Gelorakan Semangat Lari Lewat Dentistry Runner dan Caniners Run
Kesadaran tentang hidup sehat dengan olahraga lari muncul saat tubuhnya mulai melemah. Tak kuat mengayuh sepeda dalam waktu yang lama dan jarak yang jauh. Untuk itulah, Rudy bangkit menjadi pelari maraton hingga sekarang.
BAGUS SUPRIADI, Tegalboto
Tak hanya itu, kekurangan olahraga membuat tubuhnya tak segar. Bangun tidur, justru merasa tidak enak. Hal itu membuat dirinya tak nyaman dengan keadaan itu. Padahal sejak kecil, olahraga lari sudah menjadi kegemarannya di Surabaya.
Suatu hari, dia membelikan sepeda anaknya. Iseng-iseng, dia mencoba mengayuh sepeda itu. Namun jalan tak begitu jauh, napasnya sudah tersengal-sengal. "Saat itu saya mulai sadar sudah tidak bergelut dengan olahraga," katanya ketika ditemui di ruang ortodonsia lantai 2 RSGM FKG Unej.
Rudy, sapaan akrabnya, pun mencoba mengubah pola hidupnya. Dia mulai menata niatnya untuk melakukan lari pagi rutin. Lari sekitar empat kilometer setiap dua hari sekali. "Dua kilo jalan, dua kilonya lari di sekitar rumah," akunya.
Lari kecil itu dilakukan selama empat tahun, saat dirinya berumur 40 tahun. Hasilnya dirasakan, tubuhnya semakin sehat. Kegemaran olahraga mulai menjadi bagian dari hidupnya. "Akhirnya saya mencari informasi tentang event lari," ucapnya.
Pria kelahiran 15 Juli 1972 tersebut mulai menghubungi teman kuliahnya waktu di FKG Universitas Airlangga Surabaya. Dari sana, dia mendapatkan informasi tentang berbagai event lari maraton. Pertama ikut race
Jawa Pos di Suramadu sejauh 10 kilometer.
"Awalnya khawatir tidak kuat, namun karena banyak pesertanya semakin termotivasi," papaenya. Ada banyak peserta yang bergabung dalam event tersebut. Saat suami dari Yani Corvianindya itu semakin
memiliki semangat untuk menjadikan olahraga lari sebagai hobi yang tak bisa dilepaskan.
Lari maraton sejauh 5 kilometer, 10, half maraton hingga 50 kilometer dilakukannya. Bahkan seminggu sekali selalu ikut event lari maraton di luar kota. "Ikut berbagai event saya mulai sejak tahun 2016 lalu," aku pria 46 tahun tersebut.
Event lari kedua dilakukan dalam Borobudur Maraton sejauh 10 kilometer. Ayah dua anak itu mampu menyelesaikannya.
Tak hanya itu event yang terus diikuti dari berbagai kota, mulai dari Malang, Semarang, Bandung, Batu, Lombok, Pasuruan, Bondowoso, Banyuwangi, Depok, Bromo, Kelud Maraton, dan lainnya. Semua itu dilakukan hampir seminggu sekali di hari libur.
Ketika mengikuti Bromo Tengger Semeru Ultra 100 Maraton, dia harus menaklukkan jarak sepanjang 50 kilometer. Tentunya tak mudah, karena harus melewati jalan yang terjal, bahkan melewati jalan yang pasir. "Itu lebih sulit dibandingkan event yang lain," ungkapnya.
Namun dirinya berhasil menemouh jarak tersebut. Sebab, sebelum pelaksanaan harus mempersiapkan mental dan fisik terlebih dahulu sehingga ketika lari tidak mengalami kendala. "Perlu survey dulu lokasi lari, dan latihan," ucapnya.
Dia menambahkan untuk memilih lari Virgin Maraton di Kuala Lumpur Malaysia. Dia ingin membuat kenangan bahwa dirinya bisa menuntaskan jarak sejauh 42,195 kilometer di luar negeri. "Saya mampu
mencapainya selama 6 jam 30 menit, lebih cepat dari ketentuan," tuturnya.
Kegemaran lari yang menyehatkan itu tak ingin dilakukannya sendiri. sebab, dia merasakan manfaatnya yang begitu luar biasa. "Akhirnya saya ajak keluarga dan teman-teman untuk ikut lari," tuturnya.
Tak hanya itu, alumnus pascasarjana Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia lari di Jember itu membentuk komunitas lari di Jember, yakni Dentistry Runner. Mayoritas masih mahasiswa, namun semua orang bisa bergabung.
Di tingkat Jawa Timur, membentuk Komunitas Caniners Run yang diisi oleh teman-teman kuliahnya dulu. Mereka rutin berbagi informasi tentang event lari maraton. Kemudian bertemu dalam satu kegiatan.
Banyak orang ingin olahraga, tapi selalu merasa sibuk. Padahal, kuncinya hanya ada pada niat, kemudian melakukan. "Kalau sudah niat dan melakukan, siapa pun pasti bisa olahraga rutin," paparnya.
Di Jember, minat warga untuk lari maraton masih belum banyak. Ditambah dengan dukungan yang kurang memadai, seperti penyelenggara event. Padahal, beberapa warganya suah ada yang menjadi pelari maraton. "Ini perluterus digelorakan agar olahraga menjadi budaya warga," pungkasnya. (ci/hdi)
SUMBER : JP-RJ 18 APRIL 2018
Tidak ada komentar:
Posting Komentar