Sedih Lihat Fakta Banyak Anak Dewasa Sebelum Waktunya.
Di zaman now, bukan hal aneh jika kita mendapati anak sekolah dasar (SD) sudah pacaran. Bahkan, ada yang melakukan hal tidak senono antar lain jenis. Kelas ibu cerdas hadir mendampingi agar perilaku negatif itu tak semakin parah.
BAGUS SUPRIADI, Sumbersari.
"HALO bu, bisa mengisi sosialisasi di sekolah kami, para guru sudah gerah," kata salah seorang guru SD di Jember saat menghubungi Dewi Rohkmah, penggagas kelas ibu cerdas, ceria, sehat, dan tangkas. Ibu guru tersebut merasa risi dengan perilaku siswanya.Ada yang sudah pacaran, ada juga ynag sudah panggil papa-mama.
Tak hanya itu, siswa ternyata cukup familiar dengan istilah-istilah pacaran. Seperti jojoba, jomblo-jomblo bahagia. Tak jarang, sudah berani menyatakan cinta pada orang tua anak yang disukai. Padahal, mereka masih pelajar SD. Namun, sudah melakukan perbuatan yang tidak wajar.
Mendapat permintaan itu, Dewi Rohkmah datang bersama timnya. Mereka menyosialisasikan banyak hal, terutama tentang kekerasan seksual dan kekerasan yang dialami pada anak. "Pertama, kami datangi gurunya, lalu guru menjelaskan kondisi muridnya," kata Dewi yang merupakan dosen Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) Universitas Jember.
Ternyata, para pelajar di sekolah tersebut sudah dewasa sebelum waktunya. Mereka melakukan kegiatan yang dilakukan oleh orang dewasa. Tak hanya berpacaran, tetapi juga ada ynag melakukan perbuatan tidak senonoh. Tim kelas ibu cerdas bersama paa guru di sekolah mengumpulkan para pelajar untuk diberi pemahaman yang benar.
Mereka menjelaskan tentang kesehatan reproduksi, kekerasan anak, dan pelecehan seksual. Selain itu, memberikan kesadaran pada para pelajar tentang perbuatan-perbuatan yang seharusnya tidak dilakukan. "Jadi, kami memberi tahu mereka, kalau yang berpacaran itu tidak boleh," ucap Dewi.
Setelah mengetahui, para siswa itu manggut-manggut dan rela menjomblo. Mereka sendiri bilang jojoba, jomblo-jomblo bahagia. Padahal, istilah itu dipakai oleh orang yang sudah dewasa.
Materi yang disampakan dalam kegiatan kelas ibu cerdas untuk melindungi anak-anak agar terhindar dari kekerasan dan pelecehan. Misal, menjelaskan tentang organ tubuh yang tidak boleh dipegang oleh orang lain. Apabila mendapat perlakukan tidak senonoh, harus lari.
Kemudian, materi tentang memahami organ tubuh, menjaga kebersihan tubuh, antisipasi bahaya, melindungi diri saat ada orang asing yang berbuat tidak senonoh.
Setelah selesai mengumpulkan anak-anak dan gurunya, kelas ibu cerdas meminta agar orang tua juga dikumpulkan. Mereka diberi pemahaman tentang kondisi yang terjadi pada anaknya. Wali murid tersebut juga mendapat materi tentang perkembangan dan perlindungan anak.
Dewi Rohkmah tak sendiri dalam melakukan kegiatan itu. Dia bersama timnya, yakni Ninna Rohmawati, Anita Dewi M, Retno, dan Desi Amalia. Kelima orang itu kompak dalam mendampingi siswa, guru dan wali murid. "Kami sosialisasikan secara terpisah antara anak dan orang tua," tambah Ninna Rohmawati.
Selain itu, siswa dibawah kelas IV juga dipisah, mereka mendapat materi yang lebih ringan. Sedangkan siswa di atas kelas IV hingga VI mendapat materi yang lebih tinggi. Kelas ibu cerdas menghubungkan komunikasi antara siswa, guru, dan wali murid. Sehingga, penyampaian materi tentang kesehatan reproduksi, kekerasan, dan pelecehan seksual bisa diselesaikan bersama. Tak hanya di tingkat sekolah, namun orang tua juga terlibat aktif dalam mengawasi anaknya.
Fenomena kejanggalan pada anak itu hampir merata di setiap sekolah. Penyebabnya beragam, salah satunya karena penggunaan gawai yang berlebihan dan tanpa didampingi oleh orang tua.
Contoh kecil, kata Dewi, dirinya mendapat permintaan dari ketua RT salah satu kampung untuk menyosialisasikan kekerasan seksual. Penyebabnya, ada dua keluarga yang berselisih karena salah anaknya mengalami kekerasan seksual.
Ceritanya, dua anak itu sedang bermain dokter-dokteran. Lalu, anak cowok itu memasukkan pensil (maaf) pada kemaluan anak perempuan itu. Akibatnya, kemaluan itu terluka dan menjadi bahan pertengkaran antar dua keluarga.
"Mereka tahu itu dari internet, namun melakukan kekeliruan karena tidak didampingi," ujar Desi Amalia. Dia menyadari pengunaan gawai bila tidak didampingi bisa menjadi ancaman. Akses pornografi begitu mudah didapatkan. Bahkan, saat bertanya pada siswa yang memegang gawai, beberapa dari mereka sudah mengakses pornografi.
Ada yang dikirim via Whatsapp dan ada yang melihat langsung dari internet. Untuk itulah, dalam setiap kegiatan sosialisasi di sekolah, materi yang disampaikan juga tentang gawai sehat untuk anak. "Siswa sulit konsentrasi karena pemakaian gadget," ucapnya.
Gawai membuat prestasi anak di sekolah menurun. Mereka tidak bisa belajar maksimal karena lebih menyukai gawai. "Di kelas tidak bisa konsentrasi, gawai sendiri sangat dinamis," ucapnya.
Menurut dia, tak sedikit anak yang menjasi korban kekerasan dan pelecehan seksual. Bila itu dibiarkan, maka ada kecenderungan korban tersebut akan menjadi perilaku. "Seperti api dalam sekam, banyak yang diam," ujarnya.
Salah satu contoh yyang cukup miris adalah salah seorang siswi SD yang sudah mengalami keputihan. Informasi itu di dapatkan karena orang tuanya bercerita tentang kondisi anaknya. "Pada hal keputihan itu terjadi karena ada hubungan berkali-kali," ujarnya.
Ada seorang anak yang melihat orang tuanya berhubungan seksual tanpa sengaja. pengetahuan itu kemudian diceritakan pada teman-temannya. Bahkan, ada yang dipraktikan. "Ada orang tua yang baru menyadari hal itu," tambah Anita Dewi.
Ironis sekali, tim kelas ibu cerdas tak ingin generasi bangsa hancur. Untuk itulah, mereka kerap melakukan sosialisasi ke berbagai sekolah. Melakukan pendampingan pada murid, guru, dan orang tua. Semua dilibatkan karena saling membutuhkan. (mgc/ras)
SUMBER : JP-RJ 12 MEI 2018
Tidak ada komentar:
Posting Komentar