Di Kampung, Sudah Dislamati sampai Seribu Harinya
Tak bermaksud mendahului takdir. Namun, karena putus asa, keluarga Jumanti Kiptiyah akhirnya menganggap perempuan yang jadi TKW itu sudah meninggal. Namun kisah sedih itu berbalik ketika akhirnya didapat kepastian itu nyata-nyata hadir di tengah keluarga. Seperti apa kisahnya ?
JUMAI, Tempurejo
HARI masih pagi. sekitar pukul 08:00. rumah Saiful Hadi terlihat lebih ramai dari biasanya. Beberapa tamu terlihat hilir mudik di rumah yang ada di Dusun Krajan RT 1 RW 2, Desa/Kecamatan Tempurejo itu.
Tak sedang ada jabatan. tetapi, karena banyak tetangga yang penasaran dengan Jumiati Kiptiyah. Nenek 71 tahun itu kembali setelah sempat menghilang ke Arab Saudi sejak 28 tahun lalu.
Perempuan asli Dusun Krajan Timur, Desa Paleran, Kecamatan Umbulsari itu memang diminta tinggal di rumah Saiful Hadi, anak pertamanya, setelah berhasil kembali pulang ke tanah air. Semua anak-anaknya sepakat Kiptiyah tinggal disana untuk menghabiskan masa tuanya.
Memang, suasana pagi itu tak seramai malam ketika Kiptiyah baru datang, usai dijemput anak-anaknya di bandara Blimbingsari, Banyuwangi. tetapi, pagi itu sisa-sisa penasaran warga masih terlihat. satu dua tetangga dan kerabat ingin melihat Kiptiyah dari dekat. ingin mendengar langsung kisahnya dari mulut perempuan yang berangkat menjadi tenaga kerja wanita (TKW) ke Arab pada 1990 ini.
Rona bahagia bercampur haru juga terlihat masih meliputi Kiptiyah dan anak-anaknya. kisahnya selama di Arab sering kali diulangnya. setiap ada yang menanyakan, Kiptiyah dengan sabar menjlentrehkan. Saiful Hadi terlihat selalu ada di samping ibundanya itu. dia seperti tak ingin jauh. bisa dimaklumi, sudah 28 tahun berpisah dengan ibundanya itu. dia juga termasuk anak yang paling sibuk mengurus kepulangan dan penjemputan ibundanya itu.
Meski terus terlihat rona bahagia, dia tak bisa menyembunyikan wajah kuyunya. "Saya nggak istirahat sama sekali, sejak menjemput di Blimbingsari, Selasa siang sampai sekarang (Rabu pagi, 16/5,red)," katanya.
Saiful mengaku sangat gembira dengan kehadiran kembali ibunya di tengah-tengah keluarga. Jujur, ketika itu, dia dan keluarga sebenarnya tak rela ibunya harus pergi menjadi TKI ke Arab Saudi. saat itu, dia masih 24 tahun. Namun, karena kondisi ekonomi keluarga, akhirnya keluarga pun memilih merelakan. "Ibu saya terpaksa pergi (ke Arab) meninggalkan alm Holil, Bapak, dan empat anak," jelasnya.
Kisah terpuruknya ekonomi keluarga itu memuncak ketika Kiptiyah bangkrut. sebelumnya, ibunya itu berjualan intan di Pasar Paleran, Kecamatan Umbulsari. Awalnya lancar-lancar saja. "Namun, karena banyak diutuangi orang saat itu, akhirnya usaha ibu ini bangkrut," ujarnya.
Kiptiyah pun akhirnya memutuskan menjadi TKI, dia berangkat melalui PT Afida Afia Duta Kebon Jeruk, Jakarta, Saiful Hadi menyebut, saat itu alamat yang ada di paspor memang bukan di Umbulsari. karena sesuatu hal, Kiptiyah menggunakan alamat Desa Dadapan RT 010 / RW 002, Kecamatan GRujukan, Kab.Bondowoso. perbedaan alamat di paspor itu pulalah yang sempat membuat pencarian Kiptiyah di Arab Saudi terkendala.
Awalnya, memang Kiptiyah masih berkomunikasi dengan keluarga, sekitar setahun. setelah itu, dia tak bisa berkomunikasi lagi. keluarga pun tak bisa melacak keberadaannya. Rupanya, Kiptiyah sudah pindah majikan. Tercatat, Kiptiyah 7 kali pindah majikan selama di saudi.
Keluarga terus berupaya melacak surat yan dikirimkan ke alamat majikan pertamanya tak pernah berbalas. Kiptiyah sendiri, rupanya juga kesulitan berkomunikasi dengan keluarganya. praktis, setahun setelah berada di Arab, komunikasi mereka putus total.
Karena putus asa, keluarga akhirnya menyimpulkan bahwa Kiptiyah sudah meninggal. sebab, dilacak kemana pun tak ada hasil. Termasuk ke PT yang memberangkatkannya. "Keluarga akhirnya menyimpulkan ibu sudah meninggal sekitar 2010 lalu," terang Saiful Hadi.
Selamatan untuk orang meninggal pun dilakukan keluarga itu. mulai dari tujuh hari, empat puluh hari, sampai peringatan seribu hari dilakukan. "Kami kirim doa sekaligus menghormati ibu yang kami anggap sudah meninggal," katanya.
Usai salat, Saiful dan adik-adiknya juga mengaku selalu kirim doa. selain sebagai wujud bakti kepada orang tua, mereka berharap doa itu bisa melapangkan kubur ibundanya.
Namun, perjalanan hidup orang memang tak ada yang tahu. Awal tahun kemarin, Saiful Hadi dan adik-adiknya mendapat kabar bahwa ibundanya masih hidup. Kabar itu beredar dari akun media sosial masyarakat di Jember. ada yang mengabarkan bahwa ada TKW yang mencari keluarganya di Jember setelah berpisah 28 tahun.
Sebelumnya, Kiptiyah memang bertemu dengan seorang TKW asal madura. kepada TKW itulah dia menceritakan kisahnya. termasuk ingin mencari keluarganya di Jember. Rupanya, oleh TKW itu, kabar tersebut disebar ke media sosial.
Menerima kabar itu, Saiful Hadi sempat ragu. "Melihat fotonya dan namanya memang sepertinya ibu saya, tapi alamatnya kok di Umbulsari," jelasnya.
Dia pun lantas mengingat-ingat, keluarganya dulu emang berasal dari sana. dia pun lantas mencoba mengejar informasi itu. "sebab, saya yakin. Kiptiyah di Paleran tidak ada lagi selain ibu," jelasnya.
Setengah tak percaya ketika pertama kali berkomunikasi dengan ibunya lewat HP. pun meski sudah difasilitasi lewat panggilan video. "Ya namanya sudah hampir 30 tahun pisah. Banyak perubahan dan benar-benar menglingi," kata Saiful Hadi.
Sosok Kiptiyah memang jauh berubah. selain wajahnya yang menua, dia sekarang berkerudung. Logat bicaranya juga tak sejelas dulu lagi. tak heran, ketika dijemput di bandara Blimbingsari, dia sempat tak mengenali anak-anaknya. pertama kali bertemu, Saiful Hadi,anak pertamanya itu, dia panggil kakak. Umi Lutfa, anak Keduanya, dia panggil Mbakyu. tak heran jika kali pertama bertemu setelah berpisah lama, ibu anak itu sempat canggung di tengah keharuan. "jangankan ibu, saya aja pangling meski sebelumnya sudah berkomunikasi lewat video call," kata Saiful.
Kiptiyah yang kini sudah memiliki tujuh cucu dan satu cicit ini mengaku, di Saudi dia terakhir bekerja merawat bayi. Dia mengaku selama di Saudi berkali-kali pindah majikan. "Sekitar tuju kali pindah," katanya dengan bahasa yang patah-patah karena usia tua.
Dia mengaku beruntung selama bekerja selalu mendapat majikan yang baik. "Tidak pernah disiksa. Baik-baik orangnya," ucapnya.
KIptiyah ketika dikunjungi jawa pos Radar Jember, Rabu (16/50 lalu, masih terlihat bingung. Dikelilingi tetangga dan sanak saudaranya, pandangan matanya sering kali masih terlihat kosong dan bingung Dia juga belum mengenal anak-anaknya satu persatu dengan baik. apalagi cucu-cucunya.
Kini, keluarga itu merasa sangat bahagia. Kiptiyah mengaku tak menyangka jika akhirnya dia bisa kembali pulang dan bertemu anak-anaknya lagi. Berkali-kali dia mengucap syukur.
Lebih-lebih, gajinya selama 28 tahun bekerja di Saudi juga tidak hangus. "Saya titipkan ke majikan. kalau lagi butuh, diberi," katanya.
Selain itu, Kiptiyah juga mendapat bonus. Dia mendapat bantuan dari keluarga kerajaan Arab Saudi. "Uangnya kemarin langsung kami tukarkan dengan rupiah di Genteng, Banyuwangi," jelas Umi Lutfah, anak kedua Kiptiyah, dengan mata yang masih sembab.
Ya, selama dua hari Umi Lutfah berkali-kali harus menangis. Haru karena ibu yang disangkanya sudah meninggal itu ternyata kembali ke tengah-tengah keluarga dengan kondisi sehat.
(mgc/ras)
SUMBER : JP-RJ 18 MEI 2018