Banyak DIbantu Dosen, Kuliah Sambil Dagang dan Ngajar
Semula, Ida Saida sempat terpukul ketika sang ayah wafat. Dukungan motivasi dari dekan dan para dosen membuatnya bangkit hingga bisa meraih gelar wisudawan terbaik Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam (FEBI) IAIN Jember, kemarin. Untaian kalimat penuh makna dalam karya sufistik Jalaluddin Rumi, turut memberi suntikan semangat hidupnya.
ADI FAIZIN, Kaliwates.
RONA muka gembira terpancar dari wajah Ida Saida . Di sela-sela profesi yudisium yang digelar Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam (FEBI) IAIN Jember kemarin, Ida menyempatkan diri untuk menemui Jawa Pos Radar Jember. "Alhamdulillah, senang sekali. Meski Ayah-ibu tidak ada di sini," tutur Ida.
Dalam wisuda yang digelar IAIN Jember pada sabtu (28/04) pagi kemarin, Ida mendapatkan posisi yang cukup spesial. Tidak sekedar lulus, Ida juga meraih gelar sebagai wisudawan terbaik dari FEBI.
Dengan masa studi 3 tahun 7 bulan, Ida juga memperoleh gelar wisudawan tercepat di fakultas tersebut. Torehan indeks prestasi kumulatif (IPK) 3,89 juga menempatkannya menjadi salah satu kandidat lulusan terbaik dalam wisuda IAIN Jember kali ini.
Di balik capaian tersebut, bukan yang mudah bagi Ida untuk meraih gelar terbaik itu. Pada tahun keduanya kuliah, sang ayah, yakni Solehan, wafat karena sakit. Kepergian sang ayah ini begitu terasa, karena sebelumnya, sang ibu, yakni Jar'ah juga sudah meninggal dunia. Sang bunda meninggal ketika Ia duduk di kelas 1 madrasah aliah. "Waktu itu sangat terpukul. Tidak terpikir bisa menyelesaikan kuliah," ujar gadis asal banyuwangi ini.
Setelah menunggu proses penyembuhan sang ayah selama tujuh hari, Ida harus membatalkan kepulangannya ke Jember karena ayahanda meninggal dunia. Setelah lewat tujuh hari, barulah Ida kembali dari rumahnya di Banyuwangi ke Jember. "Karena waktu itu sudah UTS. Untungnya dibantu catatan dari teman-teman," ujar Ida.
Beruntung, di saat kondisi sedang berduka, ada banyak tangan yang membantu Ida untuk bangkit kembali. Ida merasa banyak diberi motivasi dan dorongan semangat dari dosen-dosennya di FEBI.
"Salah satu yang paling terkenang selama kuliah adalah ketika saya sedang berduka, dosen-dosennya banyak memberi semangat. Terutama pak Dekan (Moch Chotib, Red) ketika itu menasihati saya agar tetap sabar, banyak berdoa dan tahajud. Beliau memotivasi saya untuk percaya pada janji Allah jika kita berusaha, sabar, dan berdoa," ujar gadis kelahiran 8 Februari 1996.
Selain motivasi dari dosen, gubahan kalimat-kalimat indah dari salah satu sufi terbesar sepanjang masa, Jalaluddin Rumi, juga menjadi energi tersendiri bagai Ida ketika ia berduka setelah ditinggal ayah tercinta. penggalan-penggalan syair penuh makna yang terkandung dalam kitab Matsnawi karya Rumi, seolah membiusnya untuk terus semangat menjalani hidup.
"Syair-syairnya itu selain mengajarkan cinta, juga membuat saya lebih sabar. Karena tidak gampang bagi saya ketika tidak ada orang tua, sedangkan saya masih ada adik. Saya tersadar, bahwa hidup itu harus diperjuangkan," ujar Ida.
Ikhtiar spiritual juga menjadi salah satu kiat Ida selama menuntut ilmu di FEBI IAIN Jember. Seperti puasa senin-kamis yang kerap dianjurkan para dosennya kepada Ida. "Selain ibadah, juga lumayan untuk ngirit ongkos," ujar Ida sembari tersenyum manis.
Faktor ekonomi memang menjadi tantangan lain bagi Ida selama menempuh studi di IAIN Jember. Setelah kepergian sang ayah, Ida memang dituntut mandiri. Karena itu, untuk membiayai kuliahnya, Ida menempuh berbagai cara. Mulai dari mengajar hingga berdagang.
"Aku pernah jualan keripik pare khas Banyuwangi, karena di Jember jarang yang jual. Pare iitu kan makanan pahit, tapi bisa diolah menjadi cemilan yang renyah. Para dosen dan pak Dekan juga suka loh," tutur Ida setengah berpromosi.
Selain itu, Ida hingga kini juga berjualan makaroni. polanya cukup sederhana, yakni dengan sistem reseller. "Awalnya itu aku beli makaroni, iseng aku posting ukuran dan harganya serta testimoni rasanya. Ternyata banyak yang respons. Jadi sekalian aja aku jual," tutur gadis yang aktif di UKM Korps Sukarelawan PMI semasa kuliah. "Seperti yang aku serap dari kuliah marketing. Jadi aku kemas dengan desain kemasan yang menarik, kasih label dan strategi promosi khusus. Respons pasar lumayan juga,: jelas Ida.
Selain berjualan, Ida juga dengan mengajar. Setiap habis salat magrib, Ida mengajar privat di rumah Ani Budiastutie, yang merupakan Kasubag Keuangan FEBI. "Alhamdulillah secara keuangan aku juga banyak dibantu para dosen untuk SPP," tutur Ida.
Dengan seabrek aktivitasnya itu, Ida memang harus pandai-pandai mengatur waktu agar bisa merampungkan studi dengan optimal. Tidak ada kiat khusus yang dilakukan Ida. "Aku biasanya belajar setelah salat subuh sampai pagi menjelang kuliah. Selain karena suasananya tenang, itu juga tradisi para ulama dulu," ujar sulung dari dua bersaudara ini.
Ada banyak kenangan yang dirasakan Ida selama kuliah di FEBI IAIN Jember. Salah satunya adalah hubungan antara mahasiswa dengan dosen yang terbangun layaknya keluarga. "Dosennya humble, jadi dengan dosen itu kita bisa akrab seperti teman. Meski tetap ada sopan santunnya. Sering juga kita diteraktir makan atau dikasih uang saku sama pak Dekan atau dosen lainnya," pungkas Ida. (ad/cI/hdi)
SUMBER : JP-RJ 29 APRIL 2018
Tidak ada komentar:
Posting Komentar