Kamis, 22 November 2018

BERKAH PERATURAN ZONASI BAGI SEKOLAH-SEKOLAH PINGGIRAN

Dulu Murid dengan NEM Belasan Pun Bisa Diterima

Sempat kontroversial tahun lalu, pemerintah kembali menerapkan sistem zonasi dalam penerimaan peserta didik baru (PPDB) SMA dan SMK negeri. Aturan ini dianggap memberi dampak agar sekolah-sekolah yang belum berada pada posisi unggulan untuk berbenah. Bagi sekolah di luar wilayah kota, ini menjadi berkah tersendiri.

LINTANG ANIS BENA K, Jember Kota.

SEMENJAK tahun ajaran lalu calon peserta didik baru harus mempertimbangkan jarak tempat tinggal dengan sekolah tujuannya. Hal tersebut tertuang dalam peraturan Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 17 Tahun 2017 tentang PPDB pada TK, SD SMP, SMA, SMK dan bentuk lain yang sederajat.

Dampaknya, dengan sistem zonasi, maka siswa mau tidak mau harus mendaftar di sekolah terdekat, tidak bisa lagi mendaftar ke sekolah yang jaraknya jauh tapi menyandang status favorit.

Tak ada lagi siswa pintar terkumpul di satu sekolah, yang selama ini disebut sekolah favorit.

Untuk tingkat SMA, di Jember sendiri terbagi menjadi enam zona yang mencangkup 18 SMA negeri. Bagi sekolah-sekolah yang bukan menjadi favorit masyarakat, kebijakan ini cukup membawa perubahan yang signifikan. Sebab muncul persaingan bagi siwa yang mendaftar dengan nilai ujian nasional. "Yang nilainya rendah, akan tergeser dengan sistem itu," ujar Ngatminah, kepala SMAN Jenggawah.

Sebelum adanya sistem zonasi, siswa yang nilai ujian nasionalnya cenderung lebih tinggi memprioritaskan pendaftarannya ke sekolah-sekolah favorit di pusat kota. Dengan adanya zonasi mereka harus memilih sekolah di zona kecamatan tempat tinggalnya. "Ini yang perlu dicatat, minimal satu sekolah pilihannya harus ada di zona tempat tinggalnya," tegasnya.

Di SMAN Jenggawah sendiri, kata dia, mengalami sejumlah perubahan sejak peraturan tersebut diterapkan oleh pemerintah. Salah satunya dari sisi jumlah pendaftar yang meningkat cukup signifikan.

"Kalau dulu, misalnya pagu yang tersedia 240, yang mendaftar hanya sekitar 100 siswa dan selebihnya dipenuhi dari limpahan sekolah lain. Karena pendaftar pertama tidak memenuhi pagu maka NEM berapapun pasti diterima," terangnya.

Namun tahun ajaran lalu, dirinya menerima kurang lebih 150 siswa pendaftar pertama yang mendaftar secara online. Selain dari jenggawah, beberapa juga datang dari kecamatan lain seperti ajung, Ambulu, Tempurejo, dan Wuluhan yang gabing dalam zona 4.

Selain jumlah pendaftar, peserta didik baru ini juga mengalami peningkatan kualitas pendidikan. Pada tahun 2017 lalu NEM tertinggi siswa yang daftar di SMAN Jenggawah mencapai 31, dan terendah yaitu 24. Ini berbanding terbalik dengan kondisi tahun-tahun sebelumnya, di mana banyak siswa dengna NEM rendah yang masuk ke sana.

Karena konsisi tersebut, tak sedikit siswa dengan NEM rendah yang bersekolah di sana. Sebelum 2017 ada saja siswa dengan NEM yang cukup mengenaskan. "Tertinggi hanya 22, bahkan yang NEM belasan saja ada," lanjut Ngatminah.

Sistem zonasi ini memunculkan seleksi alam bagi mereka yang memiliki NEM rendah. Namun dirinya menyangkal jika tidak menerima siswa dengan NEM rendah. "Kita harus menerima siswa dengan kualitas pendidikan apapun," imbuhnya.

Mengatur siswa pun menjadi lebih mudah. Menurut Ngatminah, etika mengimbangi kualitas pendidikan di sekolah. "Akhirnya muncul pemerataan kualitas pendidikan, tidak hanya di Jenggawah saja tetapi di sekolah-sekolah pinggiran yang lainnya. Siswa berprestasi tidak hanya bersekolah di wilayah pusat kota saja," tegasnya.

Walau begitu, perlu ditegaskan kembali bahwa siswa bisa mendaftar lintas zona apabila ingin mendaftar di sekolah lain. Syaratnya, satu sekolah harus berada di zona tempat tinggalnya. "Kalau ingin lintas zona berarti siswa tersebut tentu punya modal, misalnya prestasi yang tinggi, itu tentu harus diberi kesempatan untuk bersekolah lintas zona," lanjut Ngatminah.

Selain pemerataan kualitas pendidikan, sistem zonasi PPDB kali ini juga menekankan penerimaan peserta didik baru melalui berbagai jalur. Di antaranya jalur prestasi, bidik misi, mitra warga, dan inklusif. Hanya saja dinas pendidikan provinsi Jawa Timur tidak menunjuk satupun SMA negeri di Jember untuk menerima peserta jalur inklusif.

Jalur penerimaan melalui mitra warga ini juga menjadi sarana SMAN Jenggawah untuk menghimpun siswa. Diperuntukan bagi calon siswa yang belajar dari keluarga kurang mampu, calon siswa yang tinggal disekitar sekolah juga bisa masuk melalui kuota lima persen dari pagu.

Hampir mirip dengan bidik misi, jalur mitra warga memberi kesempatan siswa untuk melanjutkan pendidikan sekolah menengah dengan beasiswa. Namun jalur ini tidak mewajibkan pendaftar untuk menyertakan nilai rapor yang istimewa. "Tapi tetap disurvei mengani kelayakan tempat tinggalnya," kata Ngatminah. (wah)

SUMBER : JP-RJ 14 MEI 2018

Rabu, 21 November 2018

COKOLADES, KREASI SAMBAL COKELAT BUATAN ASLI JEMBER

Idenya Tidak Sengaja, Disukai di Luar Kota

Biasanya, kita menemukan cokelat dengan rasa campuran manis dan pahit, sedangkan sambal adalah makanan pedas. Namun, bagaimana jika keduanya dikolaborasikan? Inilah kuliner yang dibuat Eko Wahyuni, warga Jalan Raung. Kini, sambal kreasinya ini menjadi salah satu kuliner khas oleh-oleh dari Jember.

RANGGA MAHARDIKA, Sumbersari

SEORANG perempuan berjilbab tampak sibuk di ruangan seukuran 5x5 meter. Tangannya memegang sebuah alat seukuran kepal tangan orang dewasa. Dia terlihat sedang mengolah sambal. Aroma pedas pun menusuk.

Aroma pedas itu sesekali beradu dengan cokelat yang ada di sampingnya. Cokelat itu berbentuk pasta. Sangat kental. Aromanya menusuk-nusuk hidung jika tertiup angin.

Perempuan itu terlihat cukup cekatan. Sejurus kemudian, adonan penuh cabai yang sudah di bumbui dicampur dengan cokelat. Adonan itu kemudian ditempatkan dalam botol-botol kecil yang sudah disiapkan. Botol yang sudah diisi pasta cokelat campur sambal ini ditutup dengan plastik, kemudian di panaskan di atas air mendidih.

Semua proses itu dilakukan manual. "Ini proses pembuatan Cokolades alias Sambal Cokelat Echow," jelas Eko Wahyuni, pengrajin usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) yang menciptakan kreasi baru cokelat itu. Menurut Yuni, ide menemukan makanan unik ini sama sekali tidak disengaja.

Perempuan yang juga bekerja di salah satu pusat fotokopi di Jember ini, awalnyabukan membuat cokolades,. Dia memang suka membuat sambal. Bahkan, sambal buatannya sudah banyak beredar. Namun, sambal itu sama seperti sambal pada umumnya. Seperti sambal teri, sambal cakalang, dan lain sebagainya.

Proses menemukan sambal unik juga bisa dibilang tidak disengaja, yakni saat dirinya mengikuti pelatihan dari pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia yang ada di Jember pada akhir Desember 2017 lalu. "Saat itu, disuruh membuat proposal usaha yang belum pernah ada. Basis usahanya harus cokelat," jelas Yuni.

Dirinya pun mengaku bingung. Apalagi, selama ini dia tidak memiliki pengalaman tentang cokelat. Dirinya merasa minder, apalagi saat itu banyak rekan-rekannya yang mengikuti pelatihan ini adalah barista yang banyak membuat segala hal tentang kopi dan cokelat. Dari pada bingung tidak ada yang diusulkan, dirinya pun menyebutkan akan membuat sambal cokelat.

"Padahal, saat itu belum tahu apa itu sambal cokelat. Tapi kan memnag dasarnya saya tukang membuat sambal," ucapnya lalu tersenyum. Akhirnya, dia mendapat kabar bahwa dirinya menjadi pemenang  dalam program tersebut. Dia pun kemudian diminta untuk membuat sampling dari rencana di proposal tersebut.

Yuni lantas melakukan eksperimen untuk pembuatan sambal cokelat itu. Mulai dari bentuk cokelat bubuk, kemudian pasta, hingga cokelat batangan. "Awalnya malah bukan jadi sambal cokelat, tetapi rasanya malah kayak pecel," ucapnya.

Dengan banyak melakukan latihan dan uji coba, kemudian dirinya menemukan yang pas, yakni sambal dengan dicampur cokelat pasta. Bahkan, kini dia sudah mengembangkan sambal cokelat ini dengan berbagai varian level sambal. "Ada tiga level. Sedang, pedas, dan pedas sekali," terangnya.

Yuni menjamin, setiap orang yang mencicipi akan ketagihan dengan rasanya, bahkan tidak mau untuk berhenti, karena memang memberikan sensasi sendiri. Mulai dari pedas, manis, gurih, pahit, dan semuanya bercampur menjadi satu.

Namun, memang sambal yang diciptakannya ini cocok untuk menemani bersantai. Sebab, memang bentuknya sambal cocol, sehingga harus dengan camilan agar lebih asyik. "Namun, ada juga pelanggan yang suka dimakan sambal aja. Jadi, tergantung dengan selera," jelasnya.

Dia menjelaskan, saat ini sambal tersebut sudah banyak dipesan oleh pelanggan dari Jember juga luar Jember. "Bahkan, sudah banyak kirim ke Jakarta, Bandung, dan Luar pulau," terangnya. Meskipun baru dilakukan dengan tenaga sendiri, namun dia sudah sering menerima pesanan ke luar daerah hingga ratusan untuk sekali kirim.

Untuk penjualannya, dia juga telah melengkapi berbagai persyaratan termasuk PIRT dan iain lainnya, meskipun masih skala UMKM. "Sementara untuk keluar daerah dengan botol plastik. Cokolades ini bisa bertahan sampai 1 bulan dengan harga 25 ribu," jelasnya.

Yuni sebenarnya sudah memiliki inovasi untuk membuat dengan botol kaca. "Bisa bertahan sampai 6 bulan," jelasnya. Tetapi, jika dikirimkan ke luar kota, biayanya nambah untuk ongkos kirim, karena bobot perbotolnya cukup berat. Oleh karena itu, sejauh ini masih menggunakan botol plastik.

Dia berharap, ke depan bisa terus membuat sambal cokelat ini bisa dikanal oleh masyarakat. Bahkan, dirinya tengah berjuang agar makanan ini menjadi makanan khas Jember dan bisa dipasarkan melalui berbagai toko modern di Jember dan di luar daerah, sehinga bisa diproduksikan massal.

"Yang sulit adalah memperoleh sertifikat halal dari MUI (Majelis Ulama Indonesia) dan membuat barcode (kode batang) yang bisa dibaca oleh mesin kasir," jelasnya. Dia pun berharap hal ini bisa dibantu pemerintah untuk merealisasikan mimpinya itu. (mgc/ras)

SUMBER : JP-RJ 13 MEI 2018

Selasa, 20 November 2018

MELIHAT KIPRAH KELAS IBU CERDAS MENDAMPINGI PELAJAR

Sedih Lihat Fakta Banyak Anak Dewasa Sebelum Waktunya.

Di zaman now, bukan hal aneh jika kita mendapati anak sekolah dasar (SD) sudah pacaran. Bahkan, ada yang melakukan hal tidak senono antar lain jenis. Kelas ibu cerdas hadir mendampingi agar perilaku negatif itu tak semakin parah.

BAGUS SUPRIADI, Sumbersari.

"HALO bu, bisa mengisi sosialisasi di sekolah kami, para guru sudah gerah," kata salah seorang guru SD di Jember saat menghubungi Dewi Rohkmah, penggagas kelas ibu cerdas, ceria, sehat, dan tangkas. Ibu guru tersebut merasa risi dengan perilaku siswanya.Ada yang sudah pacaran, ada juga ynag sudah panggil papa-mama.

Tak hanya itu, siswa ternyata cukup familiar dengan istilah-istilah pacaran. Seperti jojoba, jomblo-jomblo bahagia. Tak jarang, sudah berani menyatakan cinta pada orang tua anak yang disukai. Padahal, mereka masih pelajar SD. Namun, sudah melakukan perbuatan yang tidak wajar.

Mendapat permintaan itu, Dewi Rohkmah datang bersama timnya. Mereka menyosialisasikan banyak hal, terutama tentang kekerasan seksual dan kekerasan yang dialami pada anak. "Pertama, kami datangi gurunya, lalu guru menjelaskan kondisi muridnya," kata Dewi yang merupakan dosen Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) Universitas Jember.

Ternyata, para pelajar di sekolah tersebut sudah dewasa sebelum waktunya. Mereka melakukan kegiatan yang dilakukan oleh orang dewasa. Tak hanya berpacaran, tetapi juga ada ynag melakukan perbuatan tidak senonoh. Tim kelas ibu cerdas bersama paa guru di sekolah mengumpulkan para pelajar untuk diberi pemahaman yang benar.

Mereka menjelaskan tentang kesehatan reproduksi, kekerasan anak, dan pelecehan seksual. Selain itu, memberikan kesadaran pada para pelajar tentang perbuatan-perbuatan yang seharusnya tidak dilakukan. "Jadi, kami memberi tahu mereka, kalau yang berpacaran itu tidak boleh," ucap Dewi.

Setelah mengetahui, para siswa itu manggut-manggut dan rela menjomblo. Mereka sendiri bilang jojoba, jomblo-jomblo bahagia. Padahal, istilah itu dipakai oleh orang yang sudah dewasa.

Materi yang disampakan dalam kegiatan kelas ibu cerdas untuk melindungi anak-anak agar terhindar dari kekerasan dan pelecehan. Misal, menjelaskan tentang organ tubuh yang tidak boleh dipegang oleh orang lain. Apabila mendapat perlakukan tidak senonoh, harus lari.

Kemudian, materi tentang memahami organ tubuh, menjaga kebersihan tubuh, antisipasi bahaya,  melindungi diri saat ada orang asing yang berbuat tidak senonoh.

Setelah selesai mengumpulkan anak-anak dan gurunya, kelas ibu cerdas meminta agar orang tua juga dikumpulkan. Mereka diberi pemahaman tentang kondisi yang terjadi pada anaknya. Wali murid tersebut juga mendapat materi tentang perkembangan dan perlindungan anak.

Dewi Rohkmah tak sendiri dalam melakukan kegiatan itu. Dia bersama timnya, yakni Ninna Rohmawati, Anita Dewi M, Retno, dan Desi Amalia. Kelima orang itu kompak dalam mendampingi siswa, guru dan wali murid. "Kami sosialisasikan secara terpisah antara anak dan orang tua," tambah Ninna Rohmawati.

Selain itu, siswa dibawah kelas IV juga dipisah, mereka mendapat materi yang lebih ringan. Sedangkan siswa di atas kelas IV hingga VI mendapat materi yang lebih tinggi. Kelas ibu cerdas menghubungkan komunikasi antara siswa, guru, dan wali murid. Sehingga, penyampaian materi tentang kesehatan reproduksi, kekerasan, dan pelecehan seksual bisa diselesaikan bersama. Tak hanya di tingkat sekolah, namun orang tua juga terlibat aktif dalam mengawasi anaknya.

Fenomena kejanggalan pada anak itu hampir merata di setiap sekolah. Penyebabnya beragam, salah satunya karena penggunaan gawai yang berlebihan dan tanpa didampingi oleh orang tua.

Contoh kecil, kata Dewi, dirinya mendapat permintaan dari ketua RT salah satu kampung untuk menyosialisasikan kekerasan seksual. Penyebabnya, ada dua keluarga yang berselisih karena salah anaknya mengalami kekerasan seksual.

Ceritanya, dua anak itu sedang bermain dokter-dokteran. Lalu, anak cowok itu memasukkan pensil (maaf) pada kemaluan anak perempuan itu. Akibatnya, kemaluan itu terluka dan menjadi bahan pertengkaran antar dua keluarga.

"Mereka tahu itu dari internet, namun melakukan kekeliruan karena tidak didampingi," ujar Desi Amalia. Dia menyadari pengunaan gawai bila tidak didampingi bisa menjadi ancaman. Akses pornografi begitu mudah didapatkan. Bahkan, saat bertanya pada siswa yang memegang gawai, beberapa dari mereka sudah mengakses pornografi.

Ada yang dikirim via Whatsapp dan ada yang melihat langsung dari internet. Untuk itulah, dalam setiap kegiatan sosialisasi di sekolah, materi yang disampaikan juga tentang gawai sehat untuk anak. "Siswa sulit konsentrasi karena pemakaian gadget," ucapnya.

Gawai membuat prestasi anak di sekolah menurun. Mereka tidak bisa belajar maksimal karena lebih menyukai gawai. "Di kelas tidak bisa konsentrasi, gawai sendiri sangat dinamis," ucapnya.

Menurut dia, tak sedikit anak yang menjasi korban kekerasan dan pelecehan seksual. Bila itu dibiarkan, maka ada kecenderungan korban tersebut akan menjadi perilaku. "Seperti api dalam  sekam, banyak yang diam," ujarnya.

Salah satu contoh yyang cukup miris adalah salah seorang siswi SD yang sudah mengalami keputihan. Informasi itu di dapatkan karena orang tuanya bercerita tentang kondisi anaknya. "Pada hal keputihan itu terjadi karena ada hubungan berkali-kali," ujarnya.

Ada seorang anak yang melihat orang tuanya berhubungan seksual tanpa sengaja. pengetahuan itu kemudian diceritakan pada teman-temannya. Bahkan, ada yang dipraktikan. "Ada orang tua yang baru menyadari hal itu," tambah Anita Dewi.

Ironis sekali, tim kelas ibu cerdas tak ingin generasi bangsa hancur. Untuk itulah, mereka kerap melakukan sosialisasi ke berbagai sekolah. Melakukan pendampingan pada murid, guru, dan orang tua. Semua dilibatkan karena saling membutuhkan. (mgc/ras)

SUMBER : JP-RJ 12 MEI 2018

Kamis, 15 November 2018

RAHMAT BUDIARTO, ANAK LOPER KORAN YANG JADI LULUSAN MAGISTER TERBAIK IPB

Raih Beasiswa, Tempuh Doktor Sekaligus dengan IPK 4

Keterbatasan ekonomi tidak menjadi halangan bagi Rahmat Budiarto. Dengan program beasiswa yang dijalaninya, lulusan Unej ini menjalani kuliah megister dan doktor nyaris bersamaan. Seperti halnya IPK yang telah diperoleh di jenjang magister, pada jenjang doktoral, Rahmat juga meraih IP sementara sempurna, 4.

ADI FAIZIN, Jember Kota.

SENYUM mengembang senantiasa terlihat dari wajah Rahmat Budiarto. Rasa syukur karena baru saja mengukir prestasi akademik yang cukup membanggakan. Pemuda asal Jember ini baru saja dinobatkan sebagai lulusan terbaik program magister dalam wisuda yang digelar Institut Pertanian Bogor (IPB), pada akhir April lalu. Dalam wisuda tersebut, Rahmat meraih indeks prestasi kumulatif (IPK) 4 alias sempurna.
Banyak yang berdecak kagum atas prestasi tersebut. "Belakangan memang banyak yang bertanya tips belajarnya. Saya juga bingung kalau menjelaskan. Saya juga bukan orang yang terlalu suka membaca banget," tutur pria yang akrab disapa Diar itu.

Tidak seperti bayangan sebagian orang, Diar mengaku tidak terlalu ngoyo dalam belajar. Meski demikian, dia juga tidak mau setengah-tengah saat mengerjakan tugas kuliah.

"Kalau memang sudah penat, ya sudah, percuma kalau dipaksa belajar. Refreshing dulu, tapi setelah itu belajar lagi. Kalau untuk tugas, memang saya agak perfeksionis," jelas Diar.

Lulus dari program Studi Agroteknologi Fakultas Jember (Unej) pada Agustus 2015 dengan IPK 3,93, Diar hanya punya jeda waktu 15 hari sebelum akhirnya dinyatakan resmi sebagai mahasiswa pascasarjana IPB.
Dia bisa berkuliah di IPB berkat beasiswa Pendidikan Magister. Doktor untuk Sarjana Unggul (PMDSU) dari Kemenristek Dikti.

Mampu menyelesaikan Kuliah master dengan predikat terbaik di Kampus pertanian terbaik di Indonesia, menjadi kebanggaan tersendiri bagi keluarga besar Diar. Maklum saja, Diar berasal dari keluarga sederhana.
Sang ayah, Gatot Subagio bekerja sebagai loper koran. Sedangkan sang ibu, Sudi Rahayu adalah ibu rumah tangga biasa. Diar mengenang, semasa kecil, rumahnya yang ada di daerah Gebang berbahan gedek (bambu), dan beralasan tanah.

"Beberapa kali rumah saya dulu bantuan bedah rumah dari pemerintahan. Kini sudah lumayan membaik karena anak-anaknya sudah mentas (lulus) sekolah," tutur dari tiga bersaudara ini.

Kini, di keluarga besarnya, Diar menjadi anggota keluarga dengan tingkat pendidikan terbaik. "Sejak kecil, keluarga besar saya memang sangat mendukung dan memotovasi saya untuk meraih prestasi di sekolah. Sering kali, dulu nenek kasih hadiah karena hasil rapor saya bagus," kenang Diar.

Profesi sebagai sebagai loper koran sudah detekuni sang ayah sejak Diar masih duduk di kelas 3 SD.
"Dulu waktu saya masih SMA, ayayh bisa kuat membawa 60-70 eksemplar per hari. Kini hanya sekitar 30 eksemplar per hari, seiring usia juga," tutur alumnus SMKN 5 Jember ini.

Sebagai loper koran,risiko di jalan cukup karib dengan ayah Diar. Ketika masih kuliah di Unej misalkan, pernah pula sang ayah mengalami kecelakaan sehingga tidak bisa bekerja selama beberapa waktu . Sejak kecil, Diar sekeluarga akrab dengan berbagai kesederhanaan.

"Pernah sih waktu masih kecil, kalau lagi tidak ada uang, kita satu keluarga makan pakai mie yang murah atau krupuk. Tapi tidak sering, karena keluarga besar saya sangat membantu," kenang Diar.

Beruntung, sejak kuliah SI, Diar tetap mendapat beasiswa, sehingga meringankan beban orang tuanya. Beasiswa PMDSU memungkinkannya untuk menempuh jenjang S2 dan S3 di IPB secara hampir  bersamaan.

Sejak Mei 2016, Diar sudah mulai menjalani kuliah doktoral sembari menyelesaikan kuliah magisternya. Saat diwisuda S2 bulan lau, Diar juga sudah menyelesaikan seluruh mata kuliah di program S3.

"Untuk S3-nya, IP sementara 4. Tapi belum tahu untuk IP kumulatifnya, karena poin penelitiannya kan belum masuk," jelas pria kelahiran 10 April 1993 ini.

Diar menempuh kuliah S2 di IPB sejak September 2015 hingga Agustus 2016. Sebenarnya, Diar bisa saja mengikuti wisuda magister pada pertengahan tahun lalu, Namun, profesor pembimbingnya menginginkan Diar untuk bisa menghasilkan publikasi ilmiah dengan hasil terbaik. Hingga akhirnya, selama menempuh pendidikan di IPB, Diar sudah mempublikasikan satu jurnal internasional, dua jurnal terindeks scopus (masih tahap reviewer) dan satu draf jurnal internasional.

Berkat beasiswa, tak hanya karier akademis Diar yang melambung. Berat badannya pun ikut bertambah. Sejak awal kuliah di IPB 3 tahun yang lalu, Diar mengaku berat badannya naik sekitar 20 kilogram. "Kalau bertemu teman-teman lama atau guru saya dulu, komentar pertama pasti bertanya kok saya makin gemuk," tutur penyuka film fiksi-ilmiah ini. (ad/mgc/hdi)

SUMBER : JP-RJ 11 MEI 2018

Selasa, 13 November 2018

MELIHAT AKTIVITAS PENGGEMAR IKAN KOI DI JEMBER


Bikin Club, Ingin Jadikan Jember Sentra Koi

Ikan koi ikan digemari. Rumah tangga hingga hotel, banyak yang memajang koi sebagai hiasan. Bahkan kini muncul klub penggemar koi Jember.

WAWAN DWI SISWANTO, Tegal Boto.

HIJAUNYA kawasan Universitas Jember (Unej) membuat banyak orang ingin menghasbiskan Ahad paginya di kampus negeri itu. Ada yang ingnin berolahraga, juga sekadar duduk manis menikmati segarnya udara.

Namun ada satu tempat yang menarik perhatian. Yakni di halaman Lembaga Penelitian Universitas Jember (Unej). Di biru yang dijadikan tikar. Ada juga tiga bak kolam portabel yang terbuat terpal berwarna biru.
Rupanya, lokasi itu jadi ajang para pecinta ikan hias untuk berlomba. Lomba ikan koi tepatnya.

Tikar dari terpal berwarna biru itu berjajar puluhan ikan koi yang terbungkus plastik. Para penghobi koi dan masyarakat umum tampak kagum dengan keindahan koi, saat pembungkus plastik berisi koi tersebut di tempatkan ke baskom berisi air.

Warna ikan itu terlihat jelas, ada paduan putih merah, putih merah kuning, hingga kuning merah. "Bak (baskom,red) ini untuk penjurian, jadi bisa terlihat jelas warnanya, dan panjang ikan," ucap Ahmad Fauzi Ketua Jember Koi Club.

Jember Koi Club ini berdiri tahun 2016. Dia mengaku, berdirinya komunitas tersebut berawal banyak yang memelihara ikan koi di Jember. Baik perorangan yang dipelihara di rumahnya hingga di hotel.

"Sebenarnya di Jember ini banyak yang suka, tapi rata-rata mereka tidak tahu di mana tempat sharing. Sehingga kami membuat wadah lewat Jember Koi Club," katanya. Sekarang angotanya sudah sampai ratusan. Tapi yang aktif sekidar 30 orang.

Fauzi menjelaskan, ikan koi adalah ikan yang berasal dari jepang dan sudah lama jadi ikan hias primadona. Bahkan, banyak orang percaya memlihara ikan koi itu menambah hoki. "Ada yang percaya pelihara koi itu buat hoki. Beberapa kalangan juga percaya membuat usia tambah panjang," imbuhnya.

Pria 44 tahun ini mengatakan, berdasarkan rekor usia ikan koi itu mencapai 200 tahun. "koi tertua itu diberi nama Kanoko dan sekarang usianya capai 200 tahun," paparnya.

Baginya, logika pelihara ikan koi bisa panjang usia dan membawa hoki, lantaran memelihara koi ini sama dengan memelihara keseimbangan air. "Tidak hanya butuh air bersih saja. Tapi air yang memenuhi ekosistem. Kadar PH air bagus, kandungan aoksigen, nitrat, dan lainnya," ujarnya.

Lewat mengelar lomba semacam ini, tujuan Fauzi dan Jember Koi Club tidak hanya bagus-bagusan semata. Tapi ada tujuan lebih besar, yakni ingin Jember jadi sentra ikan koi.

"Selama ini Jember ini jadi penonton atau konsumen ikan koi. Jika Jember jadi sentra koi. maka kelestarian air terjaga dan memutar roda perekonomian masyarakat," tambahnya.

Fauzi menjelaskan, Jember ini punya alam yang bagus. "Air suhu, dan cuaca sangat mendukung untuk perkembangbiakan koi," imbuhnya. Selama ini sentra penghasil koi ada di Blitar, kediri, sukabumi, dan tulungagung.

Untuk mewujudkan cita-cita Jember sebagai penghasil koi nasional akan gandeng Lemlit Unej, Perikanan Jember, Dinas Pariwisata Jember, Bapekab, dan para pelaku koi. (dwi/hdi)

SUMBER : JP-RJ 10 MEI 2018

Senin, 12 November 2018

DEDDY PRASETYO, PELATIH TENIS YANG KEMBANGKAN SAINS DALAM PELATIHAN

Bukan Atlet Top, Tapi Ingin Lahirkan Atlet Berprestasi

seiring kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, pola pelatihan olahraga pun ikut berubah. Atlet berbakat tidak semata mengandalkan kekuatan dan semangat, tetapi juga dari pola pelatihan yang tepat dengan berbasiskan sains. Seperti yang dilakukan oleh Deddy Prasetyo, pelatih tenis nasional yang lusa kemarin datang ke Jember.

ADI FAIZIN, Kaliwates

PERMAINAN tenis di Lapangan Tenis GOR PKPSO pada sore itu tidak seperti biasanya. Dua orang atlet bermain tenis dengan hanya menggunakan setengah lapangan. Sesi selanjutnya malah lebih unik lagi. Lapangan tenis yang digunakan bermain hanya seperempat saja..

"Ini adalah pola pelatihan tenis untuk atlet usia dini dan remaja yang mengandalkan inteligensi, bukan semata kecepatan," tutur Deddy Prasetyo yang sore itu menjadi fokus perhatian dari puluhan pasang mata.

Ini bukan sekadar latihan tenis biasa. Deddy merupakan pelatih tenis kaliber nasional. Sederajat atlet kaliber nasional telah dilahirkan tangan dinginnya. Salah satunya adalah Christopher Rungkat, pemain tenis kedua asal Indonesia yang mampu merengkuh gelar di turnamen Grand Slam setelah Angelique Widjaja.

Menariknya, semasa muda, Deddy justru bukan termasuk atlet tenis yang berprestasi di level nasional.
"Dia memang pemain (tenis,red), tapi bukan level nasional. Ya mungkin level daerah lah," tutur Soetriono, ketua Pengkab Persatuan Lawn Tenis Indonesia (Pelti) Jember. Pelti Jember, lanjut Soetriono, sengaja mendatangkan coach Deddy dalam acara coaching clinic selama tiga hari, bersamaan dengan gelaran Unej Cup IV tahun 2018.

"Kita ingin ada sentuhan modern sains dalam pola pelatihan tenis di Jember. Oleh karena itu, di hari terakhir, kita juga undang empat klub tenis yang ada di Jember," jelas Soetriono. Tak hanya dari Jawa Timur, peserta coaching clinic yang dihelat Pelti Jember juga berasal dari berbagai daerah. Bahkan, ada pula yang datang dari Papua.

Dalam dunia sepak bola, kiprah Deddy bisa disamakan dengan beberapa nama pelatih klub sepak bola besar Eropa yang bukan berlatar belakang pemain. Sebut saja Jose Mourinho, salah satu pelatih tersukses asal portugal yang justru tidak pernah menjadi pemain sepak bola senior. Jose menyerap ilmu kepelatihan justru dari berbagai kursus kepelatihan.

Begitu pula dengan Deddy Prasetyo yang sukses sebagai pelatih berkat aneka ragam kersus kepelatihannya. "Awalnya coach Deddy belajar secara aototidak. Dia banyak buku ilmu kepelatihannya yang memadukan pendekatan sains," jelas Soetriono.

Jalan kepelatihan Deddy makin moncer setelah dia berkawan dan berguru dengan Frank van Fraayen Hoven dari KNLTB, Belanda. Frank pula yang selama beberapa tahun terakhir didapuk oleh pengurus pusat pelti untuk memodernisasi pola pelatihan tenis di Indonesia. "Bila dibilang, coach Deddy ini adalah murid terbaik dari Mr Frank. Jadi, Mr Frank ini semacam konsultan pelatihan dari pelti nasional," tutur Soetriono yang juga atlet veteran tenis lapangan ini.

Selama beberapa tahun pula, Deddy mengikuti berbagai macam kursus kepelatihan resmi yang diadakan oleh internasional Tenis Feredarition (ITC), induk cabang olahraga tenis lapangan dunia. "Om Deddy bisa dibilang hobi sekolah. Dia kursus kepelatihan ke berbagai negara, seperti Belanda, Jerman, Australia, dan lain-lain," tutur pria yang juga menjabat sebagai guru besar Fakultas Pertanian Universitas Jember ini.

Karena kiprahnya itu pula, Deddy didaulat sebagai wakil ketua Bidang Pembinaan Prestasi Pungurus Besar (PB) Pelti. "Coach Deddy memang cinta tenis, karena menurutnya ini olahraga yang unik. Ada seninya," jelas Soetriono.

Dalam coaching clinic selama tiga hari di Jember, ada banyak materi yang bisa dibilang baru didapatkan oleh insan olahraga tenis di Jember. "Kita baru tahu, ternyata selama masa pubertas, atlet tenis itu tidak boleh di genjot pola latihannya. Karena secara sains, itu memberikan dampak yang tidak baik pada anatomi tubuh," tutur Soetriono.

Pola latihan yang berlebih pada masa remaja, bisa membuat otot-otot yang seharusnya tidak menonjol, akan menjadi menonjol. "Itu bisa bikin cedera. Makanya, kalau maih masa pubertas, tidak disarankan untuk angkat beban," tutur Soetriono.

Selain itu, para orang tua dan pelatih juga diharapkan untuk tidak menggenjot anak-anak yang masih berusia antara 10 hingga 14 tahun, untuk menjadi juara dalam setiap kejuaraan yang diikutinya. "Anak usia segitu yang paling penting adalah konsistensi pemainan, bukan power, karena dengan begitu inteligensinya akan lebih berkembang dan mampu membaca kekuatan lawan," lanjut Soetriono.

Jika pada usia 10 hingga 14 tahun seorang atlet sudah digenjot untuk mengejar juara, akan berakibat negatif ketika menginjak usia 16 tahun. "Di usia dini, yang lebih penting adalah pemahamannya," tutur Soetriono.

Oleh karena itulah, pada coaching clinic kemarin, Deddy Prasetyo menerapkan pola latihan dengan menggunakan setengah dan kemudian seperempat halaman. "Tidak perlu bermain dengan cepat. Kalau lapangannya cuma setengah atau seperempat, pukulannya tidak mengandalkan power, tapi kejelian. Karena mengasah kejelian itu yang lebih penting untuk atlet usia dini. Kalau power nanti akan mengikuti sendiri," jelas Deddy memberikan alasan.

Di temui Jawa Pos Radar Jember usia pembukaan coaching clinic, Deddy nampak cukup antusias diundang untuk memberikan pelatihan di Jember. "Jawa Timur di masa lalu itu gudangnya atlet berprestasi. Maka, saya harap kita bisa mengulanginya lagi, antara lain dengan coaching clinic seperti ini," pungkas Deddy. (ad/mgc/hdi)

SUMBER : JP-RJ 9 MEI 2018

Minggu, 11 November 2018

TREN BARU CAPSULE HOTEL DI JEMBER BAGI BACKPACKER

'Kapsul Inap'Tak Lebih dari 10 Meter Kublik per Tamu

Jika biasanya dalam satu kamar hotel hanya diisi maksimal du atamu, kini tren penginapan sudah mulai bergeser. Wisatawan banyak memilih yang diisi hingga delapan tamu per kamarnya. Judulnya: Capsule Hotel.

LINTANG ANIS B, Jember kota.

JANGAN bayangkan kamar yang luas, tempat tidur yang besar, serta sofa empuk dan jendela lebar dalam kamar. Alih-alih pemandangan tersebut, dalam satu kamar justru tersedia enam hingga delapan 'kotak' berisi tempat tidur dan bantal saja. 'kotak-kotak' tesebut ditata hingga dua tingkat dan hanya dibatasi tirai blindfold di samping selasarnya.

Ini adalah definisi dari capsule hotel atau hotel kapsul. Penginapan semacam ini pertama kali dikenalkan kepada publik di Jepang. Kemudian diadopsi oleh negara-negara lainnya, termasuk Indonesia. Ini menjadi pilihan favorit para backpacker yang lebih mengutamakan traveling dan hanya memfungsikan kamar sebagai tempat untuk istirahat semata.

Tren ini mulai beranjak ke Jember sejak akhir 2017 lalu, lewat kehadirran salah satu capsule hotel di kawasan segitiga emas kampus Universitas Jember. Meski lokasinya agak masuk gang, namun rupanya peminat hotel cukup ramai. "Setiap hari ada saja yang menginap  dengan beragam keperluan," ujar Diah Kurnia Fitri Lestari, pemilik capsule hotel tersebut.

Jika dilihat, pada masing-masing kamar terdapat empat single capsule bed di isi utara dan dua double capsule bed di sisi selatan. Sedangkan di dorm pria, total terdapat delapan capsule bed dalam satu kamar. Kamar mandinya terpisah, berrada di ujung ruangan di masing-masing lantai. "Seluruhnya ada 44 capsule bed dalam delapan kamar dan sembilan kamar mandi tersedia untuk tamu," lanjutnya.

Bangunannya pun cukup eye catching dan lokasinya cukup strategis. Memasuki ruang tamunya, pengunjung akan langsung berhadapan dengan, wall of fame yang berisi tanda tangan dari tamu yang pernah menginap.
Sementara, di teras terdapat hiasan dinding yang tak jarang dijadikan properti swafoto. Pengunjung juga bisa menyewa  sepeda dan sepeda motor untuk berkeliling  kota Jember. "Untuk tarifnya, single capsule seharga Rp100 ribu dan double capsule Rp 125 ribu," imbuh Ana.

Tempat ini, kata dia, awalnya merupakan kos-kosan mahasiswa. Namun, wanita yang akrab di sapa Ana ini enggan melanjutkan bisnis kos ynag sempat dia jalani beberapa waktu.

Kemudian, tercetus sebuah ide ketika Ana dan suaminya berlibur ala backpacker. Sebagai seorang yang hobi backpackeran, dirinya beberapaa kali melancong ke luar negara dan melihat berbagai jenis penginapan, salah satunya adalah capsule hotel, saya pikir kok bagus," kenangnya.

Ana mencoba mengadaptasikan pengalamannya tersebut ke Jember, dengan merombak tempat kos yang dia miliki menjadi capsule hotel. Selama lima bulan, dirinya dan sang suami mengumpulkan perlengkapan dan kebutuhan untuk penginapan yang tidak umum di Jember ini. Seluruh desain juga dikerjakan sendiri bersama suaminya.

"Kebanyakan kalau hotel kan satu kamar, kamar mandinya di dalam, ada televisinya, hanya seperti itu. Kita coba menyajikan hal yang baru bagi wisatawan di Jember, khususnya penggemar backpacker lebih memilih penginapan capsule hotel," ujar wanita kelahiran 19 mei 1987 tersebut.

Tak ada kesulitan berarti selama proses pembangunan capsule hotel ini. Hanya para tukang saja yang cukup terkejut ketika mulai merombak ruangan. "Mereka kaget, kok onok-onok ae hoel koyok ngene (kok ada-ada saja hotel seperti ini,red)," ujar Ana sembari tertawa.

Sebelum masuk ke kamar, pengunjung dilarang mengenakan sepatu saat masuk ke area kapsul. Mereka juga diberikan kartu akses oleh petugas , yang berfungsi sebagai alat pembuka kunci kamar dan loker.

Dilihat dari desainnya, hotel kapsul ini cukup unik. setiap unit hanya bisa menampung satu pengunjung di single capsule, karena ukuran kapsulnya yang terbatas. Kendati demikian, fasilitas yang disematkan di dalam setiap unitnya cukup membuat para turis backpacker bisa beristirahat dengan nyaman. Ada gantungan berkait, selimut tebal, serta meja kecil yang bisa digunakan sebagai alas.

Seluruh kamar mandi tersedia di sudut ruangan di masing-masing lantai, dan bisa digunakan baik untuk pria maupun wanita. Selain itu, walau konsepnya shared bathroom, Ana memastikan kamar mandi yang tersedia tetap bersih dan nyaman.

"Tapi, khusus untuk kamar, kita bedakan dorm laki-laki dan perempuan. Kalau ada yang tidak mau dipisah pria dan wanita, kita tidak izinkan menginap  di sini," tegas Ana. Peraturan ini menjadi mutlak untuk mencegah hal-hal  negatif yang tidak diinginkan.

Karena masih pertama kali ada di Jember, dirinya sempat diragukan oleh masyarakat sekitar, khususnya yang masih belum memahami konsep dormitory hotel. Namun, belakangan ini tren wisata memang sudah mulai bergeser ke arah backpacker.

"Bagi mereka yang sering backpackeran, hotel biasanya hanya dibuat untuk tempat istirahat dan mandi. Mereka lebih banyak ngetrip daripada di hotel. Jadi, mereka tidak terlalu butuh kamar yang besar. Meski begitu, kita juga menyediakan kamar yang privat untuk keluarga, tapi kamar mandi tetap di luar," terang ibu dua anak tersebut.

Diluar ekspektasi, pengunjung yang datang tak hanya dari sekitar Jember saja, tetapi juga dari mancanegara. Mereka memilih capsule hotel , sebab hanya digunakan sebagai tempat transit. "Misalnya yang mau ke Bromo atau ke Ijen, transit dulu untuk istirahat  di sini." imbuhnya.

Hal ini cukup wajar, mengingat backpacker luar negeri sudah terbiasa bermalam di capsule hotel. Bahkan, ada wisatawan mancanegara yang menginap setelah berkeliling dunia dengan menggunakan sepeda. "Kira-kira kalau ditotal, wisatawan datang dari sekitar 15 negara," ujarnya.

Dilihat dari okupansi, Ana mengaku tempatnya hampir selalu full booked setiap akhir pekan. 40 hingga 50 persen. Salah satu faktor yang mempengaruhi adalah pemasarannya melalui agen perjalanan daring. "Kita juga kerja sama dengan dinas pariwisata," imbuhnya.

Upaya Ana menginisiasi capsule hotel membuat beberapa pelaku uasaha ingin menjajal bisnis serupa. Dirinya mengaku banyak diajak diskusi dan konsultasi mengenai bisnis ini. "Kalau di kota-kota besar memang sudah cukup banyak penginapan serupa. Di Jember ini baru pertama kali," pungkasnya. (lin/mgc/hdi)

SUMBER :JP-RJ 8 MEI 2018

Kamis, 08 November 2018

BELIA NURMAULIDA, PERAIH PERAK DI OLIMPIADE SAINS NASIONAL

Belajar Jadi Kebutuhan, Copot Semua Aplikasi Medsos

Menjadi juara kelas hingga menuju olimpiade Sains Nasional (OSN) di dapat dengan perjuangan. Seperti Beli Nurmalida, peraih medali perak bidang IPA OSN ini tidak sekadar belajar saja. Ia juga rela mencopot aplikasi medsos.

WAWAN DWI SISWANTO

BERKUNJUNG ke kediaman pelajar berprestasi Belia Nurmaulida Anindito Putra, di Jalan Bangka, tidak ada bedanya dengan pelajar pada umumnya. Dinding ruang tamunya tidak ada pernak-pernik piala, piagam, atau medali yang pernah diraih Belia. Hanya ada kursi, meja, kerajinan tembikar, dan cermin. "pialanya ada di belakang," ucap Bowo, ayah Belia.

Lemari jati dengan kaca transparan, di tempat itulah puluhan piala Belia disimpan. Sementara, piagam penghargaan yang dibingkai di pigura berjalar rapi di sebuah musala kecil rumahnya.

Memajang piagam di tempat ibadah, menurut Bowo, ayah Beli, adalah apresiasi prestasi untuk putrinya.
"Setiap kali anak mendapatkan sesuatu, kami selalu memberikan apresiasi. Memajang puluhan piala dan piagam adalah cara agar tidak lupa dengan yang pernah dicapai," ujar Bowo.

Satu penghargaan yang disimpan di kamar Belia adalah medali di OSN. Medali berwarna perak itu tersimpan rapi di kotak berwarna biru. Tahun kemarin, nama Belia mampu mengharumkan Jember dengan meraih medali perak mata pelajaran IPA. Pelajar SMPN III ini meraih medali emas OSN di tingkat Jatim, dan mewakili provinsi untuk OSN Nasional, dan pulang membawa medali perak.

Menuju tingkat nasional, perjuangan Belia tidak mudah. Dia harus berkompetisi dengan empat temannya dari satu sekolah. "Pertama, yang diseleksi empat orang dan menyusut  jadi dua siswa. Akhirnya, saya jadi perwakilan sekolah untuk seleksi OSN tingkat Kabupaten Jember," imbuhnya.

Bahkan, proses seleksi tingkat sekolah dengan Kabupaten, lebih sulit sekolah, proses penjaringan setidaknya 2 minggu sebelum tes tingkat Kabupaten. Jika telah masuk tingkat Provinsi dan nasional, belajar pun lebih intesif. Mulai pagi hingga istirahat ke dua atau sekitar pukul 12.00, Belia tidak ikut pelajaran umum, tapi latihan intesif IPA.

Bertubi-tubi mendapatkan pelajaran IPA, tidak membuat dia jenuh. "Sudah terbiasa, kerena setiap setiap hari belajar," imbuhnya. Perempuan yang kini duduk di bangku kelas IX ini tidak menambah atau mengubah jam belajarnya di rumah. Mulai pukul 19.00 hingga 21.00, Belia belajar.

Karena terbiasa belajar, dia merasa belajar sebagai kubutuhan. "Ya kalu tidak belajar, ketinggalan," katanya. Belia pernah mendapatkan pengalaman pahit karena selalu mengentengkan belajar. Saat masih SD, dia gugur dalam lomba pelajaran. Sejak saat itu, dia memahami kalah di lomba karena belajarnya kurang.

Kiat sukses menuju OSN tidak sekadar belajar. "Haarus konsentrasi," katanya. Jelang OSN, Belia full belajar IPA. "Kalau mau berhasil harus fokus," imbuhnya.

Agar fokus, baik persiapan OSN atau saat ujian sekolah, Belia rela mencopot aplikasi medsos di telepon genggamnya. Dia juga tidak takut dikucilkan teman-temannya hanya karena masalah sepele, tidak aktif di FB, WA, BBM, IG dan medsos lainnya. "Sebelum nggak aktif di medsos, bilang dulu ke teman. Kalau mau hubungi lewat SMS atau telepon," jelasnya. (dwi/mgc/hdi)

SUMBER : JP-RJ 6 MEI 2018

Rabu, 07 November 2018

SMA NURIS LANGGANAN JUARA OLIMPIADE YANG DIINISIASI PEMERINTAH

Buktikan Santri Bisa Bersaing, Berproses di Kamar dan Kelas Sains

sekolah dipondok pesantren bukan alasan untuk tidak meraih prestasi di bidang ilmu umum. Santri yang belajar di SMA Nuris sudah membuktikannya. Terbaru, mereka meraih juara di bidang astronomi dan kimia dalam olimpiade sains tingkat kabupaten.

BAGUS SUPRIADI, Sumbersari

BELAJAR di SMA Nuris sambil nyantri tidak menjadi halangan untuk meraih prestasi di bidang ilmu umum. Di sela kesibukan belajar ilmu agama di pondok, para santri Nuris tak lelah belajar ilmu sains. Hasilnya, mereka dapat meraih prestasi yang membanggakan.

ketiga kalinya, siswa SMA Nuris kembali membawa harum nama sekolahnya. Muhammad Fajri Kholili Zains, siswa kelas XII IPA A meraih juara tiga dalam olimpiade sains kabupaten (OSK) mata pelajaran Astronomi. Prestasi tersebut diraih setelah bersusah payah belajar.

Pria yang akrab disapa Fajar itu merupakan sosok yang supel dan punya keterampilan di bidang kepemimpinan.

Dia tekun belajar dan tak kenal lelah. wajar bila mengikuti kompetisi, dia meraih juara. Bahkan, kini sudah mempersiapkan diri untuk kembali bertanding dalam kompetisi yang lebih bergengsi, yakni olimpiade sains provinsi. "Saaya harus mengerjakan 15 soal pilihan ganda dan 5 esai," katanya.

Fajri mampu menjawab semua soal dengan baik. Apalagi, dia sudah menyukai pelajaran Astronomi sejak masih kelas X. "Pernah juga dulu juara harapan 1 tingkat nasional di Surabaya," akunya.

Kendati sudah berprestasi, Fajri tak mau berhenti di situ. Sebab, masih harus terus belajar untuk meraih juara hingga tingkat nasional. "Meski saya juga memiliki kesibukan di organisasi M-sains salam mendampingi teman-teman belajar sains," paparnya.

Tak hanya Fajri yang meraih prestasi dalam ASK pada 20 Februari 2018 lalu. Namun, juga Ahmad Wildanil Alief, siswa kelas XI IPA A tersebut meraih juara satu mata pelajaran kimia. Wildan terkenal sebagai siswa genius dan tekun.

Dia menyisihkan ratusan siswa SMA sederajat se-Kabupaten Jember, dan mendapat kesempatan mewakili Jember dalam ajang ke Tingkat Jawa Timur. "Juara dua diraih SMAK Santo Paulus , Juara tiga diraih SMAN 1 Jember," akunya.

Di sekolah, Wildan juga aktif di kelas sains dan selalu konsisten berada di peringkat 3 besar setiap semesternya. Kegiatan ekstrakurikuler yang dipilih olehnya adalah M-sains mata pelajaran kimia. Dia mampu meneruskan prestasi OSK Kimia yang tahun lalu diraih oleh Marhamah, siswa MA Nuris Jember yang kini sudah kelas akhir.

Dalam kurun waktu 3 tahun terakhir, olimpiade yang diinisiasi oleh pemerintah ini menjadi salah satu pemetaan prestasi dan nilai kredibilitas potensi siswa di setiap lembaga SMA SE-Indonesia. Prestasi yang diraih oleh SMA Nuris Jember patut diperhitungkan dalam adukecerdasan siswa bidang sains tersebut.
Capaian prestasi para siswa SMA Nuris Jember di bidang OSK mapel Astronomi dan mewakili Kabupaten Jember ke ajang tingkat provinsi.

Melalui seksi Penjamin Mutu Siswa Yayasan  Nurul Islam Jember, pengelolaan ekstrakurikuler di SMA Nuris Jember semakin bertaji dalam meraih prestasi. Mulai dari ekstrakurikuler nonsains, hingga lembaga pengembangan bahasa asing (Arab, Inggris, dan Mandarin).

Potensi siswa dapat diasah dan dioptimalkan. Bahkan, sudah ratusan piala diraih oleh siswa dalam rentang waktu juli 2017 sampai maret 2018. "Anak-anak memang luar biasa, bisa bersanding dengan sekolah favorit di Jember sebagai juara OSK," kata Milla Karmila, kepala seksi penjamin mutu siswa yayasan nurul islam jember.

Dia mengatakan terus mengevaluasi setiap lomba yang diikuti agar konsisten mencetak jawara sains. Ekskul Astronomi di SMA Nuris Jember tidak hanya sekadar pandai mengerjakan soal-soal olimpiade, tetapi juga mampu mempraktikkannya.

"Sarana seperti teleskop untuk pengamatan benda-benda luas angkasa sudah dimiliki," tambahnya.

Sementara kepala SMA Nuris Jember Gus Robith Qoshidi Lc menambahkan, prestasi yang diraih oleh para pelajar SMA Nuris menjadi bukti bahwa belajar di pesantren tidak akan tertinggal dari sekolah umum. "Pesantren bisa berkonstribusi dalam pengembangan sains," paparnya.

Kini, lanjut lulusan Universitas AL Azhar Mesir tersebut, pesantren harus terus menyesuaikan dengan perkembangan zaman. "Di Nuris ada kamar sains, kelas sains sebagai wadah bagi santri," pungkasnya. (kl/gugs/mgc/hdi)

SUMBER : JP-RJ 3 MEI 2018

Selasa, 06 November 2018

DAMPAK WISATA BETO SO'ON, DI DESA SOLOR, KECAMATAN CERMEE

Tak Ada Lagi Cerita Minta Kiriman Air Bersih di Musim Kemarau

Wisata membuat semua orang senang. Wisata juga mengubah wajah desa jadi indah. Kebutuhan dasar warga juga makin terpenuhi akibat dampak wisata. Inilah yang dirasakan warga atas pengembangan wisata Batu Solor, di Desa Solor, Kecamatan Cermee.

WAWAN-ADI, Bondowoso

SINAR matahari begitu menyengat kulit siang itu di daerah wisata Batu Solor, Kecamatan Cermee, Bondowoso. Angin yang berembus terasa kering, berbeda sekali dengan daerah ketinggian seperti ijen. Padahal Desa Solor itu jauh dari laut dan termasuk daerah ketinggian.

Panasnya kawasan Solor di siang bolong tersebut, rasanya ingin segera bersembunyi di bawah pepohonan jati atau pohon akasia yang selalu setia sebagai peneduh.

Meski kondisi demikian, destinasi wisata ini punya daya pikat tersendiri bagi wisatawan. Batu yang menjulang tinggi seperti stone henge di Inggris, itulah daya tarik Batu Solor.

Banyak orang menyebut, batu bersusun di Desa Solor adalah batu megalitikum. karena lagi-lagi bentuknya mirip stone henge, tak lazim, dan jarang ditemukan di daerah lain. dinas pendidikan dan kebudayaan melalui kasi kepurbakalaan dan kesejarahan, Herry Kusdaryanto menyebut, batu susun itu belum ditetapkan sebagai peninggalan megalitikum karena beluum diteliti.

Meski begitu, wisatawan terus berdatangan. wisata solor juga terus dikembangkan. jika dulu dari pusat kota Bondowoso menuju solor yang melewati lima kecamatan, mulai tenggarang - wonosari - hingga prajekan itu membutuhkan waktu kurang lebih tiga jam, kini hanya sekitar satu jam saja.

Jalan berbatu makadam dan paras tidak ada lagi. karena mulai tahun kemarin, pemkab serius menggelontorkan dana untuk pembangunan jalan aspal hotmix menuju solor. saat ini perubahan solor begitu drastis. jika dulu hanya sabtu minggu ada wisatawan, maka sekarang hampir  tiap hari ada wisatawan. dampak ekonomi yang dirasakan warga tampak berdirinya warung-warung makanan. sebelumnya, tidak ada warung dan untuk membeli harus turun terlebih dahulu ke rumah penduduk.

berkat wisata, desa solor yang dikenal sebagai daerah panas dan kering itu berubah. kebutuhan mendasar yang dirasakan warga adalah  ketersediaan air. mencari air bersih di daerah solor lokasinya tepat di belakang warung. pipa berwara abu-abu itulah sumber mata air baru di desa yang dikenal sebagai kawasan langganan kekeringan tersebut. "ini baru saja. akhir tahun kemarin," ujar Holidi warga solor.

sebelum jalan menuju solor di aspal, memang ada toilet yang dibangun lewat program Tentara Manunggal Masuk Desa (TMMD) 2016. tapi, toilet itu tidak bisa difungsikan karena tidak ada air.

Holidi menjelaskan, sebelum ada pipanisasi warga selalu mengimpan air hujan saat musim hujan tiba. sebab, kata dia, kemarau di daerah solor ini lebih panjang dari pada penghujan. terlebih lagi, saat stok penyimpanan air hujan itu habis maka warga harus berjalan puluhan kilometer untuk mencari sumber mata air. puluhan tahun seperti itu, tambah Holidi, kini kebutuhan air bersih bisa teratasi karena wisata.

sementara surito, perangkat desa solor mengatakan, pipaanisasi ini adalah anggaran dari desa. "ambil airnya ini dekat air terjun di atas. jadi dari batu solor jaraknya lebih dari 10 kilometer," katanya. dia mengaku, tujuan pipanisasi ini adalah untuk warga yang setiap musim kemarau selalu kesulitan air bersih.

semangat lebih untuk merealisasi pipanisasi juga ditunjang dengan wisata. terlebih lagi pemkab serius membangun infrastruktur kawasan wisata tersebut. "dari sumber mata air ke warga di desa solor bagian bawah itu melintas kawasan wisata batu solor. jadi lebih efektif dan efisien," imbuhnya.

dia bersama kades dan perangkat desa lainnya, punya pemikiran pipanisasi ini punya pemikiran tak sekadar memenuhi kebutuhan air bersih saat musim kemarau tiba. tapi juga menggerakkan roda perekonomian warga, lewat wisata. "kalau wisatawan ke solor itu punya kesan bagus,  tidak merasa sulitnya buang air bersih. maka, wisatawan akan rekomendasikan ke teman-temannya,' katanya.

semakin banyak ke solor, berarti akan memunculkan pedagang. "pedagang buka warung di batu solor, makin nyaman. karena tidak usah repot bawa air dari rumah," imbuhnya.

wisata batu solor yang berada di desa sebentar lagi berasa kota. menurut kabar dari kabag perekonomian pemkab bondowoso taufan restuanto, tahun depan 2019 PLN punya program listrik dari solor, maka penerangan jalan akan mudah didapat," pungkasnya. (cl/hdi)

SUMBER : JP-RJ 2 MEI 2018

Kamis, 01 November 2018

PENDERITAAN MUNIRA, NENEK BUTA DAN LUMPUH ASAL ARJASA

Anak Gangguan Jiwa, Andalkan Makan dari Tetangga

Menjalani masa tua, tentu sangat mengharapkan mendapatkan kasih sayang dari anak cucunya. Namun, nasib yang tidak beruntung dialami Munira, 80, warga Desa Kemuning lor, Kecamatan Arjasa. Kondisinya sudah lemah dan pandangan yang sama sekali tidak bisa melihat. Di lain pihak, anak lelaki yang diharapkan jadi tulang punggung, malah mengalami gangguan jiwa sejak 10 tahun lalu.

RANGGA MAHARDIKA, Arjasa

UNTUK mencapai rumah Munira tim Jawa Pos Radar Jember tidak terlalu kesulitan. Rumahnya yang ada di Desa Kemuninglor, Kecamatan Arjasa itu berada di pinggir jalan menuju ke tempat wisata Rembangan, tepatnya berada di samping warung milik Politeknik Jember di kawasan tersebut.

Namun, kondisi ironis terlihat dari rumah yang menempel dengan warung yang begitu megah.

Tim dibarengi oleh Jumaliyah tetangga Munira, mendatangi rumah itu. Rumah yang berada di balik rerimbun kayu besar di pinggir jalan tersebut kondisinya sangat mengenaskan. Dinding  depan memang tembok, namun dalamnya hanya bambu. Rumah ini juga sudah reyot, terlihat dari sejumlah atap yang lapuk.

Di dalam ruangan pun terlihat ada tiang penyangganya. Tetapi, dengan luas ruangan yang terbagi tiga sekat ini, hanya ada dua penerangan lampu yang redup. selain itu, ruangan cukup gelap karen atidak terlihat jendela sama sekali, sehingga sangat pengap dan gelap meskipun saat itu waktu sudah menunjukan sekitar pukul 11.00.

Di salah satu ruang tengah itulah, seorang nenek hanya bisa terdiam diri di atas kasur yang kumuh. Bahkan, untuk bergerak di ranjang itu saja sulit. Sebab di kasur itu banyak tumpukan kain dan barang lainnya yang berserakan. Bahkan, sejumlah alat makan pun terlihat di samping sang nenek.

"Setiyah Maghrib ta, mak peteng yeh (sekarang apa sudah Maghrib, kok gelap ya)," suara serak berat dari Munira, bertanya kepada Jumaliyah yang mendatanginya.

"Enjek, setiyah bedug (bukan, sekarang zuhur)," tutur Jumaliyah.

Menurut keterangan Jumaliyah, memang nenek Munira sudah tidak bisa melihat dan tidak bisa membedakan hari sudah gelap atau siang hari. Apalagi, nenek Munira ini memang sudah tidak bisa bergerak (pindah) dari kasur.

Menurut Jumaliyah, sebenarnya Munira dulunya orang yang cukup berada. Dirinya saat muda berjualan ke sejumlah pasar di Jember. "Jualan sayur dan sapu lidi ke pasar. Kadang ke pasar Tanjung di Jember," terangnya. Namun, lama-kelamaan kondisinya terus menurun karena termakan usia, bahkan, kondisinya diperburuk dengan penglihatan yang menurun, hingga kemudian tidak bisa melihat sama sekalil, Nenek Munira pun tidak bisa melakukan aktifitas sehari-hari.

Saat ditanyakan bagaimana dengan kehidupan sehari-harinya, ternyata Munira sebenarnya tinggal bersama anak lelakinya, Ahmad Syamsuri. Namun, sejak 10 tahun lalu, Syamsuri mengalami gangguan jiwa, sehingga tidak bisa melakukan aktifitas secara normal.

Padahal, sang anak ini sebelumnya termasuk anak yang rajin. "Anaknya depresi setelah tidak jasi menikah," tuturnya.

Meskipun mengalami depresi, namun sang anak ini cukup sayang pada ibunya yang sudah renta ini. Kadang Syamsuri juga memasak untuk mereka. Untuk buang air besar (BAB) dan sejenisnya, harus digendong dan di angkat oleh Syamsuri ke kamar mandi.

Memang diakuinya kehidupan keluarga ini sangat mengenaskan. Bahkan, lebih banyak bergantung kepada uluran tangan tetangganya. "Ya setiap hari mengandalkan bantuan dari para tetangga," jelasnya. Sehingga, bisa dikatakan hidupnya bergantung pada bantuan dari orang lain.

Terkait dengan kondisi Nenek Munira yang buta dan lumouh, serta Syamsuri yang mengalami gangguan jiwa, Jumaliyah mengakui itu. Namun, dirinya tidak tahu apakah sebelumnya sudah pernah dibawa ke palayanan kesehatan atau tidak. Sebab, dirinya juga memiliki kesibukan sendiri.

Sementara Syamsuri, anaknya, yang kebetulan ada di rumah, tampak melantur saat ditanya soal kehidupannya. Namun, intinya dia sangat mencintai dan mau merawat ibunya.

"Kalau makan, ya diberi makan. Sayaa juga masak, ayo mari makan," ucap Syamsuri. Dirinya menjelaskan bahwa memang berat merawat sang ibu sendirian. Syamsuri mengaku repot ketika sang ibu buang air besar atau buang air kecil, kerena harus dibopong.

"Paling sulit kalau sakit, Nggak mau diam, selalu berontak. Yang pegang tidak kuat," jelasnya dengan berbata-bata. Namun, saat hendak menggali informasi lebih dalam, pembicaraan Syamsuri semakin tidak jelas. (ram/mgc/hdi)

SUMBER : JP-RJ 1MEI 2018

KREATIFITAS WARGA DESA SIDOMEKAR UBAH PASAR KUMUH JADI MURAL

Ini Strategi Untuk Memikat Pembeli Datang ke Sini Awalnya, hanya sebuah pasar Krempyeng yang kumuh di dalam gang. namun, sejak April pem...