Pulang, Siap Tinggalkan Kenyamanan di Jepang
Tahun 2008, namanya sempat mengejutkan karena menyabet medali emas dalam olimpiade fisika tingkat dunia. Kini,satu dasawarsa berselang, Adam Badra Cahaya kembali ke tanah air setelah bertahun-tahun merantau di Jepang untuk menempuh studi dari S1 hingga S3, dalam bidang Fisika murni. Alumnus SMAN 1 Jember ini tak ragu meninggalkan kenyamanan hidup di Negeri Sakura.
ADI FAIZIN, Patrang
BEBERAPA minggu sejak tinggal di Indonesia, Adam Badra Cahaya melakoni aktivitas sebagaimana layaknya orang asing yang baru tinggal di tanah air. Seperti mengurus SIM yang sudah mati beberapa tahun lalu. "Kemarin saya tes tulis, lulus. Tapi, pas praktik mobil, tiga kali gagal. brgitu SIM C, juga ngulang.
Sampai tiga kali," tutur Adam sembari tersenyum. SIM Adam SIM C yang dimiliki Adam memang sudah mati sejak 2016 lalu. Kesibukan menjalani studi di Jepang membuatnya tidak sempat untuk mengurus perpanjangan SIM tersebut di Jember.
Sepuluh tahun lalu, nama Adam sempat menyita perhatian masyarakat. Saat itu, dalam olimpiade fisika tingkat dunia yang digelar di Kazakhstan, Adam meraih medali emas. Kemenangannya sempat mengundang kontroversi, pasalnya saat itu ia baru saja lulus dari SMAN 1 Jember. sebelumnya, Adam juga meraih medali emas dalam olimpiade fisika tingkat Asia yang digelar di Mongolia, namun saat itu ia masih berstatus sebagai pelajar SMAN 1 Jember. "Saat itu, saya bisa ikut karena belum menjadi mahasiswa," tutur Adam saat ditemui jawa pos Radar Jember di rumahnya, dikawasan perumnas patrang.
Fisika murni memang menjadi kecintaan Adam sejak lama. Meski di Indonesia Ilmu murni dianggap tidak menarik untuk ditekuni, tak menyurutkan semangat Adam untuk menggelutinya. Tak heran, jika setelah meraih medali emas dalam olimpiade Fisika Dunia, Adam memantapkan diri untuk mengambil jurusan fisika murni. "Meski juara olimpiade fisika internasional, tapi tidak jaminan langsung diterima di Universitas luar. saya tetap tes seperti yang lainnya," ungkap pria kelahiran 3 April 1990 ini.
Adam sempat tes dan lulus di National Technology University (NTU), salah satu kampus terbaik dunia yang ada di Singapura. Namun, kesempatan itu tidak dia ambil karena tidak mendapat beasiswa. Target utamanya sejak SMA memang kuliah di jepang melalui beasiswa Monbukagakusho yang disediakan pemerintah Jepang.
Selain karena kualitas pendidikan. Faktor lain yang membuat Adam bertekat untuk kuliah ke Jepang adalah kecintaannya terhadap manga (dibaca mangga,red), sebutan untuk komik-komik Jepang. Hingga kini pun, Adam masih menyimpan koleksi manganya. "Di Jepang, pecinta manga tidak terbatas usia. banyak orang dewasa yang suka manga. di sana juga tidak surut trennya," ujar pria yang semasa SMA aktif di pencak silat Merpati Putih ini.
Adam akhirnya mulai merantau di Jepang sejak tahun 2008. namun,, dia tidak langsung kuliah, melainkan harus menjalani kursus intensif bahasa dan budaya Jepang selama setahun di Center for Japanese Language and Culture, Universitas Osaka. Saat itu, ia minim kemampuan berbahasa jepang. "Setelah dites akhir, saya peringkat nomor dua dari bawah. Total ada 50 mahasiswa dari berbagai negara. Untungnya, Tohoku tidak terlalu ribet mensyaratkan kemampuan bahasa Jepang," tutur Adam.
Dari Osaka, Adam akhirnya pindah ke Sendai untuk menjalani studi Fisika Murni di Universitas Tohoku. "Sendai ini sebenarnya bukan kota besar, mungkin seperti Jember, tapi lebih ramai sedikit lah. Sekitar 2 jam dari Tokyo kalau naik shinkanzen," jelas putra pasangan Prawoto dan Sulistyani ini.
Sempat kesulitan mempelajari bahasa Jepang, Adam memberanikan diri untuk banyak mempraktikkan bahasa Jepangnya. Antara lain dengan membantu komunikasi beberapa WNI yang baru tiba di Sendai.
Ternyata, cara itu cukup manjur dalam meningkatkan kemampuan berbahasanya. "dapat setahun, saya ternyata bisa lulus tes bahasa jepang untuk orang asing dengan hasil yang bagus. ternyata, bahasa kalu dipaksa berkomunikasi, malah lebih bagus," ucap Adam.
Adam menempuh studi sarjana sejak tahun 2009 hinga 2013. Lulus sarjana, Adam langsung melanjutkan ke jenjang master hingga selesai tahun 2015. Dari tahun 2015 hingga 2018, Adam menempuh studi doktor.
Semuanya dalam bidang fisika murni di Universitas Tohoku. Disertasinya membahas tentang teknologi spintronic. teknologi ini antara lain bermanfaat untuk efisiensi teknologi penyimpanan data," jelas Adam.
Selama 10 tahun tinggal di Jepang, banyak pengalaman suka duka yang ia dapat. Dari Negeri Sakura pula, Adam bertemu Yuni Nurul Azizah, gadis asal bogor yang kemudian menjadi istrinya. sang istri juga menempuh sttudi master dan doktoral di Universitas Tohoku, dalam bidang ilmu hubungan internasional.
Dari Jepang pula, Adam berkesempatan menunaikan ibadah haji pata tahun 2013 bersama sang istri. "Karena kalu angkat dari Jepang kan enak, tidak usah antre kebetulan dapat diskon juga. pemilik travelnya orang mesir yang berbisnis di Jepang," tutur Adam.
Sejak pulang haji itulah, Adam mulai memanjangkan jenggotnya hingga saat ini. menariknya, Adam merasakan perbedaan cara pandang masyarakat antara di Indonesia dengan di Jepang, tentang jenggotnya. "Di Jepang, saya tidak terlalu ditanya orang tentang jenggot saya. Paling cuma apakah semua muslim wajib berjenggot? saya jawab tidak. Di sana juga sudah biasa orang berjenggot walau tidak semuanya muslim," jelas Adam.
Pengalaman berbeda dialami sejak Adam pulang ke Jember beberapa minggu terakhir, kebetulan, dia juga jarang pulang ke Jember. "Orang lebih banyak bertanya tentang jenggot saya ketimbang studi saya di Jepang," ujar Adam sembari tersenyum.
Sebagai minoritas muslim, Adam tidak merasakan diskriminasi selama tinggal di Jepang. bahkan, sejak tiga tahun terakhir Adam merasakan masyarakat di Sendai banyak yang mempresiasi dan ingin memahami agama Islam. "Tahun 2020 kan mereka jadi tuan rumah olimpiade. makanya, mereka mulai antisipasi kedatangan wisatawan muslim dengan banyak belajar tentang Islam," tuur sulung dari tiga bersaudara ini.
Salah satu wujud nyata dari apresiasi terhadap Islam di Jepang adalah dengan dibangunnya tempat salat atau musallah di beberapa fasilitas publik. "Saat itu, saya beri saran ke stafnya Wali Kota Sendai. Bandaranya kan sudah level internasional, masak tidak ada mesallanya. ternyata, tidak sampai 2 bulan setelah saya sampaikan, musalla itu sudah dibangun," kata Adam.
Selain kedisiplinan, birokrasi di Jepang diakui Adam sangat baik. tidak hanya di pemerintahan, tapi juga di lingkungan kampus. "Aturan itu bisa ada kelonggaran,, sepanjang bukan untuk dilanggar. jadi memang kita tidak dipersulit," ucap Adam.
Oleh karena itulah, banyak diaspora Indonesia di Jepang yang ragu untuk pulang ke tanah air. Selain masalah kesenjangan kesejahteraan, banyak kakak kelas Adam yangmengeluhkan rumitnya birokrasi di Indonesia. "Di sana, dana riset melimpah dan prosedurnya tidak rumit. sehingga, akademisi bisa lebih fokus mengurusi riset dan mengajar," tutur adam.
Meski demikian, sedari awal adam sudah mantap untuk pulang ke Indonesia setelah merampungkan studinya. terlebih, ia menilai, selama beberapa tahun terakhir, pemerintah juga mulai memberikan perhatian lebih untuk dunia riset dan pendidikan tinggi. "saya tidak takut untuk pulang ke Indonesia, karena ibu saya kan dosen di FKG Unej. jasi, saya paham lah, gaji dosen setidaknya masih cukup untuk makan," pungkas Adam sembari tersenyum. (mgc/ras)
SUMBER : JP-RJ 19 MEI 2018
Tidak ada komentar:
Posting Komentar