Dulu Murid dengan NEM Belasan Pun Bisa Diterima
Sempat kontroversial tahun lalu, pemerintah kembali menerapkan sistem zonasi dalam penerimaan peserta didik baru (PPDB) SMA dan SMK negeri. Aturan ini dianggap memberi dampak agar sekolah-sekolah yang belum berada pada posisi unggulan untuk berbenah. Bagi sekolah di luar wilayah kota, ini menjadi berkah tersendiri.
LINTANG ANIS BENA K, Jember Kota.
SEMENJAK tahun ajaran lalu calon peserta didik baru harus mempertimbangkan jarak tempat tinggal dengan sekolah tujuannya. Hal tersebut tertuang dalam peraturan Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 17 Tahun 2017 tentang PPDB pada TK, SD SMP, SMA, SMK dan bentuk lain yang sederajat.
Dampaknya, dengan sistem zonasi, maka siswa mau tidak mau harus mendaftar di sekolah terdekat, tidak bisa lagi mendaftar ke sekolah yang jaraknya jauh tapi menyandang status favorit.
Tak ada lagi siswa pintar terkumpul di satu sekolah, yang selama ini disebut sekolah favorit.
Untuk tingkat SMA, di Jember sendiri terbagi menjadi enam zona yang mencangkup 18 SMA negeri. Bagi sekolah-sekolah yang bukan menjadi favorit masyarakat, kebijakan ini cukup membawa perubahan yang signifikan. Sebab muncul persaingan bagi siwa yang mendaftar dengan nilai ujian nasional. "Yang nilainya rendah, akan tergeser dengan sistem itu," ujar Ngatminah, kepala SMAN Jenggawah.
Sebelum adanya sistem zonasi, siswa yang nilai ujian nasionalnya cenderung lebih tinggi memprioritaskan pendaftarannya ke sekolah-sekolah favorit di pusat kota. Dengan adanya zonasi mereka harus memilih sekolah di zona kecamatan tempat tinggalnya. "Ini yang perlu dicatat, minimal satu sekolah pilihannya harus ada di zona tempat tinggalnya," tegasnya.
Di SMAN Jenggawah sendiri, kata dia, mengalami sejumlah perubahan sejak peraturan tersebut diterapkan oleh pemerintah. Salah satunya dari sisi jumlah pendaftar yang meningkat cukup signifikan.
"Kalau dulu, misalnya pagu yang tersedia 240, yang mendaftar hanya sekitar 100 siswa dan selebihnya dipenuhi dari limpahan sekolah lain. Karena pendaftar pertama tidak memenuhi pagu maka NEM berapapun pasti diterima," terangnya.
Namun tahun ajaran lalu, dirinya menerima kurang lebih 150 siswa pendaftar pertama yang mendaftar secara online. Selain dari jenggawah, beberapa juga datang dari kecamatan lain seperti ajung, Ambulu, Tempurejo, dan Wuluhan yang gabing dalam zona 4.
Selain jumlah pendaftar, peserta didik baru ini juga mengalami peningkatan kualitas pendidikan. Pada tahun 2017 lalu NEM tertinggi siswa yang daftar di SMAN Jenggawah mencapai 31, dan terendah yaitu 24. Ini berbanding terbalik dengan kondisi tahun-tahun sebelumnya, di mana banyak siswa dengna NEM rendah yang masuk ke sana.
Karena konsisi tersebut, tak sedikit siswa dengan NEM rendah yang bersekolah di sana. Sebelum 2017 ada saja siswa dengan NEM yang cukup mengenaskan. "Tertinggi hanya 22, bahkan yang NEM belasan saja ada," lanjut Ngatminah.
Sistem zonasi ini memunculkan seleksi alam bagi mereka yang memiliki NEM rendah. Namun dirinya menyangkal jika tidak menerima siswa dengan NEM rendah. "Kita harus menerima siswa dengan kualitas pendidikan apapun," imbuhnya.
Mengatur siswa pun menjadi lebih mudah. Menurut Ngatminah, etika mengimbangi kualitas pendidikan di sekolah. "Akhirnya muncul pemerataan kualitas pendidikan, tidak hanya di Jenggawah saja tetapi di sekolah-sekolah pinggiran yang lainnya. Siswa berprestasi tidak hanya bersekolah di wilayah pusat kota saja," tegasnya.
Walau begitu, perlu ditegaskan kembali bahwa siswa bisa mendaftar lintas zona apabila ingin mendaftar di sekolah lain. Syaratnya, satu sekolah harus berada di zona tempat tinggalnya. "Kalau ingin lintas zona berarti siswa tersebut tentu punya modal, misalnya prestasi yang tinggi, itu tentu harus diberi kesempatan untuk bersekolah lintas zona," lanjut Ngatminah.
Selain pemerataan kualitas pendidikan, sistem zonasi PPDB kali ini juga menekankan penerimaan peserta didik baru melalui berbagai jalur. Di antaranya jalur prestasi, bidik misi, mitra warga, dan inklusif. Hanya saja dinas pendidikan provinsi Jawa Timur tidak menunjuk satupun SMA negeri di Jember untuk menerima peserta jalur inklusif.
Jalur penerimaan melalui mitra warga ini juga menjadi sarana SMAN Jenggawah untuk menghimpun siswa. Diperuntukan bagi calon siswa yang belajar dari keluarga kurang mampu, calon siswa yang tinggal disekitar sekolah juga bisa masuk melalui kuota lima persen dari pagu.
Hampir mirip dengan bidik misi, jalur mitra warga memberi kesempatan siswa untuk melanjutkan pendidikan sekolah menengah dengan beasiswa. Namun jalur ini tidak mewajibkan pendaftar untuk menyertakan nilai rapor yang istimewa. "Tapi tetap disurvei mengani kelayakan tempat tinggalnya," kata Ngatminah. (wah)
SUMBER : JP-RJ 14 MEI 2018