Tak Lengkap jika Hajatan Tak Pakai Mercon
Meski banyak menimbulkan korban jiwa, petasan masih sulit dihilangkan dari budaya masyarakat Indonesia. petasan seolah menjadi kewajiban saat bulan puasa dan lebaran. sempat sedikit redup pasca tragedi bom bali 1 dan bom Bali 2.
ADI FAIZIN, Jember.
SEBAGAI bulan suci, Ramadhan selalu disambut suka cita oleh masyarakat muslim di berbagai belahan dunia. tak terkecuali di Indonesia. sebagai negara mayoritas muslim, Ramadhan selalu membawa tradisi-tradisi yang menarik. salah satunya adalah tradisi mercon atau petasan.
Hampir merasa di seluruh wilayah, mercon selalu mengiringi bulan Ramadhan dan lebaran. namun, tradisi itu serasa menurun beberapa tahun terakhir, seperti yang dirasakan oleh Iwan Joyo Suprapto. "waktu saya kecil, selalu ramai sekali mercon itu. mulai beberapa hari sebelum puasa hingga setelah lebaran, semua warga desa, baik tua maupun muda, selalu merayakan dengan mercon," tuur Iwan, tokoh pemuda di Desa Sumbersalak, Kecamatan Ledokombo ini. Meski termasuk bahan berbahaya dan beresiko tinggi, nyatanya orang tidak juga kapok untuk bermain mercon. "ada di desa saya, orang dewasa yang jari tangannya hampir habis. waktu dia kecil, terkena mercon di tangannya," cerita Iwan.
Meski saksi hidup korban mercon masih ada di desa mereka, toh tradisi memainkan mercon di Desa Sumbersalak tidak jua luntur. bahkan berakar cukup kuat. saking kuatnya, ada semacam hukum tidak tertulis yang seolah mewajibkan bermain mercon di saat-saat tertentu.
"Kalau zaman dulu, seorang pria ynag sudah bertunangan, serasa wajib untuk membawa mercon ketika berkunjung silaturahmi ke calon mertuanya. yakni ketika Lebaran, dia harus memainkan mercon di depan rumah calon mertua," tutur alumnus Fakultas Dakwah IAIN Jember ini. tujuan membawa mercon ke rumah calon mertua, menurut Iwan tidak lain untuk meramaikan suasana. "kan di petasan itu dikasih kertas yang bnayak sekali. setelah meledak, jadi berhamburan. itu biasanya tidak segera disapu, agar suasananya tetap meraih," tutur Iwan.
Namun tradisi mercon itu berangsur menurun pasca tragedi Bom Bali 1 pada 2002 dan Bom Bali 2 pada 2005. pasca kejadian tersebut, saat itu polisi menngencarkan razia terhadap seluruh bahan peledak. peredaran bahan-bahan kimia yang bisa menjadi bahan baku pembuatan petasan pun diperketat. sejak itu pula, tradisi bermain petasan atau mercon di Desa Sumbersalak ataupun di desa-desa lain sekitarnya, dirasakan Iwan berkurang drastis. jarang lagi didengar suara meledak yang memekakkan telinga, imbas dari polusi suara yang ditimbulkan oleh mercon. namun situasi itu tidak bertahan lama. beberapa tahun kemudian, secara berangsur-rangsur mercon kembali marak. masyarakat tidak ragu-ragu lagi untuk membakar petasan. (cl/ras)
SUMBER : JP-RJ 18 JUNI 2018
Tidak ada komentar:
Posting Komentar