Kamis, 15 November 2018

RAHMAT BUDIARTO, ANAK LOPER KORAN YANG JADI LULUSAN MAGISTER TERBAIK IPB

Raih Beasiswa, Tempuh Doktor Sekaligus dengan IPK 4

Keterbatasan ekonomi tidak menjadi halangan bagi Rahmat Budiarto. Dengan program beasiswa yang dijalaninya, lulusan Unej ini menjalani kuliah megister dan doktor nyaris bersamaan. Seperti halnya IPK yang telah diperoleh di jenjang magister, pada jenjang doktoral, Rahmat juga meraih IP sementara sempurna, 4.

ADI FAIZIN, Jember Kota.

SENYUM mengembang senantiasa terlihat dari wajah Rahmat Budiarto. Rasa syukur karena baru saja mengukir prestasi akademik yang cukup membanggakan. Pemuda asal Jember ini baru saja dinobatkan sebagai lulusan terbaik program magister dalam wisuda yang digelar Institut Pertanian Bogor (IPB), pada akhir April lalu. Dalam wisuda tersebut, Rahmat meraih indeks prestasi kumulatif (IPK) 4 alias sempurna.
Banyak yang berdecak kagum atas prestasi tersebut. "Belakangan memang banyak yang bertanya tips belajarnya. Saya juga bingung kalau menjelaskan. Saya juga bukan orang yang terlalu suka membaca banget," tutur pria yang akrab disapa Diar itu.

Tidak seperti bayangan sebagian orang, Diar mengaku tidak terlalu ngoyo dalam belajar. Meski demikian, dia juga tidak mau setengah-tengah saat mengerjakan tugas kuliah.

"Kalau memang sudah penat, ya sudah, percuma kalau dipaksa belajar. Refreshing dulu, tapi setelah itu belajar lagi. Kalau untuk tugas, memang saya agak perfeksionis," jelas Diar.

Lulus dari program Studi Agroteknologi Fakultas Jember (Unej) pada Agustus 2015 dengan IPK 3,93, Diar hanya punya jeda waktu 15 hari sebelum akhirnya dinyatakan resmi sebagai mahasiswa pascasarjana IPB.
Dia bisa berkuliah di IPB berkat beasiswa Pendidikan Magister. Doktor untuk Sarjana Unggul (PMDSU) dari Kemenristek Dikti.

Mampu menyelesaikan Kuliah master dengan predikat terbaik di Kampus pertanian terbaik di Indonesia, menjadi kebanggaan tersendiri bagi keluarga besar Diar. Maklum saja, Diar berasal dari keluarga sederhana.
Sang ayah, Gatot Subagio bekerja sebagai loper koran. Sedangkan sang ibu, Sudi Rahayu adalah ibu rumah tangga biasa. Diar mengenang, semasa kecil, rumahnya yang ada di daerah Gebang berbahan gedek (bambu), dan beralasan tanah.

"Beberapa kali rumah saya dulu bantuan bedah rumah dari pemerintahan. Kini sudah lumayan membaik karena anak-anaknya sudah mentas (lulus) sekolah," tutur dari tiga bersaudara ini.

Kini, di keluarga besarnya, Diar menjadi anggota keluarga dengan tingkat pendidikan terbaik. "Sejak kecil, keluarga besar saya memang sangat mendukung dan memotovasi saya untuk meraih prestasi di sekolah. Sering kali, dulu nenek kasih hadiah karena hasil rapor saya bagus," kenang Diar.

Profesi sebagai sebagai loper koran sudah detekuni sang ayah sejak Diar masih duduk di kelas 3 SD.
"Dulu waktu saya masih SMA, ayayh bisa kuat membawa 60-70 eksemplar per hari. Kini hanya sekitar 30 eksemplar per hari, seiring usia juga," tutur alumnus SMKN 5 Jember ini.

Sebagai loper koran,risiko di jalan cukup karib dengan ayah Diar. Ketika masih kuliah di Unej misalkan, pernah pula sang ayah mengalami kecelakaan sehingga tidak bisa bekerja selama beberapa waktu . Sejak kecil, Diar sekeluarga akrab dengan berbagai kesederhanaan.

"Pernah sih waktu masih kecil, kalau lagi tidak ada uang, kita satu keluarga makan pakai mie yang murah atau krupuk. Tapi tidak sering, karena keluarga besar saya sangat membantu," kenang Diar.

Beruntung, sejak kuliah SI, Diar tetap mendapat beasiswa, sehingga meringankan beban orang tuanya. Beasiswa PMDSU memungkinkannya untuk menempuh jenjang S2 dan S3 di IPB secara hampir  bersamaan.

Sejak Mei 2016, Diar sudah mulai menjalani kuliah doktoral sembari menyelesaikan kuliah magisternya. Saat diwisuda S2 bulan lau, Diar juga sudah menyelesaikan seluruh mata kuliah di program S3.

"Untuk S3-nya, IP sementara 4. Tapi belum tahu untuk IP kumulatifnya, karena poin penelitiannya kan belum masuk," jelas pria kelahiran 10 April 1993 ini.

Diar menempuh kuliah S2 di IPB sejak September 2015 hingga Agustus 2016. Sebenarnya, Diar bisa saja mengikuti wisuda magister pada pertengahan tahun lalu, Namun, profesor pembimbingnya menginginkan Diar untuk bisa menghasilkan publikasi ilmiah dengan hasil terbaik. Hingga akhirnya, selama menempuh pendidikan di IPB, Diar sudah mempublikasikan satu jurnal internasional, dua jurnal terindeks scopus (masih tahap reviewer) dan satu draf jurnal internasional.

Berkat beasiswa, tak hanya karier akademis Diar yang melambung. Berat badannya pun ikut bertambah. Sejak awal kuliah di IPB 3 tahun yang lalu, Diar mengaku berat badannya naik sekitar 20 kilogram. "Kalau bertemu teman-teman lama atau guru saya dulu, komentar pertama pasti bertanya kok saya makin gemuk," tutur penyuka film fiksi-ilmiah ini. (ad/mgc/hdi)

SUMBER : JP-RJ 11 MEI 2018

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

KREATIFITAS WARGA DESA SIDOMEKAR UBAH PASAR KUMUH JADI MURAL

Ini Strategi Untuk Memikat Pembeli Datang ke Sini Awalnya, hanya sebuah pasar Krempyeng yang kumuh di dalam gang. namun, sejak April pem...