Besuki, Jember dan Banyuwangi yang  punya perkumpulan louhan. (dwi/hdi)

SUMBER : JP-RJ 18 APRIL 2018

Minggu, 21 Oktober 2018

KOMUNITAS MUDA DUAFA, SEKELOMPOK SOSIAL ALUMNI SMPN 2 TANGGUL

Ketimbang Rasan-Rasan, Mending Gerilya Bantu Duafa

Beramal tak perlu menunggu kaya. Semakin banyak beramal, jangan khawatir takut miskin. Terlebih, setelah membaca pengalaman komunitas Muda Duafa. Seperti apa ?

RULLY EFENDI, Puger

SEKELOMPOK ibu muda terlihat sedang mondar-mandir mendatangi setiap kamar sempit di Panti Sosial Tresana Werdha Kasiyan Puger, sabtu (14/4) siang kemarin. Mereka menyapa para penghuni kamar yang semuanya lanjut usia (lansia, Red)

Satu persatu, lansia itu mereka ajak berkumpul ke satu ruangan di panti jompo. Ruangan itu mereka sebut dengan aula. Di aula itu, mereka menggelar kegiatan singkat, menghibur semua penghuni panti.

Namanya sudah mbah-mbah, pelilaku para lansia mulai kembali seperti anak-anak. Ada yang manja. Ada yang cuek. Namun, tak sedikit dai mereka antusias mengikuti kegiatan para ibu muda yang menanamkan Komunitas Muda Duafa.

Yuriska, salah seorang rombongan Komunitas Muda Duafa, sudah tahu apa yang perlu mereka lakukan di sana. Pertama, harus ada hadiah khusus untuk lansia. "Kalau tidak diberi kado, mereka tak akan seantusias ini," tuturnya.

Benar saja, saat ibu sau orang anak itu menjanjikan hadiah bagi yang berani tampil, nenek dan kakek berebut bernyanyi, menari, bahkan ada yang nekat baca puisi dan saling berbalas santun. Bahkan, kemarin nenek Rukayah yang sempat ramai dikabarkan makan rumput setahun lalu, tampil dengan Kidung Madura andalannya.

Hadiah yang diberikan sebenarnya biasa-biasa saja. Hanya baju bekas, hasil donasi anggota komunitas. Namun tampak spesial, karena meski hanya baju bekas, mereka bungkus layaknya kado ulang tahun.

Devi, penggagas Komunitas Muda Duafa, menilai komunitasnya hampir sama dengan kelompok sosial lainnya di Jember. Hanya saja, yang berbeda semua anggotanya para alumni SMPN 2 Tanggul. "Kami lulusan tahun 2003. Ketimbang reuniannya hanya gitu-gitu saja, kenapa tidak diarahkan untuk kegiatan sosial," katanya.

Reunian kemudian tak harus setahun sekali. Praktis, seminggu sekali pun mereka kopi darat (kopdar). Setiap pertemuannya, bergantian kerumah alumni satu ke lainnya. Terkadang harus memilih tempat nongkrong yang murah meriah. "Setiap kumpul, kami bahas aksi sosial untuk duafa," tuturnya.

Donasinya pun, hasil dari patungan para alumni. Bagi yang masih tinggal di Tanggul dan sekitarnya, donasi dijemput langsung. Namun, untuk yang diluar kota dan luar negeri, bisa memanfaatkan transfer bank. "supaya transparan, nomor rekening pakai komunitas dan ada laporan setiap kegiatan," imbuh perempuan dua orang anak tersebut.

Berkunjung ke panti jompo, salah satu program komunitas Muda Duafa. Namun yang pasti, sebulan sekali mereka punya aktifitas  door to door bagi sembako. Bahkan, jika ada tetangga anggotanya yang duafa dan butuh bantuan, gropyokan sosial pun dilakukan secara kondisional.

Pun demikian yang disampaikan Novika, salah satu penggagas Komunitas Muda Duafa. Sejatinya, para alumni yang bergabung dalam aksi sosial bentukannya masih menata ekonomi keluarganya masing-masing. Seperti dirinya, yang hanya membuka usaha jual beli pulsa.

Tetapi, kata Novika, sejak dia dan temannya rajin sedekah pada duafa, ekonomi keluarganya semakin cukup. sebab, yang dia rasakan, rezeki semakin lancar setiap kali usai beramal pada mereka yang tergolong kaum duafa. (rul/mgc/hdi)

SUMBER : JP-RJ 15 APRIL 2018

Kamis, 18 Oktober 2018

PERINGATI HARI BUKU SEDUNIA, KENALKAN ANAK PADA BUKU

Ajak Menggambar, Lalu Menceritakan Apa yang Sudah Digambar

Umumnya, memori yang terekam dalam ingatan anak-anak relatif tajam. Untuk itu, sejak kecil perlu ditanamkan memori dengan materi yang baik-baik. Salah satu caranya, menghidupkan budaya dongeng oleh orang tua pada anaknya.

BAGUS SUPRIADI, Sumbersari

UMI Chusnul Khotimah beguitu serius menyelesaikan cerita bergambar sebanyak 14 halaman yang dipegangnya. Beberapa muridnya, yakni dari TK Kartika 938 Tanggul, dengan seksama memperhatikannya. Sedangkan, orang tua anak-anak itu ikut mempersiapkan darai untuk menceritakan hasil gambarnya.

Pagi di aula Perpustakaan Daerah Jember itu, ada sekitar 40 tim dari Ikatan Guru TK Indonesia (IGTKI) Jember yang sedang mengikuti Lomba Cerita Bergambar, kemarin (23/4). Tak hanya guru yang datang, namun juga melibatkan orang tua dan anak dalam kegiatan itu.

Mereka datang membawa berbagai peralatan menggambar.

Kemudian, karya cerita bergambar itu akan diceritakan oleh wali murid bersama anaknya. "Saya menggambar cerita seorang anak yang memiliki keinginan membeli sepatu olahraga," kata Umi Khusnul.

Di sini, dia mengarah sebuah cerita bergambar tentang seorang anak yang berkeinginan untuk membeli sepatu olahraga. Namun, tak mudah untuk mendapatkannya. sebab, dia harus menabung terlebih dahulu. "Ceritanya tentang perjuangan anak untuk mendapatkan apa yang diinginkannya," tuturnya.

Perjuangan mencapai cita-cita itulah yang ingin disampaikan dalam cerita bergambar karangannya. Setelahnya, Yeni Rudiantie, orang tua dari Alifia menampilkan cerita tersebut di depan para orang tua murid lainnya.

Kisah yang ditulis oleh Chusnul tadi, kembali diceritakan oleh Yeni bersama anaknya. Dia penuh ekspresi, Yeni Rudiantie mengisahkan cerita tersebut. "Menabung itu adalah perbuatan baik yang harus dilakukan," kata Yeni.

Tak hanya Yeni yang bercerita sambil membawa anaknya. Namun, para orang tua lainnya juga ikut terlibat peringatan hari buku dengan tema Gerakan Nasional Orang Tua Membacakan Buku pada Anak (Gernasbaku) itu. "Kami ingin mengembalikan kebiasaan orang tua membacakan buku pada anaknya," kata Endang Suprihatin, ketua IGTKI Jember.

Menurut dia, kebiasaan itu mulai hilang seiring dengan perkembangan zaman. Orang tua sibuk dengan kegiatannya masing-masing. Bahkan, kerap memilih bermain gawai dari pada membacakan buku untuk anaknya. "Begitu juga anaknya, dibelikan gadget (gawai, Red)," tuturnya.

Memori anak yang terekam sejak kecil, kata dia, tidak akan mudah hilang ketika sudah besar. Oleh karena itu, membacakank buku menjadi cara yang paling mudah untuk menanamkan pengetahuan yang baik pada anak.

Pendidikan TK, lanjut kepala TK AL-Amien tersebut, harus melibatkan sinergitas antara wali murid, siswa, dan guru. Waktu berkumpul anak lebih banyak dengan orang tua ketika dirumah. "Dirumah, ornag tua bisa membiasakan membacakan buku untuk anak," ucapnya.

Sekolah di TK mempersiapkan mental anak untuk melanjutkan studi ke SD. Karakternya perlu dibentuk.
Salah satu caranya adalah membiasakan membaca. "Di TK mereka belajar melalui bermain," tuturnya.

Sementara itu Suci Arnani, pustakawan Jember menambahkan, tantangan yang terjadi sekarang adalah banyak orang tua yang lebih sibuk menggunakan gawai. Tradisi mendongeng sudah mulai ditinggalkan. Padahal, banyak nilai positif yang ada didalamnya.

Orang tua, kata suci, merupakan madrasah pertama bagi para anak-anaknya. Mereka menjadi contoh dan inspirator bagi anak, sehingga perlu memberikan teladan yang baik. "Kami bekerja sama dengan IGTKI agar orang tua dan anak gemar membaca," paparnya.

Harapannya, kata dia, agar gerakan membaca bisa diterapkan sejak dini. Hal itu tidak bisa dilakukan sendiri, namun perlu sinergi anatara guru, orang tua, murid, dan lembaga lainnya. "Mendampingi anak membiasakan membaca perlu terus digalakkan," tambah suci.

Bila tidak didampingi, anak akan lebih senang bermain gawai. Mulai dari bermain game hingga menonton vidio. Guna menghindari itu, anak-anak harus dikenalkan dengan dunia buku. Sehingga, bisa mengalihkan perhatian mereka pada gawai. (gus/mgc/hdi)

SUMBER : JP-RJ 24 APRIL 2018

Rabu, 17 Oktober 2018

MOH SYAIFUL ASHARI DAN RIZKY ISWANTUR RAHMAN, PELAJAR YANG IKUT TIM SINDO DHARAKA

Belajar Usai Latihan, Bermain di Babak Kedua Karena UNBK

Biasanya, tim Sindo Dharaka diperkuat oleh kalangan prajurit TNI. Namun, ada dua pelajar kelas III SMA yang ikut tim tersebut. Bahkan, ketika musim ujian seperti ini, keduanya harus pintar-pintar membagi waktu.

WAWAN DWI SISWANTO, Jember

BERPOSTUR tinggi, berkulit putih, dan berambut belah samping. Dia adalah Rizky Iswantur Rahman. Pemain sepak bola untuk Sindo Dharaka di Liga III punya peran penting di jangkar lini tengah. Berposisi sebagai gelandang bertahan, dia kerap kali melakukan intersep dan beberapa kali mencoba melakukan tendangan spekulasi luar kotak penalti.

Peran penting gelandang bertahan untuk menghentikan serangan lawan dan menstabilkan permainan dimaksimalkan betul oleh Rizky di babak kedua lawan Suryanaga Surabaya, Rabu 11 April kemarin, di stadion Notohadinegoro.

Al hasil, Sindo Dharaka berhasil mencetak dua gol di babak kedua dengan skor akhir 3-1(1-1).

Rizky turun di babak kedua bukan karena kondisinya tak fit atau pilihan strategi pelatih. Bahkan, dia juga tidak ada di bench pemain. Mengenakan seragam putih abu-abu, lengkap dengan sepatu, dan tas dia datang ke stadion di saat jeda pertandingan. "Ada UNBK, ini baru pulang," kata Rizky.

Pelajar yang duduk di bangku kelas III SMA V Jember ini mendapatkan jatah UNBK di sesi ke III, mulai pukul 14.00 - 15.00. Saat pelajar lain konsentrasi ke ujian, dia justru menunjukan mampu membagi waktu antara olahraga dengan sekolah.

Dia juga tidk takut kecapean di hari ujian tetap bermain bola. Fisik Rizky sudah terbiasa membagi waktunya antara olahraga dengan sekolah. "Sudah biasa, jadi nggak takut kecapean dan tidak belajar. Pulang pertandingan ya tetap belajar,' katanya.

Pelajar asal Mumbulsari yang hidup jadi anak kos ini punya cara sendiri agar antara sekolah dan olahraga itu berjalan. Dia mencontohkan seperti kondisi mendekati ujian dan Sindo Dharaka berkompetisi di Liga III, setiap pagi selalu menambah porsi latihan sendiri. "Subuh sekitar jam lima pagi lari-lari, sampai jam 6 pagi dan dilanjutkan masuk sekolah. Sepulang sekolah ikut latihan sore Sindo, sepulang latihan atau malam hari baru belajar," katanya.

Menurut dia, jika tidak latihan fisik sendiri, maka akan ketinggalan dengan fisik teman-temannya di Sindo yang latihan dua hari dalam sehari pagi dan sore. Hal yang dilakukan tersebut sempat dikhawatirkan oleh orang tuanya, karena takut tidak lulus sekolah.

"Sekarang kan ujian nasional dan UNBK tidak menentukan kelulusan. Apalagi, nilai belajar di sekolah baik-baik saja. Sehingga, orang tua merestui," paparnya.

Namun, Rizky tidak memeberitahu ke sekolah bahwa dirinya ikut Sindo Dharaka di kompetisi Liga III. "Kalau sekolah tidak tahu. Takut tidak diperbolehkan, apalagi saya kelas III dan waktunya ujian," jelasnya.

Membagi waktu sedemikian tersebut, dia berharap juga dilakukan dengan olahragawan yang masih berstatus pelajar. Sebab, atlet yang baik itu punya riwayat pendidikan yang baik pula.

Tidak hanya Rizky pelajar kelas III SMA yang turut bermain di Sindo Dharaka saat lawan Suryanaga. Ada juga nama Moh Syaiful Ashari. Berposisi bek kiri dia bermain full sepanjang pertandingan. "Kalau saya jadwal UNBK sesi pertama. jadi siang sudah pulang," katanya.

Syaiful tidak ada jadwal khusus penambahan latihan seperti Rizky. "Lari-lari setiap pagi jarang. Kalau ada waktu saja latihan sendiri," imbuhnya. Tapi untuk latihan sore di Sindo Syaiful tidak  pernah absen. Sama dengan Rizky, sepulang latihan barulah pelajar SMAN Umbulsari tersebut belajar. Dari Umbulsari ke lapangan Brigif setiap sore dia jalani. Meski tidak digaji dan tidak ada uang transport, dia tetap ikut latihan Sindo di tengah-tengah ujian sekolah.

Sepak bola adalah hobi sekaligus cita-cita Syaiful dan Rizky. Semakin sering bermain akan menambah jam terbang mereka. Sehingga, mengikuti kompetisi Liga III adalah kesempatan yang baik. Sindo Dharaka tim yang di predisikan jadi underlog justru jadi kuda hitam yang mampu memimpin klasemen sementara di grup G Wil Jatim Liga III (dwi/mgc/hdi)

SUMBER : JP-RJ 14 APRIL 2018

Selasa, 16 Oktober 2018

ABDUL HAKI, DARI MAKELAR TKI, KINI JADI AKTIVIS

Giat Advokasi Perlindungan Buruh Migran

Perjalanan hidup Abdul Haki terbilang berliku. Sempat menjadi buruh migran di Arab Saudi, ia juga sempat menjadi makelar atau perekrut TKI. Merasa punya beban mental, Haki lantas berhenti dari profesinya dan berwirausaha. Saat ini, Haki menjadi Kepala Desa Sumbersalak, dan aktif dalam ikhtiar memutus lingkaran setan mafia buruh migran.
ADI FAIXIN, Ledokombo

"HUJAN emas di negeri orang, masih lebih enak hujan batu di negeri sendiri." Ungkapan itu yang selalu di sampaikan Haki kepada warganya, termasuk kepada Jawa Pos Radar Jember, ketika ditanya keuntungan bekerja sebagai buruh migran.

Perjalanan hidup Abdul Haki bisa dibilang penuh warna. Terdesak oleh himpitan ekonomi, pada 1997 Haki nekat meninggalkan kampung halamannya berangkat ke Arab Saudi untuk menjadi buruh migran (istilah lamanya Tenaga Kerja Indonesia atau TKI).

Dari sinilah, awal mula perjalanan karier Haki di bidang buruh migran dimulai.

"Saat itu saya masih muda. Usia sekitar 28 tahun. saya awal mula bekerja di Mekah, Arab Saudi," tutur warga asli Dusun Paluombo, Desa Sumbersalak, Kecamatan Ledokombo, Jember ini. Dari bekerja di Mekah itulah, Haki bisa membeli rumah dan mobil di kampung halaman. Hasil yang diperoleh cukup signifikan, sebab dia berangkat bersama sang istri.

Toh bekerja di Kota Suci itu tidak lantas membuat Haki merasa betah. Dia hanya bertahan selama tiga tahun. Setelah merasa tabungannnya cukup, Haki memutuskan untuk pulang kampung. Namun, lagi-lagi karena kondisi perekonomian tak kunjung membaik, Haki hanya dua tahun bekerja di Jember.

"Waktu pulang pertama dari Arab Saudi, saya sempat bersumpah tidak akan kembali lagi ke sana. Tapi, karena kepepet ekonomi, ya tepaksa saya harus jadi TKI lagi," tutur Haki.

Tahun 2002, Haki kembali berangkat ke Arab Saudi sebagai buruh migran. "Saya berangkat lagi ke Arab Saudi  setelah berhasil mengumpulkan uang sebanyak 6 juta," tutur Haki.

Pada keberangkatannya yang kedua, Haki bekerja di Buroidah, kota terbesar dan sekaligus ibu kota provinsi  Al Qosim, yang ada di utara Arab Saudi. Namun, Haki hanya bertahan selama dua tahun di sana. "Kenang Bapak satu anak ini.

Seperti keberangkatannya yang pertama, kali ini Haki juga menggunakan jalur legal untuk berangkat ke negara yang memangku dua kota suci umat islam tersebut. Haki bekerja sebagai asisten rumah tangga di sebuah keluarga yang cukup berada di Saudi.

Haki relatif beruntung, karena tidak mendapatkan kasus-kasus yang serius selama bekerja di Arab Saudi. Namun, tidak berarti mulus. Selama dua kali bekerja di Arab Saudi, Haki tidak selalu mendapatkan hak-haknya sebagaimana yang tertuang di dalam kontrak perjanjian kerja.

"Kalau sudah bekerja di sana, kontrak kerja itu cuma formalitas. Tidak berlaku, karena banyak dilanggar. Kita tidak bisa menolak," jelas pria yang kini berusia 49 tahun ini.
Selama dua kali bekerja di Arab Saudi, Haki nyaris tidak pernah mendapatkan unag makan. Belum lagi soal jam kerja yang hampir pasti dilanggar, karena Haki harus bekerja melampaui jam kerja yang tertera di dalam kontrak.

"Saya tidak berani menuntut hak-hak saya, karena takut dipulangkan. Kata teman-teman yang sudah lama bekerja di sana, percuma mengadu kedutaan besar atau konjen Republik Indonesia. Karena yang ditangani di sana jauh lebih banyak dan kasusnya lebih serius dari sekedar pelanggaran hak pekerja,: tutur Haki.

Setelah kembali lagi ke Indonesia tahun 2004, Haki mengaku kapok untuk kerja lagi ke Arab Saudi. Salah satu yang paling mengesalkan bagi buruh migran seperti Haki adalah ketika gaji tidak di bayar atau terlambat di bayar hingga beberapa bulan. Dia menyesalkan hal seperti itu bisa dilakukan di negara yang mayoritas muslim seperti Arab Saudi.

"Padahal, mereka tahu hadis Nabi bahwa bayarlah upah pekerjamu sebelum keringatnya kering. Tpi ya tetap saja, hak-hak kita dilanggar," sesal Haki.

Sebenarnya, dikalangan buruh migran di Arab Saudi, ada istilah maktab istiqdam, sebutan untuk petugas perwakilan dari perusahaan pengerah jasa TKI (PJTKI) yang ditempatkan di kantong-kantong buruh migran asal Indonesia. Namun, keberadaan staf PJKTI tersebut tidak banyak membantu, malah kerap menyusahkan buruh migran Indonesia yang hendak mengadu. "Percuma mengadu ke mereka, karena mereka justru seringkali menjadi bagian dari mafianya," ungkap Haki.

Nasib buruh migran asal Indonesia di Arab Saudi, munurut Haki, lebih buruk di bandingkan dengan yang dialami pekerja asal filipina. "Karena kalau Indonesia diurusi oleh swasta. Sedangkan buruh migran asli filipina diurusi langsung keberangkatan dan segala sesuatunya oleh pemerintah setempat, sehingga lebih terkontrol," jelas Haki.

Diakui Haki, selama ini terkadang ada anggapan salah yang berkembang di masyarakat, bahwa bekerja sebagai buruh migran akan mendatangkan  jaminan kesejahteraan. ini karena selisih kurs mata uang Indonesia yang masih jauh dibandingkan di luar negeri.

"Sebenarnya, penghasilan dari buruh migran tidak jauh beda dengan kalu bekerja di Indonesia. Cuma karena terpaksa saja, tidak dapat pekerjaan di sini, makanya jadi TKI di luar," beber Haki.

Setelah pulang ke Desa Sumbersalak pada 2004, Hki memulai hidup baru dengan menjadi peternak ayam potong. Kali ini, peruntungannya lumayan berhasil. Selain menjadi peternak, Haki juga punya pekerjaan sampingan, yakni sebagai Petugas Lapangan (PL) yang mencari dan memberangkatkan warga untuk menjadi buruh migran ke luar negeri. Istilah lainnya adalah tekong atau makelar TKI.

"Sebenarnya saya tidak mencari, tetapi orang datang sendiri ke saya. Minta tolong diberangkatkan ke luar negeri untuk jadi buruh migra. Ya saya bantu sekalian," tutur Haki.

Pengalaman selama beberapa tahun menjadi buruh migran di Arab Saudi membuat Haki paham betul seluk-beluk keberangkatan untuk bekerja ke Timur Tengah. Oleh karena itu, sudah ratusan warga yang ia berangkatkan. meski mengantongi fee yang lumayan, namun jiwanya tak tenang.

"Saya punya beban moral, karena yang saya berangkatkan itu nyawa, bukan barang. Belum berangkat, sudah ditanya kapan berangkat. Sudah berangkat, masih ditanya, gimana kabarnya atau gajinya," kenang Haki.

Untuk mengurangi tekanan batinnya, Haki banyak menyisihkan sebagian pendapatan yang dia terima dari profesi tekong untuk kegiatan sosial. "Seperti nyumbang karpet masjid atau membantu janda atau yatim piatu yang membutuhkan," Kata haki.

Namun, tetap saja itu tidak membuat hatinya tenang. Puncaknya adalah ketika tahun 2013, Haki memutuskan untuk berhenti menjadi tekong. "Karena anak saya sering sakit kalu saya pergi ke Jakarta ngurus keberangkatan buruh migran. Tapi, setelah saya pulang, dia langsung sembuh. Dari situ, saya mulai berpikir, bahwa saya harus berhenti dari pekerjaan ini," tutur Haki.

Padahal, sejauh ini, dari ratusan buruh migran yang sudah diberangkatkan, belum ada satupun yang mengalami kasus serius. Salah seorang tetangganya yang ia berangkatkan ke Arab Saudi, bahkan berhasil menyekolahkan anaknya hingga sekarang bisa menjadi  perawat. "Cuma saya takut apes saja, ada kasus gitu," tutur Haki.

Empat bulan setelah memutuskan berhenti dari profesi tekong, Haki terpilih menjadi Kepala Desa Sumbersalak. Berangkat dari pengalaman dan kegelisahannya akan buruh migran, membuat Haki tergerak menjadikan aspek advokasi perlindungan buruh migran sebagai salah satu program utamanya dalam memimpin desa.

"Sebenarnya, PJTKI itu kalau tidak ambil untung terlalu besar dari buruh migran, insyaallah buruh migran kita tidak akan terlalu sengsara. Biasanya, karena majikan sudah dipatok terlau mahal, maka mereka bisa berbuat sewenang-wenang terhadap pekerjanya," ungkap Haki.

Dalam menjalankan misinya, Haki banyak dibantu oleh komunitas Tanoker dan Migrant Care, dua Non-Government Organization (NGO) yang fokus pada upaya advokasi buruh migran. Atas bantuan Migrant Care misalnya, Sumbersalak terpilih sebagai satu dari 18 desa di indonesia sebagai desa peduli buruh migran atau Desbumi. Dirintis sejak 2013, peresmiannya dilakukan langsung oleh Menakertrans Hanif Dhakiri pada 2015.

Sebagai desa percontohan, Desbumi Sumbersalak fokus untuk menyediakan layanan tingkat pertama seta memberikan informasi komprehensif kepada calon buruh migran, serta menerima pengaduan dari keluarga TKI. Bahkan, saat buruh migran kembali ke desa juga harus disiapkan re-integrasi ekonomi dan pemberdayaan mereka.

Kiprah Haki tidak hanya dilingkup desa saja. Sepanjang akhir 2015, Haki turut aktif bersama beberapa elemen  masyarakat lain untuk mengawasi revisi UU No.39 Tahun 2004 tentang penempatan dan perlindungan TKI. Bahkan, pada 17 Februari 2016, Haki turut diundang buruh migran lain, unruk mengikuti Rapat Dengsr Pendapat (RDP) dengan Komisi IX DPR RI di Jakarta, terkait revisi UU No.39/2004. Setelah melalui proses berliku, upaya itu akhirnya membuahkan hasil dengan disahkannya undang-undang tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia Nomor 18 Tahun 2017.

"UU yang lama kurang berpihak pada buruh migran, karena lebih menguntungkan  dan memperkuat peran swasta," kritik Haki.

Di tingkat desa, meski berbagai upaya telah diikhtiarkan Haki, masih tetap saja ada kasus yang menimpa buruh migran asal Desa Sumbersalak. "Selama saya memimpin, total ada 3 warga saya yang meninggal. Semuanya buruh migran di malaysia," tutur Haki. Terbaru adalah meninggalnya  saini, warga Desa Sumbersalak pada pertengahan Maret lalu, di Serawak Malaysia. Siani terbilang masih keponakan Haki. Atas kejadian itu, Haki merasa kecolongan.

"Mestinyna itu bisa diminimalisasi dengan memperkuat peran desa.Setidaknya untuk mencegah  terjadinya kasus. Jadi pendataannya harus lebih lengkap," tutur Haki.

Dalam waktu dekat, Haki berencana untuk lebih memperluas akses informasi bagi masyarakat yang berminat untuk bekerja di luar negeri. Meski demikian, berdasarkan pengalaman pribadinya, ia tetap mengimbau warganya agar lebih baik bekerja dikampung sendiri ketimbang ke luar negeri. "Biar bagaimanapun, masih lebih enak kerja di desa daripada ke luar negeri. Saya sudah merasakan," pungkas Haki. (ad/mgc/hdi)

SUMBER : JP-RJ 13 APRIL 2018

Senin, 15 Oktober 2018

KLINIK PRATAMA ROLAS MEDIKA RAIH PUNCAK PERINGKAT AKREDITASI NASIONAL

Satu-Satunya Klinik Pratama Swasta yang Dapat Paripurna

Resmi dibuka sejak tahun 2014 silam. Klinik Pratama Rolas Medika meraih sebuah prestasi yang sangat membanggakan. Klinik Pratama tersebut berhasil menjadi satu-satunya Klinik Pratama swasta yang meraih predikat akreditasi Paripurna dari Komisi Akreditasi Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) Kementrian Kesehatan RI.

LINTANG ANIS BENA K, Kaliwates

Klinik Rolas Medika Jember adalah salah satu unit bisnis PT Rolas Nusantara Medika, yang merupakan anak perusahaan dari PTPN XII. Selain Klinik Pratama Rolas Medika, PT Rolas Nusantara Medika juga memiliki beberapa klinik yang berada di bawah naungannya yaitu Klinik Banjarsari (Bangsalsari), Klinik Kalikempit (Banyuwangi), Klinik Rolas Medika Malang, Klinik Utama SHVC Surabaya, Dokter Praktek Pribadi (DPP) Surabaya.

Berdasarkan Surat Keputusan Nomor TU.01.03/VI.14/275/2018 yang dikeluarkan oleh kementrian Kesehatan RI, Klinik PratamaRolas Medika berhasil lolos dan meraih predikat akreditasi tertinggi bagi Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP), yaitu Paripurna.Ini menjadikan Klinik Pratama Rolas Medika sebagai Klinik Pratama swasta pertama yang memiliki akreditasi tertinggi di Indonesia.

Kepala Grup Klinik PT Rolas Nusantara Medika Makrup MKes menuturkan, tujuan dari kegiatan akreditasi tersebut salah satunya adalah untuk memenuhi ketentuan dari pemerintah, yang mewajibkan semua pihak penyedia layanan kesehatan baik Klinik Pratama maupun rumah sakit harus diakreditasi.

Selain itu, pihaknya juga selalu berkomitmen untuk meningkatkan mutu dan layanan klinik sesuai dengan standart yang baku. "Dengan segala upaya, kita selalu berusaha memenuhi komitmen tersebut," tegasnya.
Klinik Pratama Rolas Medika bisa dikatakan sebagai one-stop service untuk pelayanan kesehatan tingkat pratama. Klinik yang berlokasi di Jalan Gajah Mada 15 tersebut sudah memiliki dokter umum, dokter gigi, bidan, perawat, apoteker, serta tenaga farmasi yang berkompeten di bidangnya. "ketika pasien datang, tidak perlu bingung mau ngurus ke mana, sebab kita sudah menyediakan berbagai layanan, termasuk sistem laboratorium sederhana dan apotek," imbuhnya.

Pihaknya juga bekerja sama dengan jejaring laboratorium dan apotek untuk menyediakan tambahan layanan lain. Termasuk kerja sama dengan BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan sebgai trauma center tingkat pratama. "Ini menjadikan Klinik Pratama Rolas Medika sebagai klinik rawat jalan yang menyediakan  pelayanan medis dasar yang lengkap," imbuhnya.

Proses akreditasi ini sudah berlangsung sejak akhir 2017 lalu, namun keputusannya baru keluar Senin kemarin. Makrup bertekad untuk bisa membuat seluruh klinik agar dapat memperoleh akreditasi, ke depannya. "Nantinya, saya ingin seluruh klinik pratama di bawah naungan PT Rolas Nusantara Medika bisa memberikan layanan paripurna kepada masyarakat," tegasnya.

Perolehan akreditasi Paripurna ini menjadikan Klinik Pratama Rolas Medika sebgai pusat studi banding bagi klinik-klinik pratama lainnya. Sudah ada beberapa klinik baik di lingkup lokal Jember maupun regional Jawa Timur yang ingin berkunjung ke sini. "Kami melihat ini sebagai sarana sharing atau tukar pendapat, tujuannya supaya bisa terakreditasi dengan baik," kata Makrup.

Sejatinya, tawaran kunjungan ini sudah berdatangan sejak sebelum memperoleh status akreditasi. Namun, pihaknya tak berani mengiyakan, sebab belum ada surat keputusan yang turun dari Kemenkes RI. "Setelah turun, baru kami bisa jadwalkan kunjungan-kunjungan yang ada," lanjutnya.

Sementara itu, penanggung jawab Klinik Pratama Rolas Medika drg Hindun menuturkan, ada beragam aspek yang dinilai dalam akreditasi. Seperti manajemen klinik dan manajemen pelayanan medis, teknis dan operasional serta kualitas dan mutu pelayanan pasien, dan sistem administrasi.

"Setiap hari kunjungan, pasien di Klinik Pratama Rolas Medika selalu ramai, sehingga dibuka dua poli umum dengan dua dokter yang sellau stand by. Ini membuat pelayanan kami semakin efektif. Seiring dengan visi kami, yaitu menjadi klinik pratama terkemuka di Kabupaten Jember, didukung dengan prestasi capaian
peringkat akreditasi Paripurna ini," kata dia.

Peringkat akreditasi Paripurna ini tak lantas membuat Klinik Pratama Rolas Medika berhenti memberikan performa terbaiknya dalam melayani masyarakat Jember dan sekitarnya. Berkat komitmen dari seluruh pihak dan jajaran manajemen, termasuk dukungan dari Dinas Kesehatan Jember, pihaknya ingin baik internal maupun eksternal perusahaan dapat terus meningkatkan kinerjanya. "Termasuk memberikan peningkatan pelayanan kepada pasien," pungkasnya. (kl/lin/mgc/hdi)

SUMBER : JP-RJ 12 APRIL 2018

Minggu, 14 Oktober 2018

POJOK BRAILLE, FASILITAS MUSEUM HURUF YANG RAMAH DIFABEL

Karya Anak-Anak Tunanetra Juga Harus Diapresiasi Lewat Buku

Museum tidak hanya bisa dinikmati oleh orang-orang biasa, tetapi juga anak-anak tunanetra. Ini yang mendasari diresmikannya pojok Braille, salah satu fasilitas yang disediakan di Museum Huruf Jember. Seluruh koleksi aksara yang ditampilkan di sana diterjemahkan ke dalam aksara Braille.


LINTANG ANIS BENA K, Jember KOta

Halaman depan Museum Huruf Jember tampak lebih ramai, sabtu pekan lalu. Riuh oleh kehadiran para siswa dariSLB yang sengaja diundang untuk mengenal lebih jauh koleksi replika aksara-aksara yang ada di dalamnya. Namun, hampir seluruh pengunjung kali ini merupakan penyandang disabilitas, tepatnya tunanetra.

Para siswa berseragam cokelat ini tampak antusias kala memasuki ruang koleksi aksara.

Didampingi pemandu dan gurunya, mereka mendengarkan dengan cermat seluruh penjelasan mengenai sejarah dan ragam jenis huruf yang ditampilkan di sana. Untuk membantu visualisasi, pengelola mengizinkan mereka menyentuh langsung replikanya.

Ada sedikit perbedaan di ruang koleksi replika aksara di Museum Huruf saat ini. Di samping setiap relik yang dipajang, terdapat sebuah buku terjemahan masing-masing koleksi. Jika dibuka, sepintas memang tidak tampak tinta apapun di dalamnya, namun berupa kertas dengan tonjolan kecil-kecil di dalamnya.

Inilah aksara Braille, salah satu fasilitas yang baru diliris oleh pengelola Museum Huruf. Koleksi tulisan Braille yang disajikan merupakan bentuk terjemahan dari seluruh penjelasan yang terpajang. "Bagi penyandang tunanetra yang ingin mengetahui sejarah dan penjelasan masing-masing aksara, selain dari pemandu, juga bisa dibaca lewat buku Braille ini," ujar Ade pernama, pemilik Museum Huruf Jember ini.

Menurut Ade, hadirnya aksara Braille ini menambah koleksi aksara yang ada di Museum Huruf. Selain itu, hal tersebut juga menyiratkan bahwa seluruh elemen masyarakat bisa dan berkesempatan untuk memanfaatkan ruang publik yang ada di sekitarnya, termasuk museum.

"Kami menganggap museum sebagai ruang publik harus bisa dimanfaatkan oleh seluruh lapisan masyarakat. Dari platform kita sebagai pusat pendidikan yang setara, kami merasa ada yang kurang, mestinya kami juga bisa diakses siapa pun," terang pria yang tinggal di Probolinggo tersebut.

Gagasan ini, kata dia, sebenarnya sudah muncul sejak tahun lalu. Dirinya bersama relawan museum menjadi link yang bisa mentranformasikan seluruh aksara yang ada di museum ke dalam Braille. "Akhirnya, kita ketemu sama kelompok yang memang yang ahli dibidang Braille," imbuhnya. Selama kurang lebih dua minggu, seluruh koleksi bisa di terjemahkan ke aksara Braille.

Tak hanya menerjemahkan penjelasan ke aksara Braille, pihaknya juga menambah satu fasilitas  lagi yaitu pojok Braille. Di salah satu sisi ruangan tampak sebuah rak dengan koleksi buku-buku Braille yang bisa dibaca oleh pengunjung tunanetra. "Kawan-kawan yang difabel bisa masuk ke perpustakaan yang menyediakan pojok Braille untuk bisa ikut membaca," kata Ade.

Alasan Ade untuk mencetuskan Braille Corner ini tidak main-main. Selain ingin pandangan tunanetra bisa menikmati museum seperti masyarakat umum, dirinya juga ingin mengangkat literasi baca di kalangan dsabilitas dan mewadahi potensi difabel yang luar biasa.

"Berawal dari diskusi transformasi karya ke huruf Braille, kita menemukan fakta bahwa siswa dengan ketunaan sebenarnya memiliki banyak potensi dan koleksi seni, seperti cerpen dan puisi. Banyak siswa yang sering ikut lomba dan menang. Tetapi, selama ini hanya dihafal dikepala saja. Itu harus kita apresiasi dengan dibukukan," tegas Ade.

Apalagi, lanjut dia, koleksi buku Braille hanya terbatas pada buku baku dan pelajaran saja, tidak ada buku-buku jenis lain seperti novel dan puisi. "Mereka punya banyak karya sebenarnya. Kenapa tidak kita bukukan karya merka, misal bikin antologi puisi. Nanti kita buat dalam tulisan normal dan Braille," ujarnya.

Hal tersebut menjadi wadah bagi penyandang tunanetra untuk menyalurkan potensi yang mereka miliki. Sehingga, nantinya koleksi di pojok Braille tidak hanya terdiri dari buku baku saja, tetapi juga koleksi tulisan mereka sendiri. "Kami ingin mendorong kawan-kawan untuk lebih kuat di literasi," tegasnya.

Sementara itu, kepala SLB Branjangan Bintoro, Wahyono mengapresiasi hadirnya pojok Braille di Museum Huruf. Ini bisa membuat anak-anak penyandang tunanetra merasa diterima di masyarakat, serta menambah wawasan mereka.

Pihaknya kerap mengajak anak-anak melakukan kunjungan ke tempat-tempat umum seperti museum, dengan tujuan untuk mengenal lingkungan sekitar mereka. Ini bisa membuat mereka cepat beradaptasi apabila berada di tempat umum. "Kalau dia masuk ke sini otomatis bisa membaca dan melihat-lihat, serta belajar seperti orang normal," tandasnya.

Museum yang dibuka pada pertengahan Agustus lalu ini memang sedikit 'tersembunyi.' Jika dilihat dari luar, lokasii ini sama sekali tidak mencerminkan sebuah bangunan bersejarah, apalagi sebagai sebuah museum. Justru tempat yang berada di jalan Bengawan Solo ini lebih dikenal sebagai tempat nongkrong anak-anak muda.

Pemahaman mengenai aksara Nusantara ini juga menjadi salah satu program pengelola museum. Ade ingin mengajak generasi penerus untuk bisa membuka jendela melalui penulisan aksara. Banyak orang Indonesia yang tidak mengetahui aksara apa saja yang ada di Indonesia.

"Ini yang agak kritis. Saat ini kita masih fokus ke punulisan aksara Nusantara. Kita masih punya banyak aksara di Indonesia  yang belum dipelajari dan diketahui, salah satunya ketika pengenalan aksara melalui kelas aksara Sunda," paparnya.

Sebagai seorang praktisi museum dan heritage, Ade mencari keunikan-keunikan dan nilai jual yang bisa dia sajikan kepada masyarakat Jember dan sekitarnya. Apalagi, lokasinya cukup strategis, berada di wilayah akademis. "Bisa memberi warna untuk pendidikan di Jember," pungkasnya. (lin/mgc/hdi)

SUMBER : JP-RJ 11 APRIL 2018

Jumat, 12 Oktober 2018

LAGI, SISWA SMA NURIS BORONG JUARA OLIMPIADE EKONOMI

Munculkan Ahli Ekonomi dari Kalangan Pesantren

Siswa SMA Nuris kerap meraih juara dalam olimpiade ekonomi, mulai tingkat lokal hingga
nasional. Program IPS di sekolah ini dikembangkan secara serius. Menjadi wadah siswa untuk menjadi ahli bidang sosial, politik, geografi dan ekonomi.

BAGUS SUPRIADI, Sumbersari

Nanang Khoirul Anam dan Zulfa Maulida menjadi siswa yang mamp menginspirasi pelajar lainnya. Dua pelajar SMA Nuris itu kerap meraih juara dibidang ekonomi. Kemampuannya tak perlu diragukan lagi.

Setiap mengikuti kompetisi, selalu pulang membawa piala. Kali ini, Zulfa Maulida meraih juara satu olimpiade ekonomi tingkat Jawa Timur yang diselenggarakan oleh Himpunan Mahasiswa Pendidikan Ekonomi STKPI Pasuruan. Kemudian, Nanang meraih juara tiga dalam lomba yang diselenggarakan Maret 2018 lalu.

"Kami meraih piala Gubernur Jawa Timur," kata Nanang.

Menurut dia, perjuangan meraih juara bukan hal yang baru. Sebab, tampil dalam berbagai kompetisi sudah sering dilakukan. Baik di tingkat regional, hingga nasional.

Menurut dia, perjalanan malam hari menuju pasuruan tak membuatnya lelah. sebab, pagi hari harus langsung mengerjakan soal sebanyak 50. Isi soal mulai dari ekonomi, akuntansi, dan lainnya. Dua pelajar tersebut mampu mengerjakan soal dengan mudah.

Tak heran, mereka masuk ke sepuluh besar dan bisa melanjutkan kompetisi. Kemudian, dua santri Ponpes Nuris itu maju hingga babak tiga besar. Tak selesai disitu, mereka harus presentasi  untuk meraih juara satu hingga tiga. "Tema presentasinya tentang era ekonomi digital," aku siswa kelas XII IPS tersebut.

Presentasi dua SMA Nuris mampu membuat juri yakin dengan kemampuan mereka. Akhirnya, mereka langsung meraih juara satu dan juara tiga. Mereka pulang membawa kebanggaan bagi sekolahnya.

Prestasi itu bukan yang pertama diraih oleh Nanang dan Zulfa. Nanang sendiri pernah meraih juara dua dalam olimpiade ekonomi se-Jawa-Bali di Universitas Jembmer. Kemudian, pernah menjadi juara harapan III tingkat nasional di Unesa Surabaya.

Kemudian, Zulfa juga kerap meraih prestasi dalam berbagai perlombaan. Ditingkat kabupaten, dia berprestasi dalam OSN. Pernah menjadi juara satu tingkat Jatim dan lainnya. "Lebih dari 5 juara dibidang ekonomi," aku Zulfa.Semua itu, kata dia, didapatkan karena proses yang mendukung untuk belajar di SMA
Nuris. Belajar diprogram IPS membuatnya bisa menguasai berbagai bidang. Selaini ekonomi, juga sosial dan geografi. "Kami melatih kemampuan di ekstrakulikuler sekolah," jelas perempuan asal Kecamatan Tempurejo tersebut.

Sementara itu, Kepala SMA Nuris sekaligus pengasuh Ponpes Nuris Robith Qosidi menambahkan, prestasi yang diraih oleh pelajar program IPS merupakan bukti bahwa program buangan atau khusus anak-anak nakal.

"Di SMA Nuris, program IPS benar-benar menjadih wadah mengembangkan kemampuan siswa,"terangnya. Menurut dia, para pelajar bisa mendalami ilmu ekonomi di program tersebut.Sebab, ekonomi menjadi hal yang penting dalam kehidupan masyarakat.

Untuk itu, sekolah yang dipimpinya terus mendorong program IPS agar berkembang.para pelajar dilatih untuk menjadi ahli ekonomi yang unggul dan profesional.Harapanya,ketika terjun ke masyrakat bisa memberikan kontribusi yang besar.

Pengembangan yang dilakukan, lanjut alumni Al-azhar Mesir tersebut, melalui Madrasah Sains (M-Sains), kelas sains, kegiatan ekstrakulikuler, hingga kamar sains. Disana, para pelajar bisa fokus menggali bakatnya.

Selama ini, lanjut dia, semua pesantren selalu mempelajari fiqih Muamalah. Ilmu ekonomi menjadi bidang penting yang ditekuni di pesantren. "Harapnya, muncul para ilmuan ekonomi dari kalangan santri," tuturnya.

Sehingga, bisa memberikan kontribusi yang lebih besar pada bangsa dan negara. bahkan, tak hanya di bidang ekonomi, tetapi juga politik, budaya geografi, sosiologi, dan lainnya.

Kemampuan pelajar SMA Nuris dalam meraih prestasi cukup beragam. Mulai dari robotika karya tulis ilmiah, Bahasa Inggris, dan lainnya. Prestasi itu diraih berulangkali oleh para para santri.

"Kami juga ingin santri bisa menulis, punya keterampilan, bisa melakukan penelitian dan menulis," tambahnya. Sehingga, ketika lulus menjadi sosok yang kompeten dalam bidangnya. Pembiasaan melakukan riset dilakukan sejak dini, agar mereka bisa memahami persoalan. Kemudian mencarikan jalan keluarnya. selain itu, juga agar para santri bisa memiliki karya.

Ulama dulu, kata alumni Al-azhar kairo tersebut, banyak yang menuangkan pemikiran dan penemuannya dalam karyaa.Seperti Ibnu Sina, Alfarobi, dan tokoh-tokoh islam lainnya. Ponpes Nuris ingin memunculkan santri yang bisa melahirkan karya-karya tenar seperti ulama sebelumnya.

Untuk itu, mereka sudah dikenalkan dengan riset tentang berbagai hal sejak dini. mulai dari bidang kesehatan, ekonomi, teknologi inovasi, maupun astronomi dan ilmu falak. Sehingga membentuk pola pikir ilmiah seta mampu memunculkakknk gagasan dan karya dari kalangan pesantren. (kl/gus/mgc/hdi)

SUMBER : JP-RJ 10 APRIL 2018

KETIKA 150 PELUKIS MENGGAMBAR INDAHNYA PANTAI PAYANGAN

Jadi Temu Kangen, dari Bali pun Datang

Kira-kira, seperti apa ya Pantai Payangan di tangan para pelukis?
Makin elok, seksi, atau... Mari kita simak tulisan berikut. Kemarin, para pelukis menggoreskan Payangan di kanvasnya.
QOMARUDIN-Ambulu

BEBERAPA orang tengah menghadap kanvas di beberapa sisi pantai Payangan, Ambulu, Jember. Seolah ingin mengambil pemandangan yang paling elok untuk dilukis. Para seniman lukis tersebut dari berbagai daerah diJawa Timur dan Bali. Mereka menjadi satu di lokasi itu untuk melukis keindahan Pantai Payangan.

Acara yang dikemas santai tersebut merupakan salah satu upaya pemerintah untuk memperkenalkan destinasi Pantai Payangan kepada masyarakat Luas. Hasil karya dari para seniman tersebut nantikan akan diperjualbelikan kepada para pecinta lukis dan kolektor tentunya. sehingga keberadaan Pantai Payangan akan diketahui oleh banyak orang. Termasuk masyarakat yang menyukai seni.

Kegiatan semacam ini juga mendapatkan apresiasi sangat tinggi dari para seniman lukis. Bukan soal harga lukisan yang menjulang, melainkan saling bertemunya para pelukis dari berbagai pelosok daerah. "Bisa ketemu sama senior lukis sudah senang kalau ada acara yang seperti ini. Maka dari itu saya ikut serta disini," kata Edi Sisworo, Seniman lukis asal Situbondo.

Bukan hanya itu, acara yang mempertemukan banyak seniman lukis semacam ini juga mereka memanfaatkan untuk saling bertukar pendapat. Saling berdiskusi dengan hasil karya mereka selama ini. "Istilahnya tukar ilmu begitulah," tambah laki-laki 45 tahun tersebut. Sehingga event yang sejenisnya memang sangat diharapkan oleh para seniman.

Selain itu event yang mempertemukan banyak seniman juga bisa dijadikan ajang memperkenalkan karya mereka kepada publik. Dengan demikian, ada imbal balik kenapa para seniman tersebut diharuskan untuk melukis Pantai Payangan. "Saat ini waktunya seniman berkembang. Di Jember juga berkembang. Wajar seniman dari daerah lain seperti saya ikut nimbrung ke Jember," tuturnya.

Sementara itu, Kepala Dinas Pariwisata Jember Arif Tyahyono mengatakan hal ini merupakan usaha pemerintah untuk memberikan ruang kepada para seniman. Sehingga dari tangan para seniman tersebut destinasi Wisata Pantai Payangan mampu dikenal oleh masyarakat luas.

Dalam acara tersebut total ada 150 seniman lukis yang ikut dan berpartisipasi. mereka datang dari seluruh daerah jawa Timur dan Bali. "Tidak mudah mengumpulkan para seniman ini. Mereka sudah memiliki jadwal kesibukan masing-masing. Saya bersyukur kali ini cukup banyak para seniman yang bisa datang ke acara ini," Katanya.

Acara yang dilakukan dua tahun sekali tersebut akan terus dilakukan. Hal itu dikarenakan fungsi pemerintah dalam hal ini sebagai pembinaan, pengayoman dan memfasilitasi. "Selagi pemerintah mau menjalankan tiga program tersebut acara yang semacam ini pasti akan tetap ada yang dilaksanakan," tutupnya.

Dan ditangan para pelukis, ternyata Payangan bisa makin indah. Makin elok. Dan sungguh, makin seksi! (ras)

SUMBER : JP-RJ 9 APRIL 2018

Kamis, 11 Oktober 2018

LEKFAS, LEMBAGA KEROHANIAN YANG MENGUNJUNGI TINGGI TOLERANSI BERAGAMA

Hormati dan Pelajari Semua Agama Unuk Perdamaian

Unit kerohanian intrakampus bisanya hanya untuk satu agama saja. Namun, Lembaga Kerohanian Lekfas di Fakultas Ilmu Budaya (dulu Fakultas Sastra, Red) Universitas Jember ini Tergolong unik. Mereka tak hanya satu agama. Toleransi tinggi antar umat ini untuk meningkatkan kerukunan di kampus.

RANGGA MAHARDIKA, Jember Kota

ADA yang berbeda di sebuah vihara di kawasan Kecamatan Panti, siang itu. menjelang pelaksanaan Imlek, ada sekelompok pemuda yang tampak bersih-bersih di area tempat ibadah tersebut.

Menariknya, beberapa peserta 'kerja bakti' ini di antaranya ada yang menggunakan jilbab. Bahkan, mahasiswinya muslim ini ikut berdiskusi bersama dengan pemuka di agama di vihara itu.

 "ini adalah kegiatan berkunjung ke tempat ibadah sejumlah agama yang ada di jember.

Kegiatan ini rutin dilaksanakan oleh Lembaga Keharmonian Lekfas FIB Unej," jelas Farid Hidayat, salah satu aktivis Lekfas, beberapa waktu lalu.

Padahal, sebagian besar anggota Lekfas adalah anak-anak muslim. "Kadang kami mengunjungi gereja, vihara, pura, klenteng, dan masjid tentunya," lanjutnya.

Lekfas memang menekankan toleransi yang sangat tinggi. "Lekfas ini didirikan tahun 1996. Saat  meletus pembakaran gereja di Situbondo," jelasnya.

Saat itu, senior Farid Hidayat sengaja membentuk Lekfas untuk meredam emosi warga kampus atas aksi itu, dan meningkatkan kembali toleransi beragama. Sehingga, Lekfas menjadi wadah dialog antar umat beragama.

Lama-kelamaan, kegiatan kelompok ini terus berkembang dari hari ke hari. Salah satunya adalah kegiatan berkunjung dan berdiskusi pemuka berbagai agama. "Diskusi ini menjadi agenda rutin," jelasnya.

Kegiatan ini dilakukan untuk lebih mengenal agama yang ada di indonesia, khususnya jember. Sehingga, semua anggota bisa kenal dengan semua agama yang ada.

Tentu saja, banyak cerita dan pengalaman yang bisa dibagikan dengan kegiatan ini. bahkan, saat awal mengajak anggota baru di buat bengong dan takjub dengan kebiasaan yang berbeda yang di jalani oleh mereka.

Misalnya, di dalam tempat ibadah ada alat musik, ada mimbar, kadang ada yang membakar dupa. "Lantai sangat bersih tapi sandal sepatu bebas masuk," selorohnya.

Bahkan, ada teman muslim yang masuk ke gereja sandalnya dilepas. "Dikiranya kayak di masjid. kalau di islam kan sudah dimarahi kalau masuk masjid pakai sandal," ucap Farid, menceritakan pengalaman lucu saat kegiatan silaturahmi antar beragama itu. "banyak sekali cerita lucu lainnya," lanjutnya.

Tujuan kegiatan ini hanya untuk memahami tentang ritual keagamaan  yang di lakukan oleh semua agama yang ada. sehingga, semua anggota di lembaga kerohaniaan lekfas yang juga berasal dari berbagai agama ini akan mengetahui tentang ritual dan maksud dari kegiatan yang dilakukan.

"Hanya untuk pengetahuan. tidak sampai mengubah mindset dan keyakinan masing-masing," jelas mantan ketua lekfas periode 2016-2017 ini.

Kelompok ini juga sangat ringan tangan ketika membantu semua unit Kegiatan Kerohanian sejumlah agama yang ada di Unej. Mereka saling membantu berbagai peringatan hari besar agama apapun yang digelar oleh UKK diwilayah Unej, tanpa melihat agama. Sehingga, ini menimbulkan rasa persaudaraan antaragama yang ada. Jika lekfas ada kegiatan, maka semua anggota dari berbagai agama juga ikut membantu.

"Paling tidak, semua anggota akan berubah pandangan dan pengetahuan tentang agama yang lain. Bawa sesungguhnya semua gama penuh dengan kebaikan," jelasnya.

Inilah yang terus ditularkan di kampusnya, sehingga bisa mengajak semua orang untuk saling menghormati dan meningkatkan toleransi antar umat beragama. Bahkan, kini banyak anggota dari luar Fakultas yang ikut bergabung dalam berbagai kegiatan Lekfas tersebut.

Sementara Ahmad Khoirul  Huda, ketua Lekfas periode 2017-2018 mengatakan, lekfas sengaja menggalakkan kegiatan ini, karena saat ini sedang marak kegiatan intoleransi dan radikalisme. "Saya kira, kegiatan seperti ini efektif untuk menurunkan radikalisme yang terus mengancam bangsa  indonesia," jelas Ahmad Khoirul Huda.

Mereka juga aktif mengadakan diskusi dan seminar tentang Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dan Pancasila. Selain itu, mereka juga terus kampanye tentang toleransi dengan bentuk lain, yakni dengan tulisan. Yakni menggunakan berbagai media seperti blog dan sebagainya. "Termasuk mengerjakan LKTI, temennya selalu keragaman lintas budaya," tuturnya.

Menurut Huda, panggilan akrabnya, pihaknya juga tengah mengkampanyekan toleransi ini kesejumlah sekolah dan pondok pesantren. "kami ingin adik-adik kami dipupuk tenggang rasa dan toleransi sejak dini," terangnya. Sehingga, ke depan menjadi generasi yang cinta damai dan saling menghormati di tengah perbedaan. (ram/mgc/hdi)

SUMBER : JP-RJ - 7 APRIL 2018

Rabu, 10 Oktober 2018

ISMAN, PENGGIAT MUSIK PATROL DARI DESA CANDI JATI, ARJASA

Musik Ini Tak Sekedar Buang Stres, Tapi Juga Melestarikan Budaya

Kesenian tradisional perlu tokoh. Juga perlu anak-anak untuk terus regenerasi. Itulah konsep yang dianut Isman, bersam anak-anak dari Desa Candi Jati yang tergabung di Arca Patrol. Sejak mendirikan musik -atrol pada 1980 lalu, kentongannya rela di pinjam-pinjamkan hingga rusak.

WAWAN DWI SISWANTO,Arjasa

SUARA seruling itu nyaring terdengar. lan tuntunan alat musik tiup semakin memanjakan telinga jika di padukan dengan kentongan. Dari ritme pelan ke ritme cepat membuat siapa saja yang mendengar ingin bergoyang.

Tidak ada suara gendang bukan berarti musik dangdut.Juga tidak ada gitar, drum, bass dan musik elektrik lainnya. Itu adalah musik patrol. Musik yang di kenal luas sebagai musik tradisional dari jember.

Di jember tidak hanya memiliki satu kelompok musik patrol. tapi banyak terbentuk, dan tersebar di beberapa wilayah. Jika bulan puasa tiba, musik tradisional ini kian eksis.

Banyak kelompok musik patrol yang selalu menginspirasi. salah satunya adalah dedikasi yang di tunjukan tokoh musik patrol dari Desa Candi Jati Kecamatan Arjasa bernama Isman. Mengenakan busana sakera (baju khas Madura) Isman begitu energik. senada pula dengan musik tradisional yang dibawakan.

Isman usianya tidak muda lagi. kurang satu tahun lagi usianya 80 tahun. tetapi, banyak yang mengira masih usia 60 tahun. karena intuisi musiknya masih bagus dan belum pikuun. "Awet muda jika kumpul sam anak-anak," selorohnya.

Isman memang sering bermain patrol bersama anak-anak SD. "grup musik patrol ini bersama Arca Anak Candi di Jadi. ini kami bentuk sekitar 1980. ingat saya, setelah diberi kentongan, baru bentuk grup musik," jelas Isman.

Kakek ini mengaku mulai bermain musik tradisional dari peralatan milik tetangganya. "kentongan besar-besar separti ini dulu jarang yang punya. Biasanya, kentongan itu ada di pagupon (rumah merpati,Red)." katanya. Kentongan pertama milik Isman diberi oleh pemilik pagupon.

Berangkat dari itu, dia dan temannnya membentuk sebuah grup musik patrol. Menurut dia, musik patrol tidak hanya membuat jiwanya senang, menghilangkan stres, melestarikan budaya. Tapi juga mendapat pahala. "patrol ini adalah untuk membangunkan orang sahur. Aktivitas ini positif dan terus dilestarikan. Jadi musik patrol harus tetap lestari," paparnya.

Pria yang memiliki enam cucu ini mengaku harus mengeluarkan  waktu, tenaga, dan uang setidaknya satu bulan sekali. Bukan untuk latihan. Tapi merawat, memperbaiki, hingga membuat kentongan baru. Kentongan berwawrna merah dengan ukuran berbeda-beda tersebut serng di pinjam.

Isman tidak menarik uang sewa, juga tidak meminta ganti jika rusak parah hingga tak bisa diperbaiki. "Kentongan saya dulu itu diberi orang. Kalau dipinjam ya silahkan saja," tambahnya.

Meminjamkan kentongan secara gratis, bagi isman adalah balas budi kepada orang yang dulu juga pernah memberikan kentongan padanya.

Di balik itu, untuk melestarikan kesenian tradisional tersebut butuh media untuk merangsang generasi penerus untuk mencobanya.Dari anak yang mencoba bermain kentongan, dari sana mereka akan suka musik patrol. Cara mudah dan tak muluk-muluk itulah yang di pakai Isman melestarikan kesenian tradisional dari Jember ini. (dwi/mgc/hdi)

SUMBER : JP-RJ 7 APRIL 2018

KREATIFITAS WARGA DESA SIDOMEKAR UBAH PASAR KUMUH JADI MURAL

Ini Strategi Untuk Memikat Pembeli Datang ke Sini Awalnya, hanya sebuah pasar Krempyeng yang kumuh di dalam gang. namun, sejak April pem...