Penggemar Bermunculan Setelah Foto si Nonong Ramai di Medsos
Belasan tahun silam, ikan berkepala nonong ini jadi booming. Namun kondisi itu tak berlangsung lama. Kini, lewat sentuhan Komunitas Louhan Jember (KLJ), ikan yang sempat ngetren itu mulai 'hidup' lagi.
WAWAN DWI SISWANTO-Sukorambi
KENTAL nostalgia. Inilah nuansa dalam lomba ikan di Rest Area, Jubung, Sukorambi, akhir pekan ini. Ada lomba ikan cupang juga lomba aquascape. Dari beberapa rangkaian acara tersebut, ada sesuatu yang berkesan , seperti masuk kembali ke area tahun 2000 an.
Lomba ikan louhan. Bagi pelajar yang masih duduk di bangku TK hingga SMA, tak banyak tahu tentang ikan mirip ikan mmujair tersebut. Tapi bagi tingkatan mahasiswa, orang dewasa hingga lanjut usia, layaknya masih berkesan dengan ikan ini.
Louhan memang sempat booming di awal tahun milenium tersebut. Dan kini seperti hilang begitu saja (sekitar 15 tahun lalu).
Dalam lomba di Rest Area tersebut, ada puluhan aquarium. Satu aquarium diisi satu ikan louhan. Untuk ukuran ikan juga bervariasi ada yang panjang hanya 5 cm hingga telapak orang dewasa. Ikan air tawar tersebut tidak hanya menawarkan berkepala nonong saja. sama seperti awal tahun 2000-an, daya tarik ikan louhan juga terdapat mutiara dan marking.
"Untuk penilaian lomba ini tidak hanya besar-besaran kepala, tapi juga mutiaranya, serta proposional bentuk ikan," ujar Fredy Mulyanto selaku ketua KLJ.
Berkat Komunitas Louhan Jember (klj) itulah louhan kembali hadir di tengah-tengah masyarakat Jember. Fredy waktu masih SMA memang penyuka jenis ikan ini. "Sekitar tahun 2002-2003 louhan ini sangat booming jadi banyak anak kecil sampai dewasa suka ikan louhan," ungkapnya.
Popularitas louhan cepat meredup, bahkan hilang begitu saja. Sekitar 15 tahun lamanya warga Jember jarang melihat ikan nonong itu. Awal mula Fredy kembali memelihara louhan adalah saat berkunjung ke Bandung, tahun 2011 lalu. "Waktu itu jalan-jalan ke Dago, Bandung, tidak sengaja ada lomba ikan louhan," katanya.
Berangkat dari sana, pria asal Sumbersari tersebut langsung membeli dengan harga cukup merogok kocek sekitar Rp 500 ribu. Dipelihara sebagai pajangan di ruang tamu, banyak temannya tertarik.
Getok tular dari mulut ke mulut semakin banyak pula teman Fredy ingin melihat louhan di kediamannya. "Dari sana banyak yang minat sampai membeli," tambahnya.
Semakin banyak yang pelihara louhan, juga makin tinggi uploud foto di medsos. Berangkat sana pecinta ikan louhan kembali bermunculan tapi juga tak sedikit anak muda yang baru tahu louhan ikut. Sehingga, kata Fredy, akhir tahun 2016 mendirikan komunitas.
Anggotanya kini 31 orang dan tidak hanya mereka yang ingin bernostalgia, tapi juga yang baru kenal ikan louhan. Satu tahun berdiri, komunitas ini pernah menyabet juara di Tulungagung 2017 kemarin. "Juara di kelas klasik," paparnya.
Kini harga ikan ini terus menanjak. Sepengetahuan Fredy ada yang capai Rp 50 juta. Untuk louhan di Jember, tambah dia, belum mencapai harga puluhan juta. "Pernah sih ikan dari Jember ini di tawar Rp 10 juta perekor. Tapi sama pemiliknya tidak dikasih," katanya.
Komunitas ini setiap pertemuan tidak melulu membahas jenis dan perawatan seperti apa. Tapi bagaimana caranya louhan ini tetap bertahan, agar tidak seperti 15 tahun sebelumnya. Jika dulu louhan hanya dilihat dari
keindahan, tapi kini juga dilihat kesehatannya. Salah satu caranya, adalah ikan itu agresif.
Dia menjelaskan, untuk saat ini indukan ikan louhan yang bagus adalah dari Thailand. "Dulu ikan ini memang dari Malaysia. Tapi kini Malaysia tidak lagi , dan dikembangkan di Thailand," paparnya.
Wilayah Jatim, tambah dia, menjadi daerah ketinggalan dalam masalah louhan. Sebab, daerah lain sudah bergeliat di Jatim baru-baru saja. "Memang paling parah louhan ini hilang dari peredaran di Jatim," jelasnya. Sepengetahuan Fredy, se Eks Karisidenan Besuki, Jember dan Banyuwangi yang punya perkumpulan louhan. (dwi/hdi)
SUMBER : JP-RJ 18 APRIL 2018
Tidak ada komentar:
Posting Komentar