Buka Peluang Baru, Siapkan Santri Jadi Duta Besar dan Diplomat
sebanyak 12 pelajar Thailand belajar di Ponpes Nuris, sejak 1 April 2018. Sedangkan 12 santri Nuris sudah ke Thailand pada 10 Februari hingga 10 Maret lalu. Pertukaran pelajar antar-negara itu menjadikan para santri lebih percaya diri meraih mimpi.
BAGUS SUPRIADI, Sumbersari
SEBANYAK 12 pelajar sedang berkumpul di Ponpes Nuris Antirogo kemarin (25/4). Selama sebulan, mereka menghabiskan waktunya untuk belajar disana. Tak hanya mengasah kemampuan di bidang keagamaan, tetapi juga ilmu bahasa Arab dan Inggris.
Mereka mengikuti Thailand student Exchage Programe yang di selenggarakan setiap tahun. Begitu juga dengan santri Nuris, mengikuti Nuris student Exchage programe.
Bedanya, santri Nuris tak hanya belajar, tetapi juga mengajar di Thailand.
Pertukaran pelajar itu menjadi semangat baru bagi para santri untuk meraih cita-citanya. Mualai dari menjadi duta besar hingga diplomat. Mereka belajar menguasai banyak hal, bahasa, budaya serta kemampuan di setiap negara.
"Kami ingin belajar banyak hal di Nuris terutama akhlak santri," kata Nurul Amani Wateh, pelajar dari Darawithaya School Narathiwat.
Dia tak sendiri, tetapi teman-teman lainnya juga ingin melakukan hal yang sama. mengembangkan wawasan dan memperbanyak pengalaman.
Mereka berasal dari kabupaten yang berbeda di Thailand, seperti Ya'la, Pattani dan Narathiwat. Mereka saling kenal setelah berada di Ponpes Nuris. "Kami baru kenal disini, karena berasal sari sekolah dan daerah yang berbeda," tambah Husna Leache.
Para pelajar mulai dari tingkat SMP hingga SMA itu berasal dari satri Islam Vitya Mulniti School, Tarbiyatun Mulniti School, Rusmeesthapana School, Tokdamiyah School, Thamvitya Mulniti dan Arunsat Vitaya School.
Di Nuris mereka sama seperti para santri lainnya. Belajar bahasa, mengikuti pengajian kitab kuning dan berbagai kegiatan lainnya sesuai aturan. "Budaya indonesia dengann Thailand berbeda, itu juga kami pelajari," imbuhnya.
Paling penting, lanjut dia, adalah menambah wawasan tentang perkembangan di berbagai negara. Sebab, program pertukaran pelajar itu tak hanya ke Indonesia, tetapi juga negara lain. Seperti ke China. "Saya pernah ke China ," aku Nurul Amani.
Santri Nuris sendiri yang pernah ke luar negeri mengikuti kegiatan tersebut memiliki motivasi yang berbeda. Mimpi mereka semakin tinggi untuk dicapai. Ada yang ingin menjadi duta besar dan diplomat. Tak heran. Ketika lulus, mereka melanjutkan studi ke perguruan tinggi ternama.
Misal, santri lulusan tahun ajaran 2016/2017 menempuh kuliah di jurusan hubungan internasional. Yakni Marthania Rizqy Amalia dan Alfiatul Rizqiyah di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Kemudian, M.Roqib Alhabib kuliah di hubungan Internasional Universitas Jember.
Mereka semua Santri SMA nuris yang pernah mengikuti Nuris Student Exchange Program (NSEP). Belajar ke Thailand, Malaysia dan Singapura. "Hasilnya mereka ingin mengembangkan wawasan internasional dengan kuliah di jurusan hubungan internasional," kata Gus Robith Qosidi, pengasuh Ponpes Nuris.
Menurut dia, para santri semakin mengetahui dunia luar dengan program NSEP. Hal itu menjadi peluang bagi untuk mempelajari perkembangan dan kemajuan negara lain. Ketika pulang, mereka semakin memiliki rasa percaya diri karena memiliki banyak pengalaman.
Setelah satu bulan di Thailand, mereka masih studi banding di Malaysia. Disana juga belajar tentang banyak hal, terutama tentang perkembangan negara. Bahkan, juga belajar tentang astronomi." Di Malaysia tiga hari," akunya.
Tak puas disitu, mereka melanjutkan perjalanan studi tour ke Singapore. Belajar tentang kemajuan negara tetangga di asia tenggara. Kelak ketika menjadi pemimpin, bisa memajukan daerahnya sendiri.
"Kami ingin memperluas wawasan santri hingga tingkat internasional," ucapnya. Kedatangan para pelajar dari Thailand itu membuat Nuris dikenal oleh dunia internasional. Seperti dengan keinginan besarnya, menjadi pesantren yang go internasional.
Para santri memiliki pengalaman yang positif. Mereka semakin percaya diri untuk meraih cita-citanya. Ada yang ingin menjadi diplomat hingga duta besar. Selain itu, kemampuan bahasa inggris mereka semakin terlatih.
Nuris ingin membuktikan bahwa lulusan pesantren siap bersaing di dunia global. Pesantren bukan lembaga pendidikan yang tertinggal. Tak hanya menguasai ilmu agama dan kitab kuning. Tetapi kemampuan ilmu lainnya juga diperoleh.
"Lulusan pesantren sudah bisa kemana-mana," tambahnya. Untuk itu, pesantren terus mengembangkan santrinya agar menjadi generasi yang siap memimpin bangsa. Mereka dilatih untuk memiliki kemampuan sains, teknologi, bahasa dan agama. (kl/gus/hdi)
SUMBER : JP-RJ 27 APRIL 2018
Tidak ada komentar:
Posting Komentar